(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)

Narasi

Menanak atau mengukus nasi secara tradisional pada waktu hajatan seperti pernikahan dan khitanan tentu memerlukan porsi yang banyak. Oleh karena itu, warga desa Wringinputih umumnya menggunakan alat bernama dandang. Dandang adalah alat berukuran sekitar 70 cm yang berfungsi untuk mengukus nasi dengan waktu yang cukup lama. Dandang terbuat dari kuningan tipis yang memiliki rongga didalamnya dan berdiameter sekitar 50 cm, dengan bagian atas yang berdiameter lebih besar yaitu  60 cm. Dandang tidak terlepas dari kenceng yang berbentuk lebih lebar dan lebih pendek. Kenceng digunakan  untuk menanak nasi sebelum nasi dikukus.

Kenceng, Dandang

Ibu Wargiyanti (44 Tahun) warga Dusun Jetis, Desa Wringinputih menjelaskan cara menanak nasi menggunakan kenceng dan dandang diawali dengan membersihkan kotoran-kotoran yang ada diberas menggunakan nampan yang terbuat dari bambu atau biasa disebut neple’i. Kemudian beras tersebut dibilas dengan air serta diremas-remas secara perlahan agar beras benar-benar bersih. Setelah itu, masukkan kedalam kenceng dan ditambah air sesuai takaran.

Luweng, Kukusan

Proses penanakan beras diawali dengan peletakan kenceng diatas luweng dan dimasak hingga air menjadi mendidih. Beras juga perlu diaduk agar beras tidak melekat di dasar kenceng. Setelah airnya habis, kita turunkan kenceng dan didiamkan sebentar. Beras yang sudah menjadi nasi setengah matang tersebut, dipindahkan ke atas dandang dan diberikan kukusan, yaitu peralatan yang berbentuk kerucut dari anyaman bambu. Nasi tersebut kemudian dikukus selama kurang lebih 30 menit. Setelah nasi benar-benar matang, yang ditandai dengan keluarnya asap mengepul dari dandang tersebut. Kemudian dipindahkan kedalam wadah yang disebut cething yaitu peralatan atau tempat yang terbuat dari anyaman bambu.

 

Gambar

Narasumber

  • Ibu Wargiyanti, 44 Tahun, pelaku budaya, Dusun Jetis Desa Wringinputih

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...