(Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
“Ndherek Mangayubagyo lan Sugeng Polokromo”
Kalimat diatas merupakan contoh ucapan singkat ketika menghadiri prosesi pernikahan. Sebelum proses pernikahan berlangsung terjadi proses lamaran. Lamaran tersebut mempertemukan keluarga kedua belah pihak calon temanten (pengantin) untuk membahas sebuah kesepakatan. Seiring berkembangnya zaman, prosesi lamaran seakan suatu formalitas saja karena biasanya sebelum melangsungkan lamaran, masing- masing calon sudah berhubungan baik dan memiliki kesepakatan sebelumnya. Prosesi lamaran dilaksanakan dengan calon pengantin laki-laki datang kerumah calon pengantin perempuan dengan membawa kedua orang tua, dan dari pihak calon pengantin perempuan disaksikan oleh orang tua, tokoh masyarakat dan tetangga sekitar guna membahas kapan, dimana, dan bagaimana acara pernikahan itu berlangsung.
Hari baik
Bapak Mucholil selaku mbah kaum Dusun Susukan, Desa Tegalarum mengatakan tanggal pernikahan ditentukan oleh pihak calon pengantin putri karena akad biasa dilangsungkan di rumah mempelai putri dengan mencari hari baik yang ada di desa setempat dan tetap mempertimbangkan persetujuan dari pihak calon pengantin laki-laki. Sudah menjadi keyakinan oleh masyarakat Desa Tegalarum pada hari-hari jawa (pon, wage, kliwon, pahing, legi) yang dianggap tidak baik untuk melaksanakan pernikahan yaitu saat wage. Selain itu, masyarakat juga mempercayai bahwa hari-hari kematian keluarga dan bulan muharram tidak diperkenankan melaksanakan pernikahan karena merupakan hari berkabung, sehingga dianggap tidak baik untuk melaksanakan suatu acara yang bersifat senang-senang seperti pernikahan, khitan dsb. “Persisnya saya tidak mengetahui kenapa ketika wage tidak diperkenankan untuk mengadakan acara yang bersifat kesenangan. Namun secara turun temurun orang tua telah berpesan kepada anaknya dan pada prinsipnya sang anak nurut dengan orang tua untuk tidak mengadakan hajat di hari tersebut. Sudah sering terjadi jika memaksakan mengadakan kegiatan ketika wage, akan berakibat fatal. Misalnya ketika membangun rumah di hari itu tidak lama kemudian akan tertimpa musibah” jelas Bapak Cholil selaku Bapak Kaum di Dusun Susukan, Desa Tegalarum.
Akad nikah
Ketika sudah disepakati waktu untuk diadakan pernikahan, acara di awali dengan akad nikah oleh petugas KUA yang datang. Akad biasa dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 – 09.00 WIB. Sebelum para undangan datang, kedua mempelai melaksanakan akad yang hanya dihadiri oleh keluarga perempuan dan perwakilan keluarga laki-laki. Setelah resmi menjadi suami istri, acara berlanjut dengan resepsi pernikahan yang dihadiri oleh kerabat, sanak saudara, tetangga dan warga sekitar. Acara resepsi dilaksanakan sekitar pukul 09.00 WIB dengan rangkaian kegiatan antara lain pembukaan, pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sambutan tuan rumah yang diwakili oleh orang tua atau keluarga. Acara yang keempat longtinampen. Longtinampen yaitu atur pasrah oleh pihak laki-laki, kemudian dari pihak perempuan menanggapi yang disampaikan oleh juru bicara dari pihak laki-laki (penompo). Acara resepsi ditutup dengan ular-ular, yaitu tausiyah oleh kyai setempat yang ditujukan untuk kedua mempelai.
Boyongan
Terkait adat istiadat jawa seperti baju yang digunakan oleh sepasang pengantin sekarang sudah banyak modifikasi dengan mengikuti perkembangan zaman. Prosesi pernikahan adat seperti kacar kucur, lempar sirih, ngidak endhog dan lain sebagainya mulai ditinggalkan atau sudah banyak yang tidak menggunakan prosesi itu. “Untuk sekarang tradisi-tradisi sudah mulai berkurang atau ditinggalkan karena memang faktor keadaan, serta sarana dan prasarana yang sudah mulai sulit ditemukan”, ucap Bapak Cholil. Selesainya akad dan resepsi pernikahan, acara dilanjutkan boyongan. Namun acara tersebut bersifat kondisional. “Misal lokasinya dekat atau dalam lingkup satu kabupaten, setelah acara resepsi di mempelai perempuan selesai, siangnya langsung boyong ke mempelai laki-laki. Tetapi kalau untuk luar kota, misalnya di Purworejo atau Banjarnegara membutuhkan hari selanjutnya setelah nikah atau yang biasa disebut dengan sepasar” jelas Bapak Cholil.
Gambar
Narasumber
- Bapak Mucholil, Mbah kaum/tokoh agama, Sesepuh desa, Dusun Susukan Desa Tegalarum