(Narasi oleh Ahmad Saeful M dan Zulfikar Maulana M)
Narasi
Nanang seorang pemuda berusia 26 tahun dari Dusun Wonojoyo menceritakan bagaimana pengalamannya menggunakan air dari tuk gayam untuk kehidupan kesehariannya, namun itu dahulu, baik itu untuk memasak ataupun mandi dan mencuci. Pasca program pamsimas sudah dimulai dari periode tahun 2012 akhirnya menggunakan air pamsimas untuk kehidupan sehari-hari. Saat ini air di Tuk Gayam telah berkurang kejernihannya, namun tidak dalam arti kotor, saat ini sudah tidak sebening dahulu.
Pohon Gayam
Hal ini dapat dimaklumi karena selepas pohon Gayam roboh sehingga kejernihan air pun berkurang, kabarnya pohon Gayam mampu menyimpan air dengan cukup kuat, pohon yang biasa berada di tempat sumber air. Hal itulah asal mula nama Tuk Gayam, saat ini posisinya tergantikan oleh Pohon Beringin.
“Aku terus terang, Aku duwe banyu ning ngomah selama duwe pam, aku bien duwe sumur ning sumur e sok neyeng”
Selama air belum masuk ke rumah, dulu sempat menggunakan canting untuk membawa air dari Tuk Gayam. Tuk Gayam dulu sering dibersihkan, pasca sudah terlihat blader-nya yang tebal semacam bercampurnya pasir dan tanah maka akan dibersihkan. Sebelum dibersihkan dimintakan izin oleh sang Juru Kunci, semenjak ada air mengalir ke rumah sudah jarang dibersihkan.
Dulu karena dirawat maka airnya bersih. Namun Alhamdulillah hingga saat ini meski tidak dibersihkan semoga tetap diberikan keselamatan. Semisal musim ketigo masih ada orang Kenalan yang mengambil air ke Tuk Gayam. Sekarang sudah mulai banyak orang makmur, dulu menggunakan biteng untuk membawa air.
Jathilan Druju
Simbah dari Nanang, mbah Lanang merupakan juru Kunci dari Tuk Gayam. Namun sayang beliau telah meninggal pada tahun 2019. Beruntung kami dapat menemui istrinya yang sudah berusia lanjut yang Alhamdulillah masih diberi kesehatan hingga saat ini, menurut beliau salah satu aktifitas kebudayaan yang “nyepuhke” di Tuk Gayam merupakan Kesenian Jathilan Druju. Ketika ada tanggapan di daerah sini lalu ada kesenian tidak ngampirke sesajen disitu, ketika kerasukan larinya kesitu.
Kyai Bende & Nyai Pandansari
Pasca Tuk Gayam masih jaya-jaya nya, banyak orang yang membawa sesajen kesitu. Kalau sekarang sudah cawar atau kehilangan aura nya. Terdapat dua penunggu kabarnya yakni Kyai Bende dan Nyai Pandansari. Tuk Gayam sudah ada sejak dahulu, bahkan di daerah Kenalan ada sumber air namun mati, beruntung disini pohonnya satu namun tetap memberi kehidupan.
Gambar
Lokasi
Narasumber
- Nanang, 26 tahun, generasi Muda, Dsusun Wonocoyo,
Relasi Budaya
- Jamasan Kesenian Jatilan Druju