
Pak Sardi Nderes Pohon Kelapa Berwudlu dan ucap Alfatihah
Narasi
Nderes merupakan kegiatan menyadap nira kelapa yang akan dimanfaatkan sebagai bahan membuat gula jawa. Biasanya penyadap akan membawa ember kecil untuk menampungnira yang telah disadap yang berasal dari ember yang ditutupi kain dan ditempatkan pada puncak pohon kelapa. Setelah nira dituang, manggar (bunga kelapa) yang telah disadap dipotong beberapa cm agar niranya mengalir kembali. Ember yang berisi campuran nira beserta kulit manggis berfungsi agar membuat nira menjadi bening dan tidak mengeras saat disadap.
Nderes di Bigaran
Mendung masih menyelimuti hampir seluruh kawasan Desa Bigaran, namun perihal hujan masih abu-abu. Pukul menunjuk masih di angka 05.30 dan Pak Sardi sudah bergegas menuju tempat ia melaksanakan pekerjaan hariannya.
“lek nderes kok ora jam 10 ngunu?” tanyaku penasaran
“ah yo kawanen kok” sahutnya
“wes ganti gawean yo?” timpalku ulang
“haiyo kok aneh?!” sahutnya dengan kencang dan nada memekik
Menderes atau yang biasa disebut menyadap kelapa seolah telah menjadi makanan sehari hari yang ia konsumsi tiap pagi dan sore hari.
Ember cat dan arit
Kulihat beliau berjalan kaki tanpa membawa piranti sama sekali. Ternyata piranti yang ia gunakan telah berada di tempat pemberhentian ia berjalan kaki. Sederhana saja, hanya arit dan 6 ember bekas cat satu kiloan. Terdapat adonan waru (gamping) yang menjadi bahan dasar yang digunakan untuk campuran nira, hal ini digunakan untuk membuat nira menjadi bening. Kemudian ada kulit manggis di dalam campuran air dengan waru tersebut untuk membuat waru yang telah bercampur dengan air tidak menjadi keras. Pak Sardi lebih memilih bahan ini ketimbang menggunakan sabun kucing. Karna imbuhnya hasil gula yang didapat tidak enak, nantinya akan berbau sabun. Nderes merupakan kegiatan pra produksi sebelum gula jawa dibuat. Kegiatan ini telah menjadi kegiatan yang rutin Pak Sardi laksanakan semenjak muda.
Berwudlu dan Mengucap Alfatihah
Sebelum memulai menaiki pohon, pinggangnya ia ikatkan tali tambang untuk nantinya ia gunakan sebagai sarana membantu membawa ember cat ketika tangannya mesti mendekap pohon kelapa untuk sampai ke atas. Tak lupa sebelum berangkat tadi, Ia membersihkan diri lewat wudhu dan membaca al fatihah.
“bismillah disik to tepan?” tanyaku pada lek Sardi
“haiyo tetep wes wudhu barang kok” sahut lek Sardi
Kakinya bergerak gesit ketika menaiki pohon kelapa yang telah ia naiki tiap harinya, sesampainya di puncak ia mencari tempat yang leluasa dan kiranya kuat untuk menampung berat badannya di antara jajaran daun kelapa yang tersusun dengan sang batang, ketika tangannya dituntut terampil saat mesti membuka ember bekas cat yang telah ia ikatkan dengan manggar (bunga kelapa) dan ditutupi kain kemudian ditali dengan beberapa helai pandan/daun kelapa, biasanya tiga helai.
Selepasnya ia buka tutup tersebut dan dipindahkanlah air nira ke ember yang telah ia bawa dari bawah, kemudian ia potong kembali beberapa centi manggar (kiranya sampai air nira keluar kembali) yang telah ia ambil hasil nira nya, hal ini perlu dilakukan untuk mengeluarkan hasil nira kembali dari sang manggar, jika tidak maka manggar akan mengering, rata rata terdapat dua manggar di tiap pohon nya.
Bagi hasil per Pasaran
Terdapat tujuh buah pohon yang rutin ia sadap manggarnya. Pohon ini semua milik Mbah Ni, tetangga Pak Sardi, Pak Sardi hanya membantu Mbah Ni untuk mendapatkan tetesan manggar tersebut. Sistem yang digunakan merupakan bagi hasil, lima hari pertama hasil nderes akan diserahkan dan dibuat gula jawa oleh Mbah Ni serta hasil uang penjualannya akan masuk ke kantong Mbah Ni, lalu lima hari berikutnya hasil nderes akan diambil oleh Pak Sardi dan diolah oleh sang Istri, kemudian hasil uang penjualannya akan masuk ke kantong pasutri tersebut.
Pak Sardi mempunyai empat orang anak, dua perempuan dan dua laki-laki, perempuan dua duanya sudah menikah, lalu dua anak laki-lakinya masih dalam tahap mencari pasangan. Pak Sardi tidak berharap pada anak-anak nya untuk meneruskan pekerjaan ini. Hasil yang didapatkan tidak sebanding dengan usaha dan resiko menjadi alasan dibalik keinginan Pak Sardi supaya sang anak tidak senasib dengan ayah nya.
Tak terasa satu jam sudah saya mengikuti kegiatan Pak Sardi dalam menyadap pohon kelapa, beberapa ember cat tempat ia menaruh hasil nira telah penuh dan siap diserahkan ke Mbah Ni, maklum hari ini masih jatah Mbah Ni dan giliran Pak Sardi masih dua hari lagi.
Gambar
- Pak Sardi Nderes Pohon Kelapa Berwudlu dan ucap Alfatihah
- Pak Sardi menampung nira di wadah ember bekas cat – obyek ekonomi desa Bigaran
Lokasi
Relasi Budaya
- Kegiatan membuat gula jawa ; Nitis
- Hasil olahan badhek/Nira; Gula Jawa
- Makanan Tradisional dengan salah satu bahan utama Gula Jawa ; Jenang, Getuk Telo, Lemet, Carabikan, Krasikan, Kue Lupis, Telo Bajingan, Gethuk, Jenang Baning, Thiwul Ayu, Dawet Ayu Ijo Lumut, Apem Contong,
- Pengetahuan Tradisional pembuatan jamu dimana salah satu bahan utamanya dengan Gula Jawa ; Jamu Gendong Gejangan
- Penggunaan untuk budaya spiritual; Upacara Matang Puluh, Nyadran, Jenang Abang Putih, Bathok Kelapa Gula Jawa (untuk cetakan gula jawa)
Narasumber
- Pak Sardi/Lik Sardi, Pelaku Nderes, Desa Bigaran ; Berwudlu dan mengucap alfatihah sebelum nderes
Sumber Lain