(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)
Narasi
Salah satu maestro seni gerabah yang masih terus produktif membuat gerabah hingga saat ini adalah Bapak Supoyo warga Dusun Klipoh Desa Karanganyar yang sekarang berumur 50 tahun, sehari hari beliau membuat gerabah dengan berbagai bentuk unik yang bahkan tidak sembarang orang bisa membuatnya, beliau juga selalu mengajarkan kepada warga terutama anak anak muda penerus pengrajin gerabah agar mampu membuat karya seni gerabah yang bernilai tinggi. Di sela sela waktunya beliau dengan senang hati selalu menerangkan perihal industri gerabah ke semua tamu yang berkunjung di Dusun Klipoh untuk berwisata.
Sejarah dusun Klipoh
Bapak Poyo menyampaikan bahwa berkaitan dengan sejarah Dusun Klipoh dan gerabah, sudah tercantum ceritanya dalam relief Candi Borobudur. Candi Borobudur sendiri menyimpan berjuta sejarah dan cerita panjang di dalamnya, baik kehidupan umat manusia maupun keberagaman budaya.
Gerabah di relief
Gerabah adalah salah satu seni budaya dan saksi sejarah panjang pembuatan Candi Borobudur, dibuktikan dengan salah satu relief candi tepatnya di pagar langkan sisi bawah lorong 1 bidang H dan I, digambarkan beberapa orang beraktivitas dengan menggunakan gerabah, ada cerita yang berkembang di masyarakat, bahwa gerabah digunakan untuk memasak makanan dan menyimpan bahan makanan para pekerja dalam proses pembuatan Candi Borobudur, dan gerabahnya sendiri diambil dari hasil pembuatan warga Dusun Klipoh, sedangkan pembuatan candi sendiri sekitar tahun 800 masehi, maka bisa dipastikan dari cerita yang ada bahwa gerabah di Dusun Klipoh ini sudah ada sebelum Candi Borobudur dibangun.
Temuan pecahan gerabah
Bapak Supoyo menceritakan juga bahwa beliau pernah menggali lubang untuk sumur dirumahnya, dan menemukan pecahan gerabah yang masih berbentuk di kedalaman 3 meter, kesaksian ini menguatkan bahwa kerajinan gerabah sudah sangat lama ada di Dusun Klipoh, terpendam di kedalaman 3 meter merupakan proses panjang kondisi alam, sehingga gerabah tercantum di relief Candi Borobudur adalah secuil sejarah Dusun Klipoh dimasa lalu.
Kali dan Pohe
Kemudian Pak Poyo menyampaikan bahwa orang yang pertama kali mengajarkan gerabah adalah Nyai Kalipah, diceritakan dalam sejarah Dusun Klipoh, Nyai kalipah merupakan seorang janda yang mempunyai gelar tinggi di kedatuan Medang sehingga karena suatu permasalahan di kerajaan membuat Nyai Kalipah dan pendhereknya berpindah kewilayah Klipoh, dari tekstur tanah dan kedekatan sumber air maka beliau beserta pengikutnya mendirikan tempat tinggal disini, Nyai Kalipah sendiri memiliki keahlian membuat gerabah seperti kendil dan gentong, sehingga sangat bermanfaat untuk kebutuhan segala aspek waktu itu, Nyai Kalipah sendiri merupakan nama gelar yang diberikan oleh warga sekitar dimana beliau bertempat tinggal di dekat sungai dusun. Kalipah sendiri terdiri dari 2 kata, yakni kali dan pohe , kali berarti sungai dan pohe berarti tempatnya, sehingga Kalipah berarti sungai sebagai tempat tinggalnya. Dimana waktu itu tempat tinggal Nyai Kalipah berada di sekeliling sungai dan sumber mata air.
Kemampuan membuat gerabah ini ditularkan secara turun temurun, hingga saat ini masih banyak yang membuat gerabah dan segala aktivitasnya di Dusun Klipoh. Berkembangnya waktu produk gerabah yang dahulu hanya membuat kendil dan gentong, sekarang mampu membuat berbagai bentuk hingga bernilai sangat tinggi.
Sungai Klipoh
Karena keahlian nya dan menularkan pengetahuan membuat gerabah , kemudian memimpin pendherek dan warga untuk gotong royong membangun perkampungan , hingga membuat beliau sangat dikagumi oleh semua orang. Bahkan sungai tempat beliau tinggal sekarang dinamakan Sungai Klipoh, tidak ada yang tahu nama asli beliau sampai saat ini, karena era Medang sendiri di Jawa Tengah berkisar 732-929 masehi, dan belum ada yang tau juga Nyai Kalipah ini punya kedudukan apa di kedatuan Medang hingga punya pendherek yang mau ikut berpindah tempat.
