(Narasi oleh Haidar Imama dan Habib Safrodin)
Narasi
Bubur sura
Tradisi suranan adalah tradisi yang dilaksanakan pada malam 1 sura dalam kalender Jawa atau 1 muharam dalam kalender hijriyah. Dalam tradisi suranan biasanya terdapat hidangan khas yaitu bubur sura atau disebut juga bubur suran. Bubur ini dibuat pada malam hari menjelang tanggal 1 sura. Berbahan dasar beras dan santan serta ditaburi lauk seperti kacang-kacangan, ikan kecil-kecil seperti teri, sambel goreng tempe, serundeng, parutan kelapa, irisan telur dadar di atasnya, dan disandingkan dengan opor ayam. Bubur sura bukanlah sesajen namun hanya sebagai simbol untuk memperingati malam 1 sura. Biasanya setiap rumah membuat makanan ini kemudian keluarga berdoa bersama untuk selanjutnya bubur ini dibagi-bagikan ke tetangga dan saudara.
Kungkum
Ada juga tradisi yang biasa dilaksanakan ketika malam 1 sura yaitu tradisi kungkum atau berendam di air pada malam hari dan sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Selain tradisi kungkum yang kerap dilaksanakan masyarakat kejawen pada malam 1 sura, dalam budaya Jawa ada juga kebiasaan masyarakat untuk merawat serta menghargai peninggalan nenek moyang yang berupa benda pusaka. Cara menghargainya dengan melakukan tradisi jamasan pusaka yang dimiliki. Jamasan pusaka sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu jamas yang mempunyai arti cuci, membersihkan atau mandi. Sedangkan kata pusaka menjadi sebutan bagi benda-benda yang dikeramatkan atau dipercaya memiliki kekuatan tertentu. Dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, jamasan pusaka merupakan tradisi mencuci benda-benda peninggalan nenek moyang. Benda-benda peninggalan yang dijuluki sebagai pusaka akan dibersihkan tepat pada malam 1 sura menurut penanggalan kalender Jawa. Sedangkan pada malam tersebut biasanya digelar tirakatan di kampung-kampung untuk berdoa dan sarana guyub rukun dengan warga.
Jamasan pusaka
Bulan sura adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa yang diyakini sebagai bulan keramat, penuh larangan, dan pantangan. Sehingga masyarakat Jawa biasanya selalu menghindari bulan ini untuk melakukan kegiatan besar, karena takut terkena tulah, seperti kesialan atau apes. Benda-benda peninggalan yang dibersihkan dalam ritual jamasan pusaka antara lain keris, tombak, kereta kencana, gamelan, batu akik atau mustika, dan berbagai peralatan upacara. Masyarakat Jawa meyakini bahwa jamasan pusaka menjadi cara untuk menghargai secara penuh peninggalan nenek moyangnya.
Doa bersama
Selain itu maksud dan tujuan jamasan pusaka yakni untuk mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan ketentraman. Sebab bagi sebagian masyarakat Jawa, benda-benda pusaka tersebut dianggap mempunyai kekuatan gaib yang akan mendatangkan berkah apabila dirawat dengan cara dibersihkan atau dimandikan. Apabila tidak dirawat, mereka percaya isi yang ada di dalam benda pusaka tersebut akan pudar atau akan hilang sama sekali, dan hanya berfungsi sebagai senjata biasa. Namun apabila dicermati lebih dalam, jamasan mengandung nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai kebersamaan tercermin dari keberadaan masyarakat yang berkumpul dalam satu tempat untuk mengikuti prosesi, seperti melakukan doa bersama demi keselamatan. Sedangkan nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselamatan, dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.
Gambar