(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)
Narasi
Cerita Sejarah Desa Karanganyar tak lepas dari kehebatan Pangeran Diponegoro dalam melakukan perang gerilya di wilayah lereng Menorah, termasuk di Dusun Gunden Desa Karanganyar ini. Dusun Gunden dengan perbukitan dan segala keindahan alamnya, menyimpan sejarah para pengikut Pangeran Diponegoro, sama halnya yang di ceritakan Bapak Rismanto atau sering dipanggil Bapak Kyai Arisudin, Bapak Kepala Dusun Gunden sekaligus tokoh ulama di Desa Karanganyar. Beliau menceritakan Dusun Gunden itu diberi nama dari yang mbabat alas atau yang membuka lahan disini, yaitu Simbah Kundi, Simbah Kundi merupakan pendherek (pengikut) Pangeran Diponegoro semasa bergerilya di wilayah Menorah, Simbah Kundi ikut berperang, berjuang demi kemerdekaan nusantara bersama pangeran.
Pak Rismanto mengatakan, bahwa nama Simbah Kundi ini hanya nama panggilan saja, sampai saat ini belum ada yang tau nama asli dari Simbah Kundi tersebut, karena cerita dari nenek moyang di tahun sebelumya sudah tidak ada, mengingat perang pangeran diponegoro sendiri berlangsung dari tahun 1825-1830. Mbah Husain (warga Dusun Gunden), yang merupakan keturunan dari Simbah Kundi juga sependapat, bahwa nama asli dari Simbah Kundi ini sudah tidak diingatnya ataupun keluarganya, yang mbah Husain ingat, bahwa julukan Simbah Kundi ini berasal dari keahlian Mbah Kundi dalam membuat gerabah, kundi sendiri adalah nama untuk alat membuat gerabah, dan beliau terkenal dari keahlian membuat gerabah dari kundi, Simbah Kundi sendiri adalah orang yang pertama kali mengajarkan gerabah di Dusun Gunden. Menurut Bapak Husain, dulu di Dusun Gunden banyak warga yang bisa membuat gerabah, namun orang yang membuat gerabah ini diperistri oleh warga Dusun Klipoh dan menetap di Dusun Klipoh, sehingga sampai sekarang tidak ada warga Gunden yang bisa membuat gerabah, dan Dusun Klipoh sendiri menjadi pusat kerajinan gerabah di Borobudur hingga saat ini.
Namun sebagai jalur perang gerilya Pangeran Diponegoro, hingga kini Dusun Gunden masih terasa suasana alamnya, dilihat dari banyak pohon bambu yang ada di beberapa bukit Dusun Gunden. Dahulu hutan bambu di seluruh Dusun Gunden, dijadikan tempat untuk sembunyi pengikut Pangeran Diponegoro dari serangan Belanda, dan hingga warga yang tinggal di Dusun Gunden juga melakukan hal sama saat masa penjajahan Belanda, hingga kini pohon bambu ini masih dipergunakan warga Gunden, namun sebagai penyambung ekonomi masyarakat Gunden. Para warga membuat suatu kerajinan dari bambu yang bernilai seni tinggi, bahkan saat ini mampu dijual ke luar negeri, salah satu seni yang bernilai tinggi adalah miniatur kapal samudraraksa. Ini merupakan pengetahuan yang jarang orang miliki, mereka mampu memilih bambu yang sesuai kriteria, kemudian dipotong kecil kecil, menyambung menjadi kapal yang indah dan bernilai tinggi. Mereka menceritakan bahwa keahlian mereka mengolah bambu didapatkan secara otodidak, seperti keahlian yang sudah mengalir dari nenek moyangnya, memanfaatkan alam pemberian Tuhan Yang Maha Esa, menjadikan sumber untuk menghidupi keluarga. Kini, hutan bambu, kerajinan dan budaya masyarakat Gunden sudah mulai dikembangkan untuk menjadi daya tarik wisata berkonsep budaya. Mengenalkan sejarah Nusantara dan menyampaikan pesan pesan moral untuk menjadikan manusia yang berakhlak mulia.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Bapak Rismanto, warga desa Karanganyar