(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)
Narasi
Tradisi dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Sebuah tradisi biasanya dianggap sakral dan jika tidak dilakukan dianggap akan menyebabkan hal-hal yang buruk terjadi. Terkait dengan sebuah tradisi, ada sebuah tradisi jawa yang masih dilakukan masyarakat Desa Karanganyar adalah tentang kelahiran seorang bayi. Ada beberapa urutan tradisi yang dijalankan masyarakat desa karanganyar ketika bayi lahir diantaranya adalah mendem ari-ari, puputan, kekerik, slapanan, dan dundunke.
Mendem Ari-ari
Ibu Satimah (55thn) seorang pengrajin gerabah yang masih produktif di Dusun Klipoh,beliau menjelaskan yang pertama setelah anak lahir yakni tradisi mendem ari-ari atau mengubur plasenta adalah bermaksud untuk menghargai jasa ari-ari karena dianggap sebagai teman bayi sejak dalam kandungan. Ada juga yang berpendapat bahwa ari-ari dalam kandungan itu sebenarnya hanya ada satu, dan ketika ari-ari tersebut di kubur nantinya ari-ari tersebut akan kembali ke kandungan ibu dalam 30 hari. Dalam menguburkan ari-ari tersebut ada tata caranya sendiri, yang pertama adalah ari-ari tersebut dibungkus dengan kain putih dan diletakkan di dalam wadah yang biasanya berupa kendil dan dikubur di dekat rumah, dibuatkan pagar dari bambu dan diberi penerangan berupa lampu minyak selama 30 hari. Dalam proses penguburan ari-ari biasanya juga ada yang mengumandangkan azan jika keluarga tersebut beragama islam. Proses menguburkan ari-ari tersebut biasanya dilakukan oleh sang ayah. Adapun maksud dalam menguburkan ari-ari dibuatkan pagar dan diberi penerangan adalah sebagai harapan agar bayi tersebut dilindungi dan diberikan jalan yang terang semasa hidupnya. Namun selain mendem ari ari ada istilah sedulur papat kalimo pancer. Secara singkat, dalam sejarah Jawa masyarakatnya menggunakan istilah sedulur papat limo pancer untuk menggambarkan bahwa ketika manusia lahir, maka lahir juga lah empat saudara manusia itu. Sedulur papat limo pancer dipercaya sebagai satu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam diri manusia.
Dulur Papat Limo Pancer
Sebelum adi Ari Ari ada kakang kawah atau yang disebut air ketuban adalah air yang membantu manusia untuk lahir ke bumi. Karena air ketuban keluar pertama kali, maka masyarakat Jawa menyebutnya sebagai Kakang, atau yang berarti Kakak. Sedangkan, yang ketiga getih, dalam bahasa Indonesia berarti darah. Yakni, hal yang utama pada ibu dan bayi. Dimana saat berada dalam kandungan, bayi juga dilindungi oleh getih. Kemudian Puser atau pusar berarti tali plasenta. Dalam pengertian ini maksudnya, antara ibu dan bayi dihubungkan dengan tali pusar yang membuat mereka semakin kuat. Selain itu, tali pusar juga lah yang menjaga kelangsungan hidup si bayi karena telah menyalurkan nutrisi dari ibu untuk bayinya saat di dalam kandungan. Yang kelima yakni Pancer bisa disebut juga sebagai tubuh wadah yang berarti diri sendiri. Hal kelima ini merupakan pusat kehidupan yang utama ketika manusia lahir ke bumi. Masyarakat Jawa percaya bahwa sebagai manusia, kita harus menyelaraskan kelima hal itu agar menjadi satu kesatuan yang utuh.
