(Narasi oleh Beni Purwandaru dan Tatak Sariawan)

Narasi

Dalam budaya Jawa, sampai era sekarang ini masih ada juga kebiasaan masyarakat untuk ngrumat atau merawat serta menghargai peninggalan nenek moyang yang berupa benda pusaka (Keris, Tombak dan Pedang). Iya memang benar adanya, sebagaimana kemarin saya bersama dengan Pak Tatak Sariawan, adalah Ketua Koperasi Desa Wisata Candirejo, kami bersama-sama menyambangi kediaman Mbah Bejo Rohmat (imamudin Dusun Mangundadi, Candirejo) bertepatan di malam satu Suro untuk menyaksikan prosesi jamas pusaka. Menurut Mbah Bejo Rohmat, Jamasan Pusaka adalah suatu ritual membersihkan pusaka yang sering dilakukan oleh orang-orang pada masa kerajaan di tanah Nusantara. Kata jamasan diambil dari bahasa Jawa kromo inggil yaitu Jamas yang artinya keramas/cuci dan Pusaka adalah benda-benda yang disakralkan dan diyakini akan membawa keberkahan pada si pemiliknya. Seperti  Keris, Tombak,  Pedang dan masih banyak lainnya. Jadi Jamasan Pusaka adalah mencuci atau memandikan benda-benda pusaka yang kerap dilakukan masyarakat Nusantara terlebih masyarakat Jawa di malam tanggal 1 suro.

Menurut keterangan Mbah Bejo Rohmat yang kini sudah berusia 60 tahun ini, jamasan pusaka dilakukan dengan tujuan merawat dan melestarikan benda-benda peninggalan leluhur, dengan cara dimandikan. Hal tersebut juga merupakan simbol pembersihan untuk diri sang pemiliknya dari segala kotoran berupa perilaku-perilaku manusia yang menyimpang dari pakem hidupnya. Dengan kalimat lain agar di bulan Suro yang merupakan awal tahun baru, kita sebagai titah/hamba Tuhan bisa selalu introspeksi atas diri sendiri agar terhindar dari perilaku-perilaku kotor, dan selalu berada pada jalanNya.

Dalam proses jamasan pusaka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Yang pertama  Mbah Bejo mengeluarkan benda-benda pusaka dari kamar penyimpanan. Kemudian mempersiapkan ubarampe jamasan, yaitu; kembang setaman, air kelapa hijau, minyak krenceng, warangan dan minyak jafaron. Kembang setaman adalah merupakan paket beberapa macam kembang atau bunga terdiri dari bunga kanthil, kenanga, melati dan mawar merah putih. Kembang setaman tersebut di siapkan kedalam wadah dan di beri air secukupnya. Lalu air kelapa muda yang diyakini mengandung khasiat untuk menghilangkan karat kata Mbah Bejo Rohmat. Selanjutnya adalah minyak krenceng atau minyak kelapa yang dibuat secara tradisional, kemudian warangan dan Mbah Bejo Rohmat menjelaskan bahwa warangan adalah sejenis bahan kimia yang sering disebut dengan arsenik pada umumnya digunakan sebagai racun tikus dan di dunia jamasan fungsinya adalah mengawetkan keris ataupun tombak agar tidak cepat rusak atau berkarat. Serta minyak jafaron adalah terbuat dari pohon Salwa yang ditumbuk dan mengeluarkan getah yang berwarna merah dan itu yang dinamakan minyak jafaron.

Menurut Mbah Bejo Rohmat dan saat kami mengikuti prosesnya terdapat beberapa langkah yang harus dilewati atau dilakukan. Berikut beberapa langkah yang dilakukan Mbah Bejo dalam melakukan jamasan:

  • Proses ritual penjamasan, pertama Mbah Bejo Rohmat melakukan pengolesan air jeruk nipis ke benda pusaka tersebut tujuannya adalah untuk menghilangkan karat berat (ngethel). Lalu melakukan pengolesan air kelapa muda pada keris menggunakan sikat yang baru, dengan tujuan sama dengan jeruk nipis yaitu untuk melunturkan karat.
  • Langkah berikutnya adalah memandikan keris menggunakan kembang setaman yang berisikan air guna untuk penghormatan kepada si penunggu keris yang sering di sebut dengan kodham.
  • Setelah itu benda-benda pusaka tersebut dikeringkan atau diangin-anginkan kemudian proses pewarangan pusaka menggunakan serbuk warangan yang di campur dengan minyak krenceng. Kemudian pengolesan minyak jafaron pada pucuk keris dengan tujuan agar kodham nyaman dengan benda pusaka tersebut.

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Mbah Bejo Rohmat, 60 tahun, pelaku budaya, desa Candirejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...