(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)

Narasi

Dusun Kragilan ini berada di wilayah Kelurahan Karanganyar, berbatasan langsung dengan desa seberang. Seperti dusun dusun lain yang berada di lereng Menorah yang berkaitan dengan kisah perang gerilya Pangeran Diponegoro, penamaan dusun kragilan ini juga berasal dari salah satu pendherek pangeran yang tinggal dan menetap di wilayah ini.

Pendherek P Diponegoro

Menurut pak Muh Maslah seorang perabot di Dusun Kragilan yang berumur 50 tahun, ada empat saudara yang dulunya bersinggah di wilayah ini, keempat bersaudara ini merupakan pendherek Pangeran Diponegoro selama pangeran bergerilya di wilayah Menoreh, saat mereka berempat mau melanjutkan bergerilya, salah satu dari mereka merasa nyaman saat beristirahat  di tempat tersebut dan ingin tinggal untuk menambah tenaga selama beberapa saat.

Empat Bersaudara

Orang tersebut dikenal dengan sebutan Kyai Ragil, anak terakhir dari empat bersaudara. Saat kyai ragil beristirahat di wilayah tersebut, beliau merasa nyaman, tenang dan lebih mudah mendekatkan diri kepada Tuhan. Hingga Kyai Ragil membangun tempat tinggal selama berada di dusun itu.

Waktu berlalu Kyai Ragil mencoba beradaptasi dengan bersosialisasi terhadap warga sekitar, lambat laut Kyai Ragil mulai mengajarkan ilmu tentang agama Islam ke masyarakat yang kebanyakan belum menganut agama, hanya kepercayaan kejawen saja.

Tokoh Panutan

Hingga Kyai Ragil merasa dihormati saat berada disitu, beliau mulai seperti guru besar, dan menjadi tokoh masyarakat, sehingga menjadi panutan warga. Lambat laun Kyai Ragil sudah sangat nyaman dengan masyarakat sekitar dan karena usai beliau sudah sangat tua, beliau pun wafat di dusun itu dengan meninggalkan ilmu ajaran agama islam yang sudah menjadi agama seluruh warga.

Ragil/ Kragilan

Sebagai lambang penghormatan dan mengenang jasa jasa Kyai Ragil, warga pun menamai wilayah mereka dengan sebutan dusun kragilan. Diambil dari nama Kyai Ragil agar anak cucu mereka kelak tau akan sejarah besar dari Kyai Ragil.

Memang belum ada yang tau siapa nama asli Kyai Ragil ini, penamaan ini hanya diambil dari urutan empat saudara penderek Pangeran Diponegoro. Ragil sendiri adalah istilah dalam Bahasa jawa , yang artinya terakhir, atau disini biasa disebut anak terakhir. Dari situ warga memanggilnya .

Hingga kini sejarah Kyai Ragil dan Dusun Kragilan masih bisa terdengar dari mulut mulut warga. Tapi dari semua sejarah Kyai Ragil ada satu mitos yang berkembang ditengah masyarakat bahkan terkenal di penjuru Borobudur dan se magelang.

Mitos Pentas Terakhir

Bahwasanya dulu banyak kesenian seperti dayakan, jatilan, rodat dan kesenian kesenian  lain dari luar wilayah yang berpentas di Dusun Kragilan. Dan beberapa bulan setelah pentas di tanah Kragilan semua kesenian yang pernah pentas mengalami pembubaran atau tidak bermain lagi, menurut Bapak Muh dan warga sekitar, ini berkaitan dari nama ragil yang berarti terakhir. Jadi segala kesenian yang pentas di tanah kragilan maka itu adalah pentas terakhir mereka.

Mitos ini berkaitan dengan penamaan ragil, yaitu terakhir, dan warga meyakini mitos tersebut, bahkan kesenian kubro siswo dan topeng ireng aki sutopo yang berasal dari desa yang sama pun tidak pernah dan belum pernah bermain di Dusun Kragilan, dengan alasan mitos yang ada.

Makam Kyai Ragil

Makam dari Kyai Ragil sendiri diyakini oleh warga berada di pemakaman umum mereka, yang anehnya, aura di pemakaman tersebut tidak terlihat seram, bahkan sebaliknya, orang yang berada disitu merasa aman, sejuk dan nyaman.

Bapak Muh kembali menjelaskan bahwa rasa nyaman sejuk dan tidak ada seram seramnya merupakan pengaruh dari keberadaan makam Kyai Ragil dan sejarahnya yang terpendam disitu.

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Bapak Muh Maslah, 50 tahun, tokoh masyarakat dusun Kragilan desa Karanganyar

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...