(Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
Umpak Gapura
Mendung sedang meliputi di Desa Tegalarum. Di sore itu saat kami dan Pak Yasir (50 tahun) selaku ahli waris dan pemilik tanah dari tempat Watu Centeng berada. Ujar pak Yasir, batu tersebut sudah ada di era kerajaan Syailendra. Di era nenek moyang Pak Yasir batu tersebut sudah terlihat, diyakini batu tersebut adalah umpak gapura. Ada 4 batu, tetapi dari pengakuan Pak yasir, beliau bercerita bahwa hanya ada 3 umpak yang satunya tidak diketahui keberadaannya. Terdapat batu lainnya seperti batu berbentuk tiang dengan lebar sekitar 50-80 cm dengan tinggi 125 cm. Banyak masyarakat yang mempercayai batu itu disebut centeng, karena ada yang menyebut Lingga dan Yoni ada yang berpendapat bahwa batu tersebut adalah umpak. Ciri dari batu umpak tersebut berbentuk lonjong dengan ketinggian 115 cm. keliling lingkaran 67 cm. Diameter 40 cm. Lebar persegi lubang 15 cm dengan kedalaman 18 cm
Kesurupan & sakit
Pak Yasir bercerita pernah ada kejadian batu centeng dipindahkan ke tempat lain di waktu sore. Pada pagi harinya, batu tersebut berpindah ke tempat semula. Ada seseorang yang pernah menggeser batu tersebut, akhirnya orang tersebut kesurupan dan sakit. Setelah sembuh, seseorang itu kembali dan meminta maaf kepada penunggu batu tersebut. Ayahanda Pak Yasir pernah bercerita dikala ada seseorang yang sedang mencangkul di samping lokasi batu tersebut, ada seorang warga yang sedang mencari daun awar awar. Tidak ada yang mengetahui tujuannya, dan tiba-tiba orang tersebut terkejut disekitar batu itu dipenuhi ular berwarna hitam yang sangat banyak dan besar. Orang tersebut berlari dan berteriak minta tolong. Tidak sengaja berpapasan dengan ayahanda Pak Yasir yang sedang mencangkul tidak jauh dari lokasi batu tersebut. Ayahanda Pak Yasir lantas menemani orang tersebut untuk melihat kembali dan tiba-tiba ular tersebut sudah tidak ada. Jadi kepercayaan masyarakat di Dusun Kedungringit, batu tersebut sangat sakral dan angker. Batu tersebut diketahui balai konservasi kurang lebih sejak tahun 1989 dan ditahun 2017 mulai didampingi oleh balai konservasi dan mendapatkan uang pemeliharaan. Untuk keakuratan data terkait batu, ukuran dan sejarah ada di Balai Konservasi Borobudur.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Yasir, 50 tahun, Pemerhati budaya, Dusun Kedungrengit Desa Tegalarum