(Narasi oleh Lukman Fauzi Mudasir dan Diyah Nur Arifah)
Narasi
Mitos Wayangan
Saparan merupakan kegiatan wajib yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Borobudur. Menurut Bapak Ujang selaku Kepala Desa Borobudur, saparan dilakukan setiap satu tahun sekali. Jadi saparan merupakan kegiatan rutin tahunan di Desa Borobudur. Setiap acara saparan wajib mengadakan wayangan yang dilaksanakan satu hari penuh, mulai dari pukul 10.00 wib sampai pukul 03.00 wib atau sebelum subuh. Ada mitos yang berkembang di Desa Borobudur bahwa apabila ketika saat acara saparan tidak mengadakan wayangan maka salah satu masyarakat Borobudur akan ada yang hilang diculik makhluk halus. Pernah suatu ketika Balai Desa Borobudur tidak mengadakan wayangan dan benar terjadi ada masyarakat desa yang diculik oleh mahluk halus dan ditaruh diatas pohon. Sejak saat itulah setiap acara saparan diadakan wayangan.
Kirab tumpeng
Tahun 2021 wayangan dilaksanakan di Dusun Kurahan tepatnya di rumah Bapak Repto dengan menggunakan dua dalang yaitu Ki Sahari dan Ki Bayu Setiawan. Acara wayang yang pertama dimulai pukul 11.00 wib, sebab pagi hari ada acara kirab tumpeng dan doa bersama terlebih dahulu. Selanjutnya untuk malam hari wayang dimulai pukul 19.00 wib.
Bukit Janten
Saparan biasa dilakukan pada bulan sapar dan mempunyai beberapa rangkaian acara, diantaranya adalah arak tumpeng dan memakan tumpeng bersama-sama setelah akhir acara. Setiap dusun di Desa Borobudur wajib membuat tumpeng dan akan diarak dengan rute awal di balai desa kemudian menuju Pasar Borobudur dan dilanjutkan ke Bukit Janten yang lokasinya berada di dalam Taman Wisata Candi Borobudur. Sebelum berangkat biasanya diadakan doa bersama untuk kelancaran acara. Doa bersama dilakukan di balai desa selanjutnya semua masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam acara saparan berbaris perdusun untuk bersiap mengarak tumpeng. Pakaian yang mereka kenakan pada saat mengarak tumpeng tidak boleh sembarangan, mereka memakai pakaian adat Jawa. Laki-laki menggunakan surjan sedangkan perempuan menggunakan kebaya. Tumpeng yang masyarakat bawa berisi aneka macam makanan olahan hasil bumi, hal itu sebagai simbol rasa syukur terhadap apa yang telah mereka terima dari bumi. Tumpeng juga dilengkapi dengan ingkung, ini sebagai simbol rasa menghargai kepada nenek moyang atau leluhur yang sudah mendahului kita.
Untuk tahun 2021 ini kirab tumpeng tidak diikuti banyak warga mengingat sedang pandemi covid-19. Warga yang mengikuti kirab pun hanya perwakilan dari masing-masing dusun beserta seluruh perangkat desa. Tumpeng yang dibawa pun tidak banyak, hanya ada 3. Masing-masing akan di letakkan di pasar, pohon ringin di kawasan taman wisata Candi Borobudur, dan atas candi tepatnya di Taman Kinari. Warga yang mengiringi tumpeng kali ini juga terbilang berbeda sebab mereka menggunakan delman, sedangkan tahun sebelumnya selalu jalan kaki.
Pasukan pembawa tumpeng
Untuk tahun-tahun sebelum pandemi setelah semua berbaris rapi dan siap untuk berangkat, maka pasukan pembawa tumpeng beserta pengikutnya akan berangkat terlebih dahulu. Dimulai dari balai desa menuju ke pasar, setelah sampai di pasar satu tumpeng ditinggal di sana. Tumpeng yang ditinggal atau ditaruh di pasar ditujukan untuk leluhur supaya menjaga pasar agar pasar aman dan damai. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Candi Borobudur. Sesampainya di sana satu tumpeng akan di letakkan di bawah pohon beringin yang ada di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur. Tujuan di letakkannya tumpeng disana adalah untuk menengok leluhur (tilik kakang kawah adi ari-ari) dan menghormati leluhur yang berada di sana karena dahulu sebelum terjadi pemugaran Candi Borobudur di sana adalah posisi pasar pertama kali berdiri. Setelah itu tumpeng yang masih tersisa dibawa naik ke Bukit Janten. Tumpeng yang telah sampai di Bukit Janten akan didoakan kembali oleh pemangku adat dan setelah itu barulah bersama-sama tumpeng itu dimakan. Tumpeng dibawa ke Bukit Janten sebagai simbol penghargaan untuk sang budha (Sidarta Gautama).
Juru kunci desa Borobudur
Menurut Bapak Suratmin selaku juru kunci Desa Borobudur tujuan diberikannya tumpeng (ambeng) untuk pepunden atau leluhur yang telah mendahului kita adalah supaya semua yang bekerja di balai desa terjauh dari mara bahaya dan kuat mengemban amanah. Selanjutnya tumpeng di pasar bertujuan supaya perekonomian bangkit dan masyarakat Borobudur makmur. Kemudian tumpeng di pohon beringin bertujuan untuk tilik kakang kawah adi ari-ari, karena pohon beringin yang ada di kawasan Candi Borobudur itu dahulunya adalah pertengahan antara Dusun Ngaran 1 dan Kenayan yang dulunya adalah pasar. Selain pasar disana dahulu juga terdapat makam waalaupun jasadnya sudah dipindahkan namun untuk tetap menghormati jiwa yang masih tepat bersemayam di sana maka di letakkan sesaji dan tumpeng (ambeng) di sana. Terakhir tumpeng yang di letakkan di atas Candi Borobudur bertujuan untuk semua jiwa yang bersemayan atau menempati candi, termasuk untuk menghormati Sang Budha, Sidarta Gautama.
Gambar
Narasumber
- Mbah Suratmin, sesepuh desa, Juru kunci desa Borobudur
- Bapak Ujang, Kepala desa Borobudur ( tahun 2022)
Relasi Budaya
Sumber Lain
- makanan spiritual; tumpeng