(Narasi oleh Lukman Fauzi Mudasir dan Diyah Nur Arifah)

Narasi

“Brojonolo sun tinggali anak mbarep ing bekangan

Ojo owah ing ngarane

Ngaran dhuwur pademangan

Kinoyo bogo gendhing nganti anti

Sinden sigug ayu sapi putih brongsongono

Siro ojo podo leno

Marang apa kang wus rinekso

Mrih ra ilang kertaning projo”

Menurut Pak Barodi (57 tahun) seorang warga dari Dusun Ngaran I,  tembang dandanggula ini menjadi sandi pepeling (pengingat) keberadaaan daerah perdikan bernama Pademangan Ngaran Krajan yang dia terima dari leluhurnya yang merupakan Trah Wongso dan dipercaya sebagai jayabaya (penjaga) Candi Borobudur pada zaman dahulu.

Menurut Pak Barodi, keberadaan penjaga Candi Borobudur diperkirakan sudah dimulai sejak tahun 1799 oleh Eyang Suronegoro dan kemudian dilanjutkan secara turun-temurun, seperti Eyang Honggowongso, Eyang Wongsodinomo, Eyang Wongso Ijoyo, Simbah Wongso Jumeno, Simbah Ali  Maksum, Simbah Kodiyah, Eyang Kerto Pawiro atau simbah wilem, Mbah Embek, dan terakhir oleh Siwo Nitismarto. Sejak Candi Borobudur diresmikan oleh pemerintah, maka sejak itu Trah Wongso sudah tidak menjadi penjaga Candi Borobudur lagi.

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Pak Barodi, 57 tahun, pemerhari budaya desa Borobudur

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *