(Narasi Oleh Ahmad Saeful M dan Zulfikar Maulana M)

Narasi

Sore itu kami mendatangi rumah Pak Slamet di Dusun Dawung untuk bersilaturahmi sekaligus menanyakan pengertian dan cerita mengenai tradisi yang ada di bulan-bulan Jawa. Saat itu Pak Slamet dan istrinya yang kebetulan juga ikut nimbrung, mereka berdua bercerita mengenai Nyadran, Ruwahan, dan Muludan

Nyadran

Budaya yang telah mulai berubah, manusia saat ini mulai mencari cara simple namun tetap lestari dan tidak menghilangkan esensi.

Nyadran biasa dilakukan dalam bulan ruwah sebelum puasa bulan Ramadhan diselenggarakan. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh masyarakat sekitar dan beberapa tamu undangan. Tamu undangan yaitu wakil sanak saudara yang dimakamkan di makam tersebut (makam serut).

“Biyen sak omah kuwi gawe ambeng, le gowo munggah di wenehke ancak ukuran kurang luwih yo sewidakan. sakiki ganti kranjang (sarang),mergo saiki do goleki pekolehe, sarang biyen gawe seko blarak sak iki gowo gowo kranjang pring kae.” tegas Pak Slamet menceritakan ruwahan masa lalu.

Ambeng dan tumpeng

Dahulu pelaksanaan Nyadran biasa dilakukan dengan membawa ambeng atau nasi tumpeng yang di taruh dalam ancak ukuran diameter 60 persegi. Kemudian disunggi (ditaruh di atas kepala) untuk dibawa ke area makam atas gunung. Per rumah membuat satu ambeng nasi dan sayuran, terkadang juga ada ingkung ayam. Namun berjalannya waktu manusia yang sudah mulai pintar dan untuk mencari cara yang lebih simple, ancak pun berubah wadah menjadi sarang . Sarang adalah keranjang yang terbuat dari anyaman bambu kalau dulu terbuat dari anyaman blarak ( daun kelapa) . Sampai di atas acara di mulai dengan tahlilan, setelah selesai ambeng pun dikeluarkan untuk dimakan bersama, juga ada yang di bagi rata untuk  di bawakan pulang kepada tamu undangan atau sanak saudara.

Saat ini pelaksanaanya berbeda, per-rumah akan membawa  keranjang yang berisi untuk dibawakan, untuk makan yang disana juga sudah ada jatahnya sendiri.

Ngangsu air

“Banyu biyen dadak ngangsu seko ngisor masjid tekan kuburan, sik gelem ngangsu mau diwenei duwit kricik kricik,wajibe carane kuwi wes do seneng.” Saut istri Pak slamet. Menerangkan dahulu air yang dibutuhkan untuk acara nyadran di hasilkan dari ngangsu. Ngangsu yaitu dengan mengambil air, dari mata air bawah gunung untuk di bawa ke tempat kegiatan, tempatnya mata air dahulu di bawah masjid serut. Yang mau membawakan air akan dikasih sangu (imbalan) uang receh itu pun sudah sangat senang, karean dahulu nilai uang tersebut sudah banyak.

Ruwahan

Tiap dusun memiliki waktu pelaksanaan yang berbeda, hanya acara yang dilakukan sama yakni acara tahlilan untuk mengirim para leluhur. Waktu tersebut bisa sebelum nyadran atau sesudah nyadran.

Pelaksanaan di Dusun Dawung waktunya pada malam hari pasca acara nyadran. Jadi pagi hari melaksanakan nyadran di makam, malam harinya akan berlanjut melaksanakan ruwahan di rumah penduduk secara bergiliran.

“Berkate digawe wetan dalan karo kulon dalan, isine berkat ono lemper, lento, jangan lan liayane. Per kk gawe rong ceting, terus mujadhan bareng, gone gentian.” Terang Pak Slamet.

Nasi berkat yang membuat secara gantian , jadi jika saat pelaksanaan di timur jalan yang membuat nasi berkat yaitu barat jalan dan sebaliknya. Per KK dijatah untuk membuat dua nasi berkat. Isi nasi berkat ada lemper, lento, sayur dan lainnya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk berdo’a meminta kesehatan dan keselamatan serta juga mendo’akan para leluhur yang telang menghadap kepada yang maha Esa sbelum menjalan puasa bulan Ramadan.

Muludan

Muludan adalah kegiatan pada bulan Maulid Nabi menurut kalender Hijriyah yaitu memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

“Pas sasi mulud gendurenan, ono uwong gawe pancen utowo sajen, nek biasane gawe terus ora gawe mesti ono sik ra pekoleh.”, kata Pak Slamet

Maksudnya waktu bulan Maulid Nabi itu mengadakan kegiatan sedekahan atau berbagi rezeki berbentuk makanan kepada sanak saudara dan sesama manusia. Dahulu juga ada orang yang membuat pancen (sesaji), pancen tersebut tergantung kesukaan makhluk yang di beri, seperti kopi rokok dan lainnya. Maksud makhluk adalah ruh atau jin jelmaan leluhur. Hal itu juga bermaksud berbagi sedekahan. Jika dari dahulu sering membuat pancen namun saat pelaksanaan yang baru tidak membuat pancen pasti akan merasakan hal yang tidak nyaman. Seperti tidak enak badan, kepala sakit atau gangguan yang lainnya.

“Pasrah sajen kuwi moco alfatihah kanggo nabi, karo leluhure dewe, ngelingi bien utowo ngurmati. Nek bar gendurenan wedange sek di gawe pancen mau mengko banyune rasane koyo banyu antah ,sik dipangan ro leluhur rasane,nek barange yo jeh utuh.”

Sajen/pancen

Waktu memberikan pancen (sajen), tersebut membacakan surat Al-Fatikhah kepada Nabi, para leluhur orang tua, untuk memingat atau menghormati usaha orang tua jaman dahulu.

JIka selesai acara gendurenan (sedekahan) air kopi pahit yang dibuat pancen tadi jika di minum akan terasa hambar atau seperti air tawar, karena sari manis atau pahit minuman  sudah di makan oleh makhluk tersebut.

Gambar

Lokasi

Jadwal

  • Nyadran & Ruwahan, sebelum bulan Ramadhan/Pasa, kalender Hijriah
  • Muludan, bulan Maulid Kalender Hijriah

Relasi Budaya

  • Sesaji/pancen

Narasumber

  • Pak Slamet, pelaku budaya, dusun Dawung Desa Bigaran

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...