Cerita tentang Watu Putih dan Sekitarnya
(Narasi oleh Salma Salsabila R. dan M. Shodek)
Narasi
Tidak kena hujan
Watu Putih ditemukan pada sekitar tahun 1839. Watu Putih yang dalam bahasa Indonesia berarti batu besar yang berwarna putih, merupakan batuan murni dari alam. Ceritanya dahulu sering turun hujan, akan tetapi ketika di gunung-gunung sebelahnya basah karena air hujan justru batu putih ini sama sekali tidak terkena air hujan dan basah. Konon mulanya batu ini tadinya berwarna hitam, tapi karena lama terkena panas maka berubah warnanya menjadi putih sehingga dinamakan Watu Putih. Bapak Toyib, merupakan cucu dari pelestari Watu Putih ini mengungkapkan pernah ada seseorang yang mencoba membuktikan tentang Watu Putih yang tidak terkena air hujan. Seseorang tersebut kemudian membuktikan dengan cara tidur di atas batu saat hujan turun dan memang benar adanya bahwa Watu Putih ini tidak terkena air hujan.
Goa tanpa nama
Di samping Watu Putih ini terdapat goa yang belum diberi nama. Goa ini menjadi unik karena bisa menjadi jalan tembus ke dusun lainnya. Apabila kita masuk dan menelusuri goa tersebut maka kita dari Watu Putih yang terletak di Dusun Butuh, akan tembus ke dusun atasnya yaitu Dusun Keruk. Pada zaman dahulu goa ini dipercaya digunakan oleh prajurit-prajurit Pangeran Diponegoro sebagai tempat persembunyian saat perang antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda. Mereka bersembunyi di dalam goa ini, dan pergi berpindah ke desa lainnya lewat goa ini. Sekitar Watu Putih yang luas ini juga terdapat banyak hal-hal mistis yang terjadi atau mitos yang tersebar luas di masyarakat.
Monyet sakti
Seperti cerita di sekitar Watu Putih ini tedapat banyak sekali monyet. Menurut pendapat Pak Toyib bahwa monyet-monyet yang ada di sekitar Watu Putih tersebut adalah monyet yang sudah sakti. Sebab terdapat cerita pernah ada seorang pemuda yang naik ke Watu Putih dengan membawa monyet peliharaannya, dia berniat untuk memancing monyet lainnya yang ada di sana untuk dibawa pulang. Akan tetapi sebelum sampai Watu Putih, monyet yang dibawa pemuda tersebut sudah mati terlebih dahulu. Pemuda tersebut pulang kembali dengan penyesalan karena tidak bertanya terlebih dahulu. Pak Arip (57 tahun) juga menambahi, jika monyet yang bisa menaiki Watu Putih merupakan monyet yang sakti dan tidak sembarangan. Konon tidak akan mati juga jika ditembak dengan senapan atau pistol walau berjarak dekat.
Ular gaib
Cerita lain di Watu Putih yaitu tentang ular besar yang hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya. Salah seorang dulu pernah ada yang berpendapat bahwa ular tersebut adalah ular gaib sebagai media pesugihan. Dalam sebuah cerita ada keluarga yang meminta bantuan kepada ular tersebut dan untuk memberikan makanannya, orang tersebut harus menumbalkan tetangganya untuk dijadikan makanan ular tersebut. Hal tersebut diketahui bermula dari cerita masyarakat yang pernah melihat ketika ular besar tersebut lewat di samping rumahnya dan tidak lama salah satu orang yang ada di rumah meninggal dunia.
Gendruwo
Selain adanya ular dan monyet putih, menurut warga setempat yang bisa melihat dan peka dengan hal-hal gaib di dekat Watu Putih juga terdapat Genderuwo, yaitu makhluk halus dengan sosok yang sangat besar, tinggi, mata merah, dan berwarna hitam. Genderuwo ini tidak melihatkan sosoknya kepada semua orang yang melintas, dan makhluk ini biasanya keluar ketika malam hari. Dalam cerita pengalaman Pak Toyib, suatu hari beliau akan mengambil dagangan pada malam hari menggunakan motor melewati Watu Putih. Saat ketika beliau turun dari Dusun Butuh, beliau melihat sosok hitam besar dengan mata merah dan menutupi jalan pulang. Hal tersebut membuat Pak Toyib menghentikan motornya tepat di tikungan Watu Putih, dan sejenak berdiam untuk beberapa saat tanpa melihat sosok tersebut. Beliau hanya berdoa semoga sosok tersebut bisa segera pergi, sehingga Pak Toyib bisa melanjutkan perjalanannya. Hingga beberapa menit kemudian sosok tersebut pergi dan setelahnya Pak Toyib bisa kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumahnya.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Arip, 57 tahun, Desa Majaksingi
- Pak Toyip, Desa Majaksingi