(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)

Narasi

Layaknya sebuah negara, suatu kerajaan tentunya juga memiliki armada kekuatan tempur. Dibentuknya suatu kekuatan militer tak lain bertujuan untuk mempertahankan kerajaan dari serangan lawan maupun untuk memperluas kekuasaan dengan melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah sekitar. Keraton Yogya sebagai kerajaan yang masih bertahan di tanah air ini juga memiliki kekuatan militer yang cukup disegani. Bregada adalah prajurit Keraton Yogyakarta yang menjadi simbol kewibawaan dan kedaulatan. Saat Kraton jogja menguasai tanah Mataram, pasukan atau bregada tersebut memang dipergunakan untuk berperang mengangkat senjata, namun kini prajurit tempur ini berubah fungsi dan dijadikan sebagai simbol budaya.

Begitu juga yang dikembangkan warga Desa Karanganyar, yakni Bregada Renggo Pertolo, renggo artinya penjaga, pertolo berarti bumi, renggo pertolo adalah sang penjaga bumi Karanganyar. Tujuannya sebagai salah satu seni budaya yang dimiliki desa karanganyar sekaligus ikon prajuritnya Desa Karanganyar. Bregada ini belum terbentuk lama, yakni baru terbentuk saat Bapak Lurah mengutus Bapak Markoni pada tahun 2016, saat itu lurah yang memimpin adalah Bapak Windarmoko, dibentuk untuk meramaikan festival gerabah I (dinamakan festival gerabah karena ikon Desa Karanganyar adalah gerabah yang menjadi penghasilan utama sebagian warga Karanganyar) dengan seni budaya prajurit, festival gerabah I ini diselenggarakan pada tanggal 22 – 23 Oktober tahun 2016.

Kemudian dengan segera Bapak Markoni meminta izin sing mbaurekso ( yang berkuasa atau penunggu desa) secara spiritual untuk membentuk bregada Karanganyar, ketika meminta izin secara spiritual kepada sing mbaurekso, Bapak Koni menyampaikan “kulo nopo nopo nyambate ya karo seng njogo bumi kene lan belaui seng nyaranke nama bregada renggo pertolo“  artinya “ saya minta tolong apapun ya dengan penjaga bumi Karanganyar, dan yang menjaga bumi itu menyarankan nama Bregada Renggo Pertolo” setelah diberi ijin, segeralah Bapak Markoni mengumpulkan pemuda dan dari situlah penamaan Renggo pertolo diambil, yakni dari sing mbaurekso Desa Karanganyar atau sang penjaga buminya Desa Karanganyar.

Setelah warga antusias maka pelatihan bregada dilaksanakan oleh pemuda desa dan dipimpin langsung oleh Bapak koni sebagai pengajar. Beliau menerangkan kalau selama ini belum pernah berlatih terkait bregada termasuk gerakannya hanya berkaca dan merasa kagum dengan bregada Keraton Yogyakarta, namun gerakan pada saat latihan itu secara kontan seperti dibantu oleh sing mbaurekso dan pemuda pemudi juga merasakan atmosfer keprajuritan saat mengikuti latihan,seperti gagah berani menjaga nusantara. Hingga pada tanggal 18 desember 2016, Bregada Rengga Pertolo mengikuti lomba prajurit bregodo bertajuk Borobudur Cultural Feast yang diadakan di depan pintu masuk Candi Borobudur dan berhasil menyabet juara 3 dari seluruh desa yang ada di wilayah Kecamatan Borobudur. Terakhir kali Bregada Renggo Pertolo tampil yakni saat diadakan Festival Gerabah ke 2, sebagai garda terdepan saat arak arak festival dan membawa gunungan gerabah sebagai lambang kemakmuran sekaligus daya tarik utama. Namun hingga saat ini Bregada Renggo Pertolo sudah redup, kini tersisa kostum dan cerita saja, Bapak Koni menyebutkan walau kegiatan latihan bregada sudah tidak ada tapi jiwa jiwa prajurit masih terus berkobar hingga saat ini, tercermin dari para pemuda pemudi saling bergotong royong dan menjaga kerukunan Desa Karanganyar. Tidak menutup kemungkinan saat nantinya diadakan festival gerabah yang selanjutnya, Bregada Renggo Pertolo siap kembali menjadi garda terdepan sebagai penjaga bumi Desa Karanganyar

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Bapak Markoni, pelaku budaya, desa Karanganyar

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...