(Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
“Innalillahi wainnailaihi rojiun, innalillahi wainnailaihi rojiun, innalillahi wainnailaihi rojiun. Ngaturi pirso dumateng masyarakat Dusun …., bilih …. kapundut wonten ngarsanipun Gusti Allah Ta’ala kirang langkung tabuh 09.00, kulo ambali sepindah maleh, ngaturi pirso dumateng masyarakat Dusun …., bilih …. kapundut wonten ngarsanipun Gusti Allah Ta’ala kirang langkung tabuh 09.00”.
Ketika suara toa masjid atau mushola telah berkumandang, masyarakat akan otomatis terbagi menjadi dua, dimana satu rombongan akan ke tempat pemakaman untuk menggali makam dan rombongan kedua akan ke rumah duka untuk mencukupi kebutuhan yang ada di rumah, seperti tenda dan ubarampe lainnya.
Prosesi pemakaman
Bapak Mucholil Kaum Dusun Susukan, Desa Tegalarum mengatakan jika prosesi pemakaman pertama kali yang dilakukan adalah memandikan jenazah, diwudhuni, setelah itu dikafani. Dalam hal mensucikan jenazah, yang terlibat dalam prosesi tersebut biasanya keluarga yang didampingi oleh Mbah Kaum. Hal tersebut dikarenakan biasanya pihak keluarga takut jika ada salah-salah dalam hal mensucikan, sehingga Mbah Kaum membantu dalam memberikan arahan atau petunjuk bagaimana cara yang benar untuk mensucikan, wudhu, dan mengkafani. Tidak berhenti disitu saja, proses selanjutnya adalah mensholatkan. Dimana pihak keluarga biasanya mensholatkan di rumah. Jika sudah disholatkan di rumah, jenazah di bawa ke masjid atau mushola terdekat untuk disholatkan secara umum oleh masyarakat sekitar sambil menunggu informasi dari rombongan 1 yang ada di pemakaman. Ketika tempat pemakaman telah selesai, maka jenazah segera dibawa ke makam untuk dikuburkan.
Surtanah
Setelah prosesi pemakaman selesai, malamnya sekitar bakdo magrib atau isya, masyarakat yang membantu membuatkan makam berkumpul di rumah duka untuk acara tahlilan atau yang biasa disebut dengan surtanah. Setelah acara surtanah selesai, warga yang hadir kemudian makan bersama dengan ingkung dan sepulangnya dibawakan berkat bersisi nasi, sayur dan ingkung yang telah disuwiri. Tradisi setiap ada orang meninggal di Desa Tegalarum, pada malam hari setelah tahlilan surtanah biasanya diadakan tahlilan yang dimulai pada hari 1 (surtanah) sampai hari ke 7. Untuk acara setiap harinya tetap sama, pada intinya yaitu tahlilan. Hanya saja perbedaannya pada hari ke 3 (telung dino) dan hari ke 7 (mitung dino). Perbedaan terletak pada makanan yang disuguhkan. Saat telung dino atau mitung dino biasanya ada makan besar (nasi) yang disuguhkan ke masyarakat yang hadir. Sedangkan untuk hari ke 2, 4, 5 dan 6 makanan ringan atau snack. Untuk mitung dino, di beberapa rumah duka juga ada mauidhoh hasanah yang disampaikan oleh ustadz atau kyai setempat. Ketika pulang, hadirin diberikan berkat yang berisi uang, beras, mie, telur dsb sebagai apresiasai kedatangan oleh keluarga duka.
40 sampai Haul
Setelah tahlilan selesai di hari ke 7, selanjutnya ada acara peringatan patang puluh (40 hari). Kemudian ada acara peringatan nyatus (100 hari). Tidak berhenti disitu saja, peringatan selanjutnya yaitu mendak pertama. Dimana mendak pertama merupakan hari atau pasaran tahun pertama. Kemudian peringatan mendak kedua berarti ada di tahun kedua kematian. Setelah dua tahun tersebut, ada peringatan yang bernama nyewu (1.000 hari). Setelah nyewu untuk prosesi tahlilan selanjutnya disebut haul. “Ada sebuah hadist yang berbunyi : Barangsiapa yang bersedekah untuk si mayit. Apabila dia bersedekah di hari pertama maka sedekah tersebut akan mencukupi sampai 3 hari. Barangsiapa yang bersedekah pada hari ke 3 maka itu akan mencukupi sampai hari ke 7. Barangsiapa yang bersedekah di hari ke 7 maka itu akan mencukupi untuk si mayit sampai hari ke 40. Barangsiapa yang bersedekah di hari ke 40, maka akan mencukupi sampai hari ke 100. Ketika sedekah di hari ke 100 maka akan mencukupi untuk 1 tahun, begitu seterusnya hingga nyewu dan haul” jelas Bapak Cholil.
Mbah Kaum
Mbah Naib lahir di Magelang, 23 Desember 1951 yang sekarang beralamat di Dusun Susukan, RT 03/RW 02, Desa Tegalarum menjelaskan bahwa Sebelum memulai membuat liang lahat untuk jenazah yang baru meninggal, biasanya membaca fatihah terlebih dahulu. Di Dusun Susukan, Desa Tegalarum terdapat 2 makam yaitu makam kulon dan makam wetan. Makam yang pertama kali ada di Dusun Susukan yaitu makam wetan. Diantara kedua makam tersebut, terkait siapa saja yang boleh dimakamkan di makam kulon atau wetan tidak ada bedanya. Tergantung pihak keluarga, jika ada keluarga yang dimakamkan di makam wetan, jenazah yang baru meninggal akan dimakamkan di makam wetan, begitu juga sebaliknya.
Lebar Makam
Terdapat 2 jenis makam di Dusun Susukan yaitu trucukan dan gladakan, beda antara kedua jenis makam tersebut antara lain untuk jenis trucukan model miring sedangkan gladakan model jejeg atau datar. Untuk sekarang jenis yang banyak digunakan yaitu jenis gladakan. Tinggi makam yang dibuat yaitu sak dedek sak pengawe. Lebar dan panjang makam disesuaikan jenazah, biasanya untuk lebar makam sekitar 1 m, dan panjangnya sekitar 1,5 – 2 m. Di Dusun Prembulan pernah ada cerita janggal berkaitan dengan pemakaman, karena jenazah tersebut dikenal sebagai orang yang kurang baik semasa hidupnya, ketika dimakamkan jenazah tidak bisa dimasukkan ke liang lahat karena ukurannya tidak sesuai, padahal sudah diukur sebelumnya.
Gambar
Narasumber
- Mbah Naib, 70 tahun, Sesepuh desa, Kaum/tokoh agama, Dusun Susukan Desa Tegalarum