(Narasi oleh: Andy Anssah dan Vinanda Febriani)
Narasi
Miwiti bermakna mengungkapkan rasa syukur warga kepada Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga tanaman padi di sawah subur dan bisa dipanen dengan baik. Biasanya, tradisi miwiti dilaksanakan setiap hari Rabu Pon.“Miwiti dilaksanakan dengan harapan supaya saat dipanen, diberikan keselamatan baik yang memanen maupun yang dipanen, dan supaya ketika dijual hasilnya bisa berlipat-lipat,” jelas Mbah Indarto.
Adapun ubarampe yang disiapkan tatkala Miwiti ialah sego megono atau sego tungguk. Sego megono terdiri dari nasi, kluban, dan telur rebus. Megono bermakna supaya hal-hal yang kita kerjakan dapat lekas menuai hasil. “Sedangkan sego tungguk itu untuk miwiti orang menanam padi, syukuran ketika hendak memanen padi,” tambah Mbah Indarto. Adapun isi dari sego tungguk adalah nasi, kluban, gereh pethek, telur, pelas yuyu, dan pelas kambil. Sajian lainnya seperti ingkung, jajan pasar, dan lain-lain bisa menyesuaikan kemampuan masyarakat. Doa yang dipanjatkan dalam ritual miwiti ialah doa hajat, selamet, dan sapu jagad. Tidak ada aturan khusus terkait harus berapa kali doa tersebut dibacakan.
Saat miwiti, ada juga ritual pasang janur kuning di sawah yang hendak di wiwiti. Janur kuning memiliki makna supaya di tempat yang hendak diselameti tersebut tidak ada gangguan dari sejenis makhluk astral sejenis siluman yang mengganggu proses panen padi. “Janur itu fungsinya hanya sebagai penangkal. Supaya jangan ada yang ngerusuhi dari sejenis makhluk astral. Karena kita hidup di dunia ini berdampingan dengan makhluk gaib atau makhluk astral,” jelas Mbah Indarto. Janur kuning yang telah disiapkan tersebut pertama-tama dilipat, lalu diikat menggunakan tali, kemudian ditancapkan di setiap sudut sawah yang akan diwiwiti. Setelah prosesi doa, di sawah tersebut ditaruh ubarampe berupa sego tumpeng kecil yang bernama tumpeng sundul langit. Di tengah-tengah tumpeng, biasanya diberi cabai merah dan bawang merah yang ditusuk menggunakan lidi. Harapannya, supaya padi bisa bertumpuk-tumpuk atau dengan kata lain bisa panen raya.
Gambar
Narasumber
- Mbah Wiryo Indarto, 59 tahun, Petani, Sesepuh desa, dusun Sendaren II desa Karangrejo