(Narasi oleh Wahyu Nur Rahman dan Abdul Kholiq Kurniawan)
Narasi
Pada hari Senin malam selasa kliwon, kami mendapatkan undangan ke rumah Bapak Farid Wibowo (48 tahun) untuk melakukan ritual jamasan. Ritual jamasan merupakan kegiatan merawat pusaka seperti keris, tombak, wesi kuning. Sesampainya di rumah Bapak Farid, kami langsung disambut dengan wangi dupa yang berada di samping pintu masuk pendopo. Bapak Nuril Ismanto menunggu di balik pintu dan mempersilahkan kami untuk masuk dan duduk di tempat yang sudah dipersiapkan. Sambil menunggu undangan yang lain, kami berbincang-bincang.
Acara jamasan di mulai, Bapak Farid membakar gondorukem dan diletakkan di nampan terbuat dari tembikar dan ditaburi bunga mawar dan kenanga. Bacaan atau lafal tahlil diikuti oleh jamaah jamasan di padepokan. Ketika api kecil, Bapak Farid menambahkan lagi sehingga banyak jelaga terlihat menempel di lengan baju saya. Bau kemenyan, api serta lafal tahlil membuat bulu kuduk merinding.
Tahlil selesai, istirahat dan Bapak Farid mengambil sebatang rokok. Dirasa sudah cukup, acara jamasan dimulai dengan membacakan kidung Rahayu. Pak Farid langsung mengambil air kelapa muda dan di siramkan atau dimasukkan ke dalam bak yang sudah berisi air. Kembang setaman ditaburkan di atas air didalam bak tersebut. Pak Farid mengambil tombak dan membukanya tutup mata tombak. Dengan perlahan lahan memasukkan ke dalam bak sampai mata tombak tenggelam. Tangan kanan Bapak Farid mengambil irisan jeruk nipis dan menggosokkan jeruk ke mata tombak yang telah ditarik dari dalam air. Ketika noda oksidasi besi terlalu banyak, bapak farid menyikat dengan sikat cucian. Ramuan rahasia padepokan (warangan) dioleskan Bapak Farid sebelum dibersihkan lagi ditempat air bilas yang didalamnya terdapat bunga setaman. Pusaka yang telah dijamas diberikan kepada murid padepokan untuk dikeringkan dan diberi minyak sesuai dengan pusaka. Minyak jafaron, minyak kasturi, melati, mezaik dioleskan dengan sangat hati-hati.
Pusaka utama selesai di jamas, Bapak Farid istirahat dan mengeluarkan makanan yaitu jenang merah dan putih, dan nasi beserta lauk untuk menjamu anggota atau tamu jamasan. Jenang merah putih ternyata untuk memperingati HUT RI ke 76 karena bertepatan dengan malam 17 Agustus 2021.
Tiba-tiba Bapak Farid masuk ke kamar dan mengeluarkan sebuah golok stainless steel yang dibuktikan ketajamannya dengan memotong daun pisang berulang-ulang. Pak Farid memanggil, “le, rene, lungguh kene” dengan sigap murid bergegas dan langsung dipotong rambut dari murid tersebut dengan golok, “sriing” bunyi golok memotong rambut murid tersebut. Bapak Farid mengambil salah satu pusaka yang sudah dijamas, waktu itu seperti ular melingkar yang matanya ada Mutiara (intan) dengan bahan wesi kuning. Pusaka itu diberikan kepada muridnya dan dibawa oleh murid tersebut. Bapak Farid memotong kembali rambut muridnya tetapi hanya ada bunyi “sring ngisring siring” rambut tidak terpotong. Tidak hanya rambut, tangan si murid (nuril ismanto) di ambil tangannya dan langsung di babat tangan itu dengan golok berulang kali, dan hasilnya tidak ada luka sama sekali.
Tidak hanya kebal sajam, Bapak Farid mengambil senapan angin dan mengeluarkan kalung yang dia pakai. Gelas diambil dan diberi air jamasan serta kalung tersebut dimasukkan ke dalamnya, setelah diletakkan cukup jauh, gelas tersebut dibidik, “jreet” gelas itu hanya bergoyang, diulang sekali lagi dan hanya bergoyang. Kemudian gelas diganti dengan gelas teh saya. Dibidik kembali gelas itu dan “pyaar” gelas pecah berserakan.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Bapak Farid Wibowo, 48 tahun, pelaku budaya, desa Bumiharjo