(Narasi oleh Beni Purwandaru dan Tatak Sariawan)
Narasi
Sebuah tarian tradisional ini dulu sering dimainkan di setiap ada acara hajatan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya suatu hajat masyarakat Candirejo pada umumnya. Memang dulu namanya adalah “Gatho Loco” yang maknanya gathuk atau pas dan lelucon. Bila ditafsirkan adalah ajaran yang gathuk atau mathuk namun dikemas ke dalam tarian yang lucu. Bisa dibilang lucu sebab tarian tersebut bisa menghipnotis siapa saja yang melihat untuk turut manggut-manggut mendengarkan iringan musiknya yang khas. Seiring berjalanya waktu namanya diubah menjadi “Wulang Sunu”. Tarian ini juga diiringi lagu-lagu Jawa berisikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat pedesaan. Wulang Sunu berasal dari Bahasa Jawa yaitu Wulang yang berarti mengajari atau mendidik, sedangkan Sunu artinya adalah anak, jadi Wulang Sunu berarti mendidik anak. Tari Wulang Sunu diiringi dengan “terbang” yaitu alat musik untuk rebana, lalu “dodhok” yaitu semacam gendang namun hanya bertutup kulit sebelah, dan juga “jedhor” yaitu semacam dodhok namun berukuran lebih besar yang berfungsi sebagai bass. Kata Mbah Martono, salah satu anggota grup kesenian tersebut, bahwa kesenian gatho loco ini berdiri sekitar tahun 1940.an.
Pengeling-eling
Seperti arti dari nama tarian ini yaitu mendidik anak yang dikemas dengan sebuah seni budaya, tarian ini didirikan dengan tujuan untuk melestarikan ajaran-ajaran orang dahulu yang ditujukan kepada anak cucu mereka sebagai “pengeling-eling” atau agar bisa diingat sebagai bekal hidup di masa tuanya. Lantas apa sih isi dari lantunan lagu-lagu ini? Isi lagu-lagunya adalah tentang mengajarkan sopan-santun, tentang cara bercocok tanam, tentang hitungan hari perjodohan, tentang kalender Jawa atau pranata mangsa, dan sebagainya.
Berbakti pada orang tua
“wulang Sunu kinarya uwis kang cinatur para kawula. Suwita mring wong tuane. Poma-poma dipun mituhu”
Masih bersama Pak Tatak saya melanjutkan menjelajah desa menggali budaya adiluhung di Desa Candirejo, dan kami menemui seseorang pelantun lagu kesenian Wulang Sunu seperti yang saya sampaikan di atas yakni Mbah Martono warga Dusun Brangkal, Desa Candirejo, Borobudur yang berusiakan sekitar 75 tahun. Di tengah perbincangan kami, beliau sempat sedikit melantumkan lagu yang liriknya seperti ini; “wulang Sunu kinarya uwis kang cinatur para kawula. Suwita mring wong tuane. Poma-poma dipun mituhu” yang bila dijabarkan lirik tersebut mempunyai arti; mendidik anak sebagaimana yang sudah dikatakan oleh para orang-orang tua, agar berbakti pada orang yang lebih tua. Jadi sudah jelas bahwa orang tua pada zaman dahulu cara mendidik anak pun bermacam-macam caranya, salah satunya seperti dengan cara lewat pesan-pesan lagu kesenian,agar anak-anak mudah mencerna dan memahaminya
Formasi genap
Agar formasi tarian bisa bagus maka penari pria ataupun wanita berjumlah genap, yaitu mulai dari delapan hingga dua belas orang. Karena formasi tarian ini berbentu barisan, dan semua akan berpasang pasangan. Selain formasi kurang bagus jika tidak berjumlah genap, bilangan genap mempunyai makna filosofi bahwa orang hidup itu harus mempunyai sifat yang genap. Ada pria ada wanita, ada senang ada susah, dan seterusnya. Jadi semua itu memang sudah menjadi kodrat Yang Maha Esa. Dengan begitu kita harus ingat bahwa Ketika kalau sudah susah maka jangan terlalu larut dalam kesusahan, karena jodohnya adalah kebahagiaan.
Upaya pelestarian
Wulang Sunu sampai saat ini masih sering diadakan, bukan hanya di saat ada hajatan warga namun juga digunakan untuk menyambut tamu dinas yang sedang singgah di Desa Candirejo. Untuk itu mari kita lestarikan peninggalan kebudayaan orang-orang terdahulu, karena nenek moyang kita adalah orang-orang yang mempunyai budaya yang patut kita banggakan. Kendati demikian dengan melestarikan warisan budaya daerah, adalah merupakan wujud cinta kita terhadap leluhur. Kita boleh menyukai kebudayaan dari luar, namun kita harus lebih cinta terhadap budaya sendiri.
Gambar
Narasumber
- Mbah Martono, 76 tahun, sesepuh desa, dusun Brungkal desa Candirejo