(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)

Narasi

Cekelan

Berdasarkan penuturan Bapak Fatan Sholeh dan beberapa orang di Desa Wringinputih yang berumur di atas 90 tahun, ketika orang sudah tua dan rentan terhadap penyakit apalagi ada yang sakit sampai berbulan-bulan bahkan satu tahun lebih. Saudara yang menjenguk terkadang akan meminta kepada keluarga untuk diikhlaskan jika meninggal sewaktu-waktu. Untuk mempermudah ajal biasanya disuruh melepaskan pusaka atau cekelan yang  ada di dalam tubuh. Biasanya diambil oleh orang yang dianggap bisa untuk membantu hal tersebut, terkadang ada yang sangat sulit untuk mengeluarkan dari badannya kemudian dicari pantanganya. Saat pantangannya dilanggar maka otomatis cekelan akan keluar. Setelah cekelan atau pusakanya keluar kemudian dilarung di sungai.

Bedah bumi

Apabila ada orang meninggal, pengumuman lelayu tersebut akan disiarkan di masjid. Setelah itu semua berbagai masyarakat baik laki-laki dan perempuan datang kerumah duka, ada pembagian tugas untuk mengurus jenazah. Bapak Mudin atau tokoh agama akan memandikan sampai mengkafani yang sebelumnya ada orang yang mengukur tinggi badan jenazah guna untuk membuatkan lubang kubur. Kemudian Bapak Mudin menunjukkan tempat galian kubur untuk memulai menggali, maka dibuat garis persegi empat menggunakan cangkul dan berdoa semoga di bawahnya tidak ada mayit lain. Hal inilah yang disebut bedah bumi.

Karasan

Sebagian tetangga menggali kubur, sebagian lain membuat gladak dari bambu atau kayu. Setelah dicek kedalaman kubur sekitar satu setengah meter, kemudian setelah itu dibuat karasan untuk meletakkan mayit. Setelah mayit diletakkan di dalam karasan (galian bagian tengah) dan ditutup dengan gladak yang rapi dilapisi galar kemudian baru diurug atau dikubur dengan tanah. Setelah selesai penguburan, di atas tanah diletakan 2 bambu berukuran 50 cm di tanah sisi utara selatan sebagai tanda kuburan, lalu disiram air dan ditaburkan bunga.

Lungsuban

Upacara di rumah duka untuk penghormatan terakhir didahului sholat jenazah, kemudian acara lugsuban serta doa pengantar jenazah. Masih ada kepercayaaan bagi orang yang menggali kubur bahwa setelah selesai tidak boleh langsung masuk rumah tetapi harus mandi dulu, karena nanti kalau menjumpai orang lain terutama anak-anak mereka akan kena sawan, yakni badan menjadi lemas, panas, dan sakit. Jika hal tersebut terjadi maka sebagai penawarnya dapat dimandikan air kembang yang disebut kembang macan kerah, terdiri dari bunga mawar, melati, kenanga, daun jambu, dan adas. Pada malam hari diadakan acara sur tanah untuk mendoakan orang yang telah tiada dengan membuat makanan slametan berupa nasi golong gilig. Kemudian dilanjutkan acara mengirim doa atau ikhlasan dari 3 hingga 7 hari kemudian dilanjutkan keluarga sendiri. Acara mengirim doa biasa mengundang tetangga dan yang hadir diberikan makanan berkat yang berupa nasi, dan lauk pauk karena ada kepercayaan bahwa ruh orang yang telah tiada selama 7 hari masih tinggal di rumah.

Melayat

Melayat adalah kegiatan untuk datang ke rumah duka dengan membawa amplop yang berisi uang atau membawa beberapa kebutuhan sehari hari bagi keluarga dekat atau yang masih punya ikatan keluarga atau teman dekat. Terkadang orang yang melayat akan menitipkan uang ke teman atau tetangga sekaligus untuk menyampaikan bela sungkawa kepada tuan rumah yang kena musibah dan kemudian dimasukkan ke kotak. Untuk membuka kotak biasanya menunggu setelah 7 hari. Untuk acara 40 hari satu minggu sebelumnya semua keluarga berkumpul untuk menentukan kapan dan jatuh pada hari matang puluh, mereka menggunakan hitungan yaitu nomo soro dengan cara menghitung hari kematiannya atau hari nggeblak. Sebagai contoh jika wafat hari kamis wage maka dihitung dino limo pasaran limo maka jatuh hari ke lima dan pasaran ke lima yaitu senin pon.

Selamatan

Lalu untuk acara selamatan bedah bumi, 3 hari,7 hari dan doa dilanjutkan di hari  ke-40, ke-100, setahun, mendak, hingga nyewu tetap menyembelih ayam jago sebagai menu ingkung. Setelah 2 tahun bagi yang mampu dapat membangun makam menjadi nisan. Untuk doa keselamatan selanjutnya pada waktu waktu tertentu disebut khol atau haul. Untuk menghormati dan mendoakan leluhur yang sudah meninggal disebut birul walidain, sebagian masyarakat tetap mendatangi makam atau kuburan, ada yang berdoa dan ada yang melakukan bersih bersih pasarean sekaligus menabur bunga. Acara khoul bersama juga diadakan pada waktu pengajian dusun pengajian desa dan pengajian keluarga.

 

Gambar

Narasumber

  • Mbah Fatan Sholeh, 90 tahun, Sesepuh desa, Desa Wringinputih

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...