(Narasi oleh Rangga Tsalisul A. dan Loh Sari Larasati)

Narasi

Berawal dari rumah yang penuh dengan berbagai hiasan kesenian, saat itulah saya mulai tertarik untuk mendekatinya. Baru saja berada di depan pintu rumah. Bapak Eko Sunyoto menyapa saya dan mempersilahkan memasuki ruang tamu yang penuh dengan manik-manik kesenian. Baru saja saya duduk, beliau langsung mengajak saya ngobrol dengan asiknya.

Bapak Eko Sunyoto (49 tahun) merupakan seniman yang terkenal karena menciptaan karya Tari berasal dari relief Candi Pawon di Desa Wanurejo Kecamatan Borobudur. Langkah perjalanan beliau dalam penciptaan tari ini memiliki cerita yang sangat menarik dan mengesankan.

“Pak, bagaimana awal mula bapak menciptakan tari ini?”

“Perjalanan saya dimulai pada bulan November Tahun 2007. Saat itu saya masih bekerja di Sanggar yang berada di Kota Semarang. Saat itu pulang pergi dari Dusun Brojonalan ke Dusun Tingal selalu melewati Candi Pawon. Ketika itu saya terbesit dalam pikiran ‘ada apa di Candi Pawon?

Dalam perjalanan mencari seseorang yang mengetahui cerita Candi Pawon, saya akhirnya  bertemu dengn almarhum Mbah Syamsudin, seorang tokoh masyarakat yang memahami Candi Pawon. Saat itu saya meminta izin untuk latihan di depan candi, dan beliau almarhum. Mbah Syamsudin mengizinkannya, namun beliau menganjurkan untuk latihan setiap malam rabu karena di halaman tidak digunakan untuk acara maupun wisata.”

Ya seperti biasa ketika sowan ke rumah-rumah warga desa, sajian teh hangat akan selalu tersuguh di depan para tamu maupun pemilik rumah. Pak Eko sejenak diam dan meminum teh hangat tersebut. Tak lama berselang, beliau melanjutkan ceritanya.

“Saat itu juga saya diberikan tata laku oleh almarhum untuk melakukan tapa kungkum di Sendang Putri selama lima kali setiap malam jumat kliwon.”

“Pak, sebenarnya kungkum itu bermaksud untuk apa ya?” saya menyela dengan pertanyaan kepada Pak Eko.

“Jadi seperti ini ya Mas, kungkum itu dilakukan setiap jam dua belas malam hingga jam empat pagi. Kungkum dimaksudkan agar untuk membersihkan badan untuk mencapai kemantaban diri lahir batin. Selama tapa kungkum, saya sedikit demi sedikit memperoleh sesuatu Mas. Akhirnya, setelah satu tahun saya mengekplorasi Candi Pawon dengan gerak tari yang ada, pada tahun 2008 tepatnya tanggal 20 November Tari Kinnara Kinnari dipentaskan.”

“Berarti setiap gerak tari itu ada maksudnya ya Pak?” saya bertanya kembali.

“Tentu Mas, saya diarahkan untuk membuat gerak-gerak tariannya, bukan dari saya sendiri. Makanya waktu pentas perdana ini saya juga membuat pancen yaitu jenang abang putih dan bunga setaman yang diletakan di empat pojok candi Pawon dan bunga anggrek yang diletakan di dalam candi. Selain itu syarat menarikan Tari Kinnara Kinnari harus ada satu Tokoh Putra, satu Tokoh Putri Kinnari dan Penari Apsara (bidadari).”

“Kenapa harus ada syarat itu, Pak?”

“Maksudanya menaruh empat titik artinya adalah empat titik keberadaan unsur manusia yaitu ada unsur aluamah, mutmakninah, supiah dan amarah, serta ada kekuatan bahwa manusia ada empat unsur yaitu bumi, air, api, dan angin. Sedangkan maksud Bunga Anggrek adalah perlambang sesuatu yang indah. ”

“Oh nggih Pak, Lalu kenapa dinamakan Kinnara Kinnari nggih pak?”

“Kinnara Kinnari itu diambil dari isi relief Candi Pawon yaitu ditengah relief terdapat 1 pohon kalpataru yang merupakan pohon kehidupan. Sepasang Kinnara Kinnari yang mengapit pohon kehidupan. Kinnara Kinnari adalah makhluk setengah manusia dan setengah burung. Dari pusar perut ke atas adalah wujud manusia, dan dari pusar kebawah adalah wujud burung. Kinnara Kinnari merupakan makhluk penjaga Pohon Kehidupan. Falsafah dan maknanya yaitu Kinnara Kinnari sebagai wujud dari cinta sejati yang melambangkan keabadian cinta.

“Lalu saat ini keberlanjutan dari tari ini seperti apa Pak?” saya penasaran.

“Dari eksplorasi di Candi Pawon menjadi dasar saya membentuk Sanggar Kinnara Kinnari Borobudur yang berada di Dusun Tingal Kulon, sampai sekarang masih bergerak aktif dalam melestarikan seni dan budaya dengan kehidupan. Semenjak tahun 2008-2021 ini banyak berkembang kegiatan di sanggar meliputi latihan tari untuk berbagai kalangan usia dari anak-anak hingga dewasa, pengembangan kostum tari, pedhalangan, karawitan, dan teater tradisional.”

Diakhir penjelasan pak Eko kemudian beliau berkata,

“Mas sepertinya sudah nggih, ini saya ada acara rapat di desa.”

Saya pun segera segera pamit dan mengucapkan terima kasih karena mendapat banyak ilmu dari beliau.

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Eko Sunyoto, 49 tahun, Seniman dusun Tingal Kulon, desa Wanurejo

     

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...