Slametan Weton
Menyambung sedulur papat kalima pancer, dari dulu hingga sekarang warga selalu melakukan Selamatan Weton, dilakukan pada hari kelahiran jawa sang anak. Tujuan nylameti weton adalah ungkapan rasa syukur atas nikmat umur panjang dan kesehatan yang diberikan Allah SWT. Dan, mendoakan kakang kawah adi ari-ari sedulur papat lima pancer. Slametan weton itu wujudnya makanan bubur abang puteh atau bubur merah putih yang diletakan di kasur tempat anak tidur kemudian didoakan oleh orang tua. Bubur berwarna merah, karena dicampur gula Jawa dan bubur berwarna putih, karena beras yang dijadikan bubur tidak diberi pewarna. Makanan bubur siap saji itu dijadikan sebagai bahan sedekah untuk tetangga Selamatan Weton atau slametan weton juga untuk memohon kepada Allah SWT atas nasib kehidupan sang anak. Selamatan Weton dilakukan agar seseorang terhindar dari segala mara bahaya, dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Puputan
Yang kedua adalah Puputan, dalam bahasa indonesia puputan adalah putusnya tali pusar bayi, biasanya terjadi setelah satu minggu dari hari kelahiran bayi. Biasanya puputan ini dibarengi dengan pemberian nama si bayi dan membuat bubur atau jenang merah putih sebagai slametan. Bubur merah putih adalah simbol keberanian dan kesucian yang mana harapannya anak tersebut mempunyai keberanian dalam hal yang baik. Bubur merah putih biasanya juga diberikan kepada warga sekitar sebagai bentuk rasa syukur atas dikaruniai seorang anak.
Slapanan
Yang ke tiga adalah slapanan, tradisi ini dilakukan setelah 35 hari dari hari kelahiran bayi. Pada tradisi slapanan, rambut bayi akan dipotong sampai gundul dan memotong kuku-kuku si bayi. Tujuan utama dari pemotongan rambut dan kuku adalah untuk membersihkan dan menjaga kesehatan kepala si bayi tersebut. Pada tradisi ini biasaya melakukan slametan dengan membuat nasi dengan sayur-sayuran yang dipadukan dengan bumbu kelapa dan biasanya diletakkan di wadah beralaskan daun pisang yang dibawahnya diletakan uang koin atau biasa disebut dengan among-among. Kata Among-among berasal dari kata among atau lebih tepatnya berarti penjaga. Hal itu adalah simbolis untuk rasa berterima kasih terhadap sesuatu yang telah menjaga si bayi tersebut. Yang dimaksud adalah malaikat penjaga utusan dari Allah SWT. Ada juga kebiasaan slapanan bayi di Desa Karanganyar yaitu mengadakan berzanji pada malam harinya yang dihadiri oleh tetangga sekitar. Isi dari berzanji adalah pembacaan syair-syair islam sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. di akhir acara semua orang yang hadir berdiri melingkar kemudian si bayi digendong dibawa mendekat ke orang-orang yang berdiri. Setiap orang yang hadir akan mendoakan bayi tersebut dan kemudian meniup kening bayi secara bergantian.
Dundunke
Yang keempat adalah dundunke, tradisi ini dilakukan setelah 7 bulan dari hari kelahiran dan dilakukan saat pertama kali seorang anak belajar menginjakkan kaki ke tanah. Tradisi ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat anak belajar menginjakkan kaki. Hal pertama yang dilakukan pada tradisi ini adalah menaiki tangga yang terbuat dari tebu. prosesnya anak dituntun oleh orangtua untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu, maksud dari menaiki tangga yang terbuat dari tebu adalah agar seorang anak mempunyai rasa kemantapan hati. Tebu diartikan sebagai gambaran anteping kalbu yang dalam bahasa indonesia adalah kemantapan hati. Kemudian acara selanjutnya dilanjutkan dengan anak tersebut dikurung dengan kurungan ayam dan diletakkan uang, buku atau alat sekolah, dan juga al-quran di dalam kurungan. Hal tersebut bermaksud agar kelak anak tersebut setelah tumbuh dewasa akan pandai dalam hal pendidikan dan agama serta dapat bekerja keras untuk mencari rejeki.
Gambar
Narasumber
- Ibu Satimah (55thn), pengrajin gerabah, dusun Klipoh desa Karanganyar