(Narasi oleh Elka Hanna Setia dan Fredy Trifani)
Narasi
Watu Kenteng memiliki lengkungan di bagian tengah layaknya seperti lumpang (alat untuk menumbuk). Watu kenteng ditemukan oleh simbah Bapak Samsudi (80 tahun) petani yang diperkirakan berumur ratusan tahun, karena simbah dari Bapak samsudi meninggal di umur 110 tahun dan sebelum simbah dari Bapak samsudi lahir watu kenteng tersebut sudah ada. Ada yang mengatakan juga bahwa watu kenteng tersebut peninggalan dari Zaman Belanda dan watu kenteng memiliki jodohnya atau 1 pasang dengan istilah 1 laki-laki 1 perempuan dan watu yang laki-laki yang ada di Dusun Gunung Mijil yang prempuan ada di Dusun Pule. Dan ada warga Dusun Pule ingin mengambil watu kenteng untuk dibawa pulang, tetapi beliau diprimpeni atau dihantui diminta untuk mengambilkannya. Cerita dari Bapak Samsudi dulunya daerah watu kenteng sebelum ada irigasi adalah tegalan yang ditanami jagung, kacang jawa, yang digali menggunakan wangkil. Dulunya watu kenteng berada di tengah sawah lalu oleh Simbah dari Bapak Samsudi dipindahkan ke kandang dan diberi lesung untuk menumbuk. Karena simbah dari Bapak Samsudi ingin melebarkan watu lumpang kemudian beliau melebarkan dengan ditatah, tetapi tatah tersebut patah, dan simbah berspekulasi bahwa watu kenteng tidak boleh diotak-atik dan penatahan tidak jadi dilanjutkan.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Mbah Samsudi, 80 tahun, Sesepuh desa, desa Kebonsari