Makam Nyai Kalipah
Diyakini memang Nyai Kalipah sengaja menyembunyikan identitas aslinya agar tidak diketahui oleh kerajaan dan berakibat fatal terhadap para warga sekitar. Makam beliau pun tidak ada yang tau letak aslinya di sebelah mana, hanya informasi turun temurun warga bahwa, makam Nyai Kalipah berada dekat dengan awal beliau tinggal.
Kerajaan Medang
Kemudian Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang sendiri diperkirakan mulai hadir pada abad ke-8 Masehi oleh Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya selaku pendirinya. Ada beberapa sumber sejarah termasuk prasasti yang menunjukkan letak dan eksistensi kerajaan yang semula berpusat di Jawa Tengah sebelum dipindahkan ke Jawa Timur ini. Belum diketahui secara pasti tepatnya Kerajaan Medang berdiri meskipun perkiraan menunjukkan dekade pertama abad ke-8 Masehi.
Mataram Kuno
Di era awal pemerintahan Sanjaya, kerajaan ini berpusat di Bhumi Mataram (Yogyakarta), lalu pindah ke Jawa Tengah bagian selatan, kemudian kembali lagi ke Bhumi Mataram. Kerajaan Mataram Kuno periode awal yang dipimpin oleh Wangsa Sanjaya hingga tahun 732 Masehi memeluk agama Hindu Syiwa. Namun, ketika Wangsa Syailendra berkuasa sampai 929 Masehi kerajaan ini bercorak Buddha. Kendati begitu, toleransi umat beragama di Kerajaan Mataram Kuno tergolong tinggi, terlebih setelah terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya yang memeluk Hindu dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Dikisahkan dalam video dokumenter TAKSAKA bahwa kehidupan masyarakat sekitar candi masih sangat menjunjung tinggi toleransi, gotong royong dan proses keseharian yang masih membutuhkan alam sekitar untuk bertahan hidup ataupun menjadi sumber kebutuhan sehari hari.
Penggunaan Gerabah
Dan dalam keseharian orang orang pembuat gerabah pun juga begitu, sumber utama seperti tanah liat, air, dan tidak jauh dari alam dan sesama manusia. Di alam gerabah biasa dimanfaatkan untuk mengambil air atau menyirami tanaman, atau dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan sehari hari misalkan tempat memasak, tempat menyimpan air minum bahkan prosesi adat bayi seperti mendem ari ari selalu berhubungan dengan gerabah. Juga dikisahkan bahwa gerabah sendiri digunakan untuk perdagangan dengan sistem barter dikala itu.
kemudian walau sejarah Nyai Kalipah sudah sangat jauh dari sekarang, gerabah ini masih bisa dijumpai di Dusun Klipoh, baik kerajinan gerabah atau pengrajin gerabahnya, dari tua hingga muda, dari segala sudut dusunnya, proses membuat gerabah masih menjadi kegiatan utama.
Sumber penghidupan
Bahkan industri kerajinan gerabah menjadi salah satu mata pencaharian utama sebagian warga Dusun Klipoh. Kini, dikembangkan menjadi industri pariwisata yang mampu meningkatkan ekonomi warga sekitar.
Sehingga semua itu tak lepas dari seorang yang sangat hebat di masanya, yakni Nyai Kalipah. Beliau membabat alas Dusun Klipoh hingga banyak warga yang bertempat tinggal didalamnya, Nyai Kalipah mengajarkan cara membuat gerabah dan hingga sekarang masih menjadi mata pencaharian masyarakat. Jadi apa yang dilakukan Nyai Kalipah ini bisa dibilang sangat hebat.
Festival gerabah
Selain dengan penamaan dusun menggunakan nama Nyai Kalipah ,sebagai penghormatan atas jasa beliau, masyarakat juga mengadakan festival gerabah setiap tahunnya, agar lebih mengenalkan gerabah secara luas sekaligus rasa syukur kepada sang pencipta atas anugerah yang diberikan dan mengenang jasa Nyai Kalipah agar tidak terlupakan oleh anak cucu nanti.
Dari itu warga pun sangat berpegang teguh untuk terus melestarikan gerabah agar sejarahnya yang sangat panjang tidak hilang tergerus zaman.
Gambar
Narasumber
- Bapak Supoyo, 50 tahun, pengrajin gerabah, dusun Klipoh desa Karanganyar