(Narasi oleh Elka Hanna Setia dan Fredy Trifani)
Narasi
Simbah Nursalim (80 tahun), Kematian seseorang adalah kabar tidak menyenangkan dan menyedihkan bagi keluarga, sanak saudara yang ditinggalkan. Bagi keluarga yang ditinggalkan biasanya akan langsung memberi kabar kepada tetangga atau saudara-saudara terdekat bahwa “si ini meninggal dunia” telah mendahului kita untuk berpulang. Mayoritas penduduk kebonsari apabila ada yang meninggal akan memberi kabar lelayu melalui toa masjid lalu disambung dengan memberitahu kepada saudara atau tetangga. Dan masyarakat akan bergotong royong untuk membantu menggali kubur di pemakaman, ada yang kerumah duka untuk membantu merapikan rumah menyediakan ruang kepada pelayat yang akan datang. Sebelum dimakamkan jenazah akan dimandikan, dirapikan (dipakaikan kain kafan), lalu disholatkan dan didoakan.
Slametan Pamulen
Setiap orang yang sudah meninggal pihak keluarga akan melakukan bentuk penghormatan dengan membuatkan selametan yang dilakukan sesuai selametan daur kubur, bertepatan dengan waktu berpulangnya antara lain: surtanah (sesaat sesudah meninggal dunia), nelung dino, mitung dino, matangpuluh dino, nyatus dino, mendhak pisan, mendhak pindho, nyewu. Ngirim luwur yakni pamulen dengan mengirim doa kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai tahlil dan puja-puji, dapat dilakukan berbarengan dengan acara selametan daur kubur atau waktu-waktu khusus sesuai dengan keinginan orang yang ngirim. Pamulen merupakan penghormatan kepada leluhur yang telah mendahului berpulang. Sekalipun telah mendahului berpulang, leluhur tetap meninggalkan kesan adanya pertalian batin. Keluarga yang ditinggalkan menunjukkan sikap hormat dengan mengadakan acara pamulen (mule, memule).
Slametan Surtanah
Sikap dan niat menghormati yang sudah berpulang cara mewujudkan dan tata caranya berbeda dari setiap orang tergantung pada adat setempat. Tujuan pamulen memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar leluhur diampuni segala dosa dan kesalahannya semasa hidupnya, mendoakan agar leluhur mendapatkan tempat yang layak di alam baka, menanamkan pengertian kepada yang masih hidup bahwa nanti pada waktunya kita akan menyusul, menanamkan kesadaran kepada sesamanya dapat menjadi orang yang tahu rasa syukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. selametan surtanah, selametan ini diadakan pada saat jenazah dikebumikan. Maksud diadakannya selametan ini agar roh orang meninggal tersebut mendapatkan tempat yang layak dan jalan yang terang serta diterima di sisi Tuhan. Surtanah adalah peringatan kematian bertepatan sehari dengan waktu penguburan jenazah (surtanah) pelaksanaannya tidak boleh ditunda.
Mendak Pisan
Selametan Nelung dino, Selametan ini diadakan pada hari ke-3 pada saat sesudah meninggal, maksud selametan ini sama dengan selametan surtanah. Selametan ini diadakan pada hari ke-7 setelah meninggal. Selametan mitung dino, hal ini berhubungan dengan anggapan orang jawa bahwa selama waktu 7 hari ini roh orang yang meninggal masih berada disekitar rumah keluarganya. Selametan matang puluh dino Selametan ini diadakan pada hari ke-40 setelah meninggal maksud diadakannya selametan ini agar roh orang meninggal tersebut mendapatkan tempat yang layak dan jalan yang terang serta diterima di sisi Tuhan. Selametan Mendhak Pisan, selametan ini diadakan pada setahun setelah meninggal. Maksudnya selametan ini mengingat kembali akan jasa-jasa orang meninggal. Selametan Mendhak Pindho, selametan ini diadakan pada dua tahun setelah meninggal maksudnya selametan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan semua kulit, darah, dan semacamnya.
Nyerkar
Selametan Nyewu Dina, selametan ini merupakan selamatan terakhir yang diadakan untuk menghormati orang yang sudah meninggal dan diadakan sesudah hari yang keseribu sesudah kematian. Dari runtutan selametan diatas masyarakat Desa Kebonsari melakukan selametan dengan mengadakan tahlilan mengundang sanak saudara dan tetangga untuk berdoa bersama. Biasanya tahlilan di Gunung Mujil pada sore hari untuk ibu-ibu, malam hari untuk bapak-bapak. atau di Dusun lain hanya bapak-bapak saja dan dilakukan pada malam hari atau sore hari, bapak-bapak yang tahlilan akan disediakan makanan untuk disantap bersama setelah tahlilan dan bingkisan “berkat” seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya berkat yang diberikan berupa bingkisan makan pokok mentah, sudah jarang menggunakan tradisi dulu seperti makanan matang. Selain mengadakan selametan untuk menghormati leluhur yang telah berpulang, tidak luput juga dengan tradisi nyekar. Nyekar adalah acara mengirimkan bunga pamulen kepada leluhur selain mengirim bunga yang ditaburkan ke atas makam terlebih dahulu membersihkan area sekitar makam leluhur. Nyekar biasanya dilakukan di waktu sore menuju malam jumat karena orang-orang percaya bahwa pada malam jumat para leluhur akan pulang untuk meminta didoakan dan dilihat ke makam. Nyekar tidak hanya malam jumat saja, bisa dilakukan kapan saja tergantung pihak keluarga leluhur. Atau nyekar dilakukan pada saat pihak keluarga mau mengadakan hajat misal: akan diadakan acara seperti nikahan, atau mau berangkat kerja keluar kota, biasanya ada beberapa pihak keluarga melakukan nyekar terlebih dahulu dengan tujuan “pamit sek karo mbah (leluhur)”. Meskipun sifatnya mbah sudah tidak ada tidak berwujud tetapi masih memiliki ikatan darah, dan harus menghormati atau menghargai, menganggap bahwa mbah kita masih ada disekitar kita meskipun beliau sudah tidak ada tetapi jasadnya ada di tanah kubur tersebut. Budaya spiritualnya masih terjalin baik dengan mbah yang sudah tidak ada. Dan hal seperti itu masih dilakukan oleh berbagai keluarga termasuk pihak keluarga penulis itu sendiri, disaat mau berangkat kerja keluar kota penulis biasa melakukan nyekar terlebih dahulu ke makam tempat peristirahatan mbah untuk meminta doa dan izin berangkat perjalanan ke luar kota.
Gambar
Narasumber
- Simbah Nursalim, 80 tahun, sesepuh desa Kebonsari