(Narasi oleh Andi Ahmad dan Zuhan Andri D. A.)

Narasi

Desa Tuksongo memiliki beberapa tradisi daur hidup yang sampai sekarang masih dilestarikan. Seperti ngapati, merupakan tradisi yang ada di masyarakat dari zaman dahulu sampai sekarang yang masih dilaksanakan dengan tujuan untuk selamatan atau mendoakan kehamilan dari seorang ibu pada saat usia kandungan memasuki 4 bulan, agar supaya kandungan pada si calon bayi tersebut sehat dan selamat begitu juga dengan yang mengandung. Ngapati dilaksanakan dengan cara mengundang masyarakat sekitar rumah untuk mendoakan bersama dipimpin oleh kyai/kaum. Saat acara dilaksanakan, umumnya dilaksanakan pasca salat isya, kemudian dari pihak tuan rumah memberi sedekah berupa nasi cething, lauk pauk, dan sayuran yang sering disebut sego berkat.

Kemudian mitoni merupakan salah satu tradisi yang bertujuan untuk mendoakan kehamilan calon ibu pada usia tujuh bulan dengan mengundang masyarakat sekitar rumah untuk mendoakan bersama. Biasanya, kegiatan mitoni dilakukan setelah salat isya. Tidak hanya mendoakan saja, mitoni biasa dilakukan dengan membacakan surat-surat dari kitab suci Al-Quran sejumlah tujuh surat oleh tujuh tamu undangan. Setiap tamu undangan membacakan 1 surat antara lain Surat Yusuf, Surat Maryam, Surat Lukman, dan Surat Ar-Rahman. Setelah acara selesai, ada kegiatan makan bersama ditempat tersebut dengan menghidangkan tujuh macam makanan yang wajib ada. Setelah acara selesai, tamu undangan akan diberi nasi sedekah atau sego berkat untuk dibawa pulang.

Pasca kelahiran maka ada tradisi yang perlu dilakukan seperti puputan, yaitu tradisi yang dilaksanakan dengan tujuan untuk betuk syukur atas kelahiran bayi yang lancar setelah tali pusar pada bayi tersebut lepas. Puputan biasanya dilaksanakan bersamaan dengan acara akikah bagi yang mampu. Akikah dilaksanakan dengan menyembelih satu kambing untuk anak wanita dan dua kambing untuk anak laki-laki. Hampir sama dengan ngapati dan mitoni, puputan dilaksanakan dengan cara mengundang masyarakat sekitar rumah untuk datang ke tempat bayi lahir untuk melaksanakan doa bersama yang dipimpin oleh bapak kyai atau bapak kaum (tokoh agama). Setelah acara doa selesai, tuan rumah membagikan sedekah berupa sego berkat.

Kemudian tradisi among-among dilaksanakan untuk memperingati hari kelahiran anak selama tiga puluh lima hari sekali atau selapan dina agar sang anak selalu sehat dan diberi keselamatan sampai dewasa. Among-among dilaksanakan dengan cara membuat nasi kluban (sejenis urap) atau bancakan sederhana dengan meletakkan potongan telur di atasnya kemudian diberi uang di bawah bancakan. Setelah itu, bancakan among-among dibacakan doa oleh bapak kyai atau bapak kaum. Seusai berdoa, among-among dibagikan ke anak sekitar rumah atau masyarakat setempat. Sebagaimana contoh kegiatan, jika anak lahir pada hari selasa legi maka tiga puluh lima hari ke depan bertepatan dengan hari selasa legi, dan anak tersebut akan kembali diamong-amongi atau di-selameti (disyukuri) pada hari kelahirannya.

Setelah anak beranjak dewasa, maka tradisi yang perlu dilakukan yaitu khitanan. Tradisi ini menjadi kegiatan selamatan yang dilaksanakan dengan tujuan mendoakan anak laki-laki yang akan disunat. Acara tersebut dilaksanakan pada pagi hari ketika anak laki-laki tersebut akan disunat. Khitan sama seperti mitoni dan ngapati yaitu dengan mengundang masyarakat sekitar rumah datang untuk berdoa bersama yang dipimpin oleh bapak kyai atau bapak kaum (tokoh agama). Setelah acara doa bersama selesai, tuan rumah membagikan sedekah berupa sego berkat.

Saat dewasa dan mulai menuju ke masa pelaminan maka akan dilakukan tradisi genduren. Tradisi ini biasanya dilakukan pada tuan rumah yang mempunyai hajatan untuk menikahkan anaknya sebagai tanda rasa syukur atas hari bahagia anaknya. Tradisi tersebut sudah turun temurun dilakukan dengan mengundang saudara, kerabat, dan tetangga untuk menghadiri acara tersebut. Dalam acara tersebut terdapat tahlilan dan doa bersama untuk mendoakan kedua mempelai. Setelahnya, ada juga acara akad dan acara resepsi bagi yang mampu. Akad nikah biasanya di lakukan di rumah atau KUA tergantung permintaan kedua mempelai dengan dihadiri oleh saksi-saksi dan wali kedua mempelai tersebut. Setelah acara akad selesai dilanjutkan dengan acara resepsi dan makan-makan serta foto keluarga yang tujuanya untuk mengabadikan momen kebahagiaan acara pernikahan dan memperkenalkan kedua mempelai kepada tamu undangan agar diberikan doa restu kepada semua yang hadir pada acara tersebut.

Dalam proses kehidupan, maka kelak akan diakhiri oleh kematian. Tradisi sripah atau berduka biasanya dilakukan oleh warga yang bergotong royong untuk membantu keluarga yang berduka atas meninggalnya salah seorang dalam rumah tangga mereka. Warga masyarakat mendatangi rumah tersebut untuk membantu apa saja yang harus dipersiapkan seperti tenda, kursi, meja, dan perlengkapan lainnya. Ada juga yang menggali kubur untuk pemakaman jenazah. Setelah pemakaman selesai, warga akan mendoakan setiap malam atau ikhlasan selama tujuh hari di rumah tersebut. Setelah tujuh hari, ada peringatan empat puluh hari setelah kematian dan diadakan acara tahlilan yang bertujuan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Acara seratus hari dan seribu hari pun juga sama seperti acara tujuh hari dan empat puluh hari. Selain itu, ada acara mendak yaitu memperingati orang tersebut setiap setahun sekali pasca meninggal.

 

Gambar

Narasumber

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...