(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)

Narasi

Jembatan Bonjok

Menurut Bapak Kasno (63 tahun), di aliran Sungai Tangsi sebelah barat laut ada jembatan yang namanya Jembatan Bonjok. Setiap hari jumat pahing, banyak orang melintas dan membuang kembang guna amit-amit (meminta izin) dengan penunggunya. Penunggu yang dimaksud yaitu danyang, semacam makhluk halus yang sering meminta tumbal, maka di situ sering terjadi kecelakaan maut sampai mati.

Istana Gaib

Menurut cerita seseorang bernama alm Bapak Cholil, dahulu  pernah bertamu  di tempat itu beliau melihat istana atau rumah besar. Beliau kemudian masuk meminta makan dan uang saku untuk menonton pertunjukan, di sana beliau juga diberi uang saku dan disuruh makan dulu. Orang yang memberi uang saku tadi berpesan, kalau nonton jangan sampai terlalu malam. Menurut rakyat sekitar, jika ada kecelakaan dan orang mati di situ karena danyang nya meminta teman atau tumbal. Setelah orang mati di situ, bisa diartikan menjadi penduduk danyang. Di tempat tersebut, pada malam tertentu juga sering terdengar pertunjukan wayang atau karawitan.

Kedung Tretes

Selain itu aliran Sungai Tangsi, yang begitu indah dan aliran air tidak begitu deras terdapat sebuah kedung disebut tretes. Tempat ini menjadi favorit bagi para pemancing untuk mendapatkan ikan yang diharapkan. Para pemancing biasa mendapatkan ikan hanya 1 atau 2 tidak terlalu banyak, tetapi bagi orang tertentu yang tau ada yang mbaurekso mereka akan meminta izin untuk meminta ikan, maka mbaureksoakan membukakan jalan dimana tempat ikan berkumpul atau mereka akan diberikan, jadi orang bisa mendapatkan ikan lebih banyak sesuai yang diinginkan. Nama mbaurekso adalah Mbah Juremi, ada keturunan anak cucunya yang sering menyelam dan minta ikan disitu, seperti Bapak Mufid dari Dusun Karangjati. Bapak Mufid ini selain pintar menyelam dia juga bisa berkomunikasi dengan mbaurekso, keahlian beliau sering digunakan menolong orang lain contohnya menyelam di sumur untuk mengambilkan barang yang jatuh di dalamnya.

Tumbal

Tempat tretes ini juga sering meminta tumbal atau banyak orang yang mati contohnya anak kecil dari dusun lain dari Dusun Kiyudan berjarak sekitar 1 km berumur sekitar 10 tahun yang tidak pernah mandi ke sungai tersebut, suatu saat beliau mengajak temannya untuk mandi di sungai lalu tenggelam dan meninggal. Pada tahun 1994, suatu sore ada 2 orang dari Jogja yang mau mancing di tempat itu, tiba-tiba setelah isya ada temannya ke masjid untuk meminta tolong bahwa temannya sakit keras dan dia minta tolong orang banyak untuk mengangkut orang tersebut. Pada akhirnya orang yang sakit tersebut meninggal di dekat  sungai.

Kali Curi

Di Kali Curi terdapat penunggu bernama Mbah Parjan yang menjaga sebuah kolam kecil di pinggir sawah Dusun Srigentan. Sekitar kolam tersebut juga dianggap wingit (angker), sebab menurut kepercayaan kadang-kadang terdapat ular besar dan lokasinya yang dianggap sebagai rumah atau istana para siluman ikan khususnya ikan lele. Disini ada danyang yang disebut Lele Truno yaitu seekor lele yang tidak ada dagingnya cuma kelihatan kepala dan tulangnya. Lele Truno ini sebagai pemimpin para lele-lele yang lain, jika dia berjalan maka akan diikuti di belakangnya dengan cara lele itu menggigit ekor lele yang di depannya. Jadi kalau LeLe Truno ini sampai ditangkap orang maka dia minta dikembalikan, kalau tidak biasanya orang nya akan sakit atau meninggal. Kalau kita mau meminta ikan lele ini ke yang mbaurekso dia akan menyuruh rombongan lele ini keluar dipimpin oleh Lele Truno kemudian kita memotong rombongan lele itu di belakangnya lele Truno. Yang sering meminta biasanya dari keluarga yang mbaurekso yang bernama Mbah Minto.

Pantangan Angsa

Kemudian di sebuah desa yang tua, di tengah nya ada danau purba. Menurut penuturan Bapak Dahlan, Bapak Gujiadi, dan Bapak Dakelan, bahwa Desa Wringinputih ini tidak diperbolehkan memelihara banyak (angsa) bahkan gambar atau motif tidak boleh, kalau ada yang memelihara membawa gambar akan celaka atau sakit bahkan meninggal. Ada suatu kejadian yang cukup menarik terkait pantangan angsa ini, ada serombongan pekerja yang sedang membakar sejumlah batu bata yang tertata rapi dan kuat. Pembakaran batu bata ini membutuhkan waktu satu malam, disaat mereka lapar dan membutuhkan makan, mereka mencari lauk dan kemana-mana tidak ada satupun yang ditemui. Akhirnya mereka sepakat untuk menemukan seekor grati (persilangan angsa dan mentok) untuk dijadikan lauk makan malam. Ketika baru saja sampai, tiba-tiba batu bata yang sedang dibakar runtuh. Akhirnya sebagian besar batu bata menjadi rusak. Hewan grati yang hendak disembelih akhirnya dikembalikan kepada penjual. Akhirnya setiap ada penjual kain ataupun lukisan yang bermotif angsa tidak diperbolehkan masuk.

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Bapak Kasno, 63 tahun, Sesepuh desa, Desa Wringinputih

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...