(Narasi oleh Wahyu Nur Rahman dan Abdul Kholiq Kurniawan)
Narasi
Saya bersama Mas Iwan datang ke rumah Bapak Hali sekitar 13.30 siang kemarin. Mbah Hali Dimejo alias Tajud ini adalah nama kecil dan Hali Dimejo nama ketika sudah menikah. Mbah Hali ini menurut tuturnya lahir pada tahun 1917 sehingga umurnya sekarang sekitar 104 tahun, atau lebih dari 1 abad. Mbah Hali sendiri adalah sosok orang jawa yang yang yakin dengan tradisi jawanya (kejawan). Banyak teman atau keluarganya yang di bawahnya sudah mendahuluinya.
Kali Pancuran
Sesepuh dari Mbah Hali sendiri dulu jauh sebelum merdeka membuat kali pancuran di tanah miliknya, dan sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat mandi. Kali tersebut diturunkan kepada bapaknya mbah hali dan sekarang dirawat oleh Mbah Hali. Namun, 5 tahun terakhir ini tidak dapat merawat karena kesehatannya memburuk. Dan sangat disayangkan, Anak-anak dari Mbah Hali tidak ada yang mau meneruskannya.
Ilmu Pitung Jawa
Mbah Hali sendiri juga bisa primbon, seperti pitung, mongso, dan sebagainya. Ramalan eropa seperti zodiac sangatlah kalah telak dengan ramalan (priung) jawa. Apabila zodiac menggunakan bulan, pitung jawa menghitung sampai dengan hari dan jam. Contoh lahir jumat kliwon, jumat 6 dan kliwon 8 dijumlah menjadi 14, itu sebagai dasar anak tersebut untuk sifat, pantangan dan sebagainya. Dengan pritung itu juga bisa menentukan jodoh baik atau tidak. Pitung hari, pitung lungo, pitung nikah dan sebagainya masih mudah dilakukan mengingat umurnya yang sudah tua.
Tidur di Teras
Apabila ke rumah Mbah Hali, langsung mendapati Mbah Hali di depan rumahnya, karena Mbah Hali tidak pernah tidur di dalam rumah, ia tidur di teras depan rumah. Katanya sendiri dia tidak pernah tidur di rumah sejak jaman dahulu karena saat belanda datang bisanya pergi dan tidur di luar rumah, kebun, pingir sungai dan lain sebagainya. Ini yang membuat Mbah Hali tidak terbiasa di dalam rumah.
Bunga dan Kemenyan
Saat masih muda, Mbah Hali masih sering membeli bunga dan setiap seminggu sekali tepatnya hari jumat kliwon meletakkan bunga dalam bentuk bungkusan daun pisang dan uang sedikit yang fungsinya apabila ada yang kurang silahkan melengkapi sendiri di pasar dieng. Bunga dan kemenyan juga syarat wajib sebelum membersihkan tempat seperti kali winong dan sebagainya.
Batu Warisan
Di samping rumah Mbah Hali ada batu yang dulunya dibawa oleh simbah dari Mbah Hali, katanya batu itu jalan sendiri ikut leluhurnya Mbah Hali dan sampai rumahnya Mbah Hali. Dan sekarang oleh Mbah Hali batu tersebut digunakan untuk membantu melemaskan gedebog pisang. Batu itu salah satu bagian mukanya berbentuk datar dan halus, sehingga enak dipakai untuk duduk.
Tidak mau dititipi Pusaka
Mbah Hali tidak mempunyai pusaka, sebab beliau takut Ketika dia punya pusaka maka roso yang ada di hati menjadi berubah. Missal ada pusaka dan tiba -tiba pusakanya tidak ada maka akan membuat kurang begitu. Mbah Hali juga tidak mau diberi pusaka karena lelah merawat. Padahal banyak yang mau menitipkan pusaka kepada Mbah Hali.
Dikunjungi tamu
Mbah Hali juga menerima tamu. Tamu itu ada yang minta pencerahan, kesembuhan anaknya, penglaris dan sebagainya. Mbah Hali sendiri tidak memasang tarif untuk itu, seperti jasa konsultan gratis. Mbah hali tinggal bersama istrinya di Dusun Sigug RT 08, RW 03 Desa Bumiharjo.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Mbah Hali Dimejo / Tajud, 104 tahun, sesepuh desa, pelakud budaya, dusun Sigug desa Bumiharjo