Pesingan dalam Bayar Tukon

(Narasi oleh Beni Purwandaru dan Tatak Sariawan)

Narasi

Berdasarkan narasumber yaitu Bapak Mardiyat, 48 tahun, seorang petani dan kusir andong dari Dusun Brangkal, pesingan berkata dasar “pesing” dengan akhiran “an” yang sangat identik dengan bau air seni manusia maupun binatang yang buang air sembarangan. Namun pesingan disini adalah pakaian berupa sarung ataupun kain jarit yang diberikan dari keluarga mempelai lelaki kepada simbah atas mempelai wanita di saat ritual pertunangan atau lamaran. Di Desa Candirejo dan sekitarnya acara tersebut dinamakan “tukonan atau bayar tukon”. Dan pesingan ini sudah menjadi acara tradisi sejak jaman dahulu dari simbah-simbah saya sudah ada.

Kain jarit & sarung

Pesingan biasanya diberikan bersamaan dengan ubarampe yang lain saat acara bayar tukon dilaksanakan. Dan ini akan menjadi setengah wajib ketika calon mempelai wanita masih mempunyai simbah atau kakek maupun nenek. Yang kakek akan diberikan sarung, dan nenek diberikan kain jarit. Namun jika calon mempelai wanita sudah tidak mempunyai kakek ataupun nenek maka pesingan tidak diikut sertakan dalam persyaratan bayar tukon. Dalam bayar tukon keluarga mempelai lelaki biasanya akan membawakan sejumlah uang sebagai tukonan atau dalam kata lain tukon yang artinya beli atau pembelian terhadap calon mempelai wanita untuk diberikan kepada orang tuanya. Hal ini bukan bermaksud menjual belikan anak perempuan namun lebih ke arah sebuah ungkapan tanda terimakasih dari keluarga mempelai laki-laki atas diberikannya putri mereka dan atas dibesarkan dan dirawatnya calon pasangan hidup lelaki selama ini. Kemudian ada seperangkat peralatan ibadah, yang menandakan keseriusan keluarga lelaki untuk membangun rumah tangga baru kelak dalam jalan pengabdian terhadap Tuhannya.

Menghormati kaum sepuh

“Seje negara mawa tata, seje desa mawa cara”

“Seje negara mawa tata, seje desa mawa cara” adalah sebuah kalimat dari para sesepuh terdahulu yang artinya sama dengan “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Jadi lain daerah biasanya akan lain pula adat istiadatnya. Begitu pula dengan pesingan yang mungkin di daerah lain tak ada acara seperti ini. Di candirejo dan sekitarnya pesingan tersebut mempunyai maksud atau tujuan menghormati pada kaum sepuh sekaligus memohon do’a dan restu mereka agar perjodohan yang direncanakan akan selalu diberikan keberkahan dalam hidupnya hingga sampai akhir hayat. Dan diyakini bahwa restu dari para sepuh sangatlah mustajab, hingga bayak orang yang minta diberikan doa dari orang-orang tua.

Duta saraya

Memang tak salah para terdahulu mengajarkan untuk selalu menghormati orang tua. Sampai-sampai dalam sekolah pun diajarkan hal tersebut. Begitu pentingnya menghormati kepada orang yang sepuh hingga dalam acara bayar tukon pun diadakannya pesingan. Dan saat itu aku pun hanya bisa manggut-manggut mengiyakan tutur sembur dari bapakku saat menjelaskan hal pesingan ini. Bapakku bernama Mardiyat adalah seorang kusir andong di desa Candirejo namun beliau juga sering dimintai bantuan oleh warga sekitar sebagai “duta saraya” atau wakil keluarga calon mempelai lelaki untuk menyerahkan bayar tukon. Aku bangga dengan bapakku, meski orangnya sederhana namun beliau selalu memberikan “wulang wuruk” tentang kebaikan.

Mungkin ada yang beranggapan bahwa pesingan adalah suatu acara kampungan atau katrok dan ada yang tidak ingin menggunakannya lagi, namun mereka lebih meniru pada budaya-budaya manca yang mereka anggap kemajuan jaman. “Iya memang, pesingan memang kampungan, lha wong memang asalnya dari kampung!” Pak Mardiyat menjelaskan sambil tersenyum. Namun perlu kita ketahui bahwa orang-orang kampung itu biasanya jauh lebih lembah manah ketimbang orang-orang kota. Dan ini membuktikan kalau adat istiadat yang bermula dari kampung jauh lebih menjaga nilai-nilai budaya yang adi luhung ini.  Untuk itu marilah kita lestarikan budaya peninggalan leluhur, karena orang hebat itu biasanya mereka yang masih mempertahankan budayanya sendiri ketimbang ikut-ikutan budaya luar yang belum tentu pas untuk diterapkan pada orang-orang timur ini.

 

Gambar

 

Narasumber

  • Bapak Mardiyat, 48 tahun, petani dan kusir andong, dusun Brangkal desa Candirejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...