SEJARAH KESENIAN JATILAN KUDA LUMPING SEKARDIYU

(Narasi oleh Rangga Tsalisul A. dan Loh Sari Larasati)

Narasi

Selasa, 7 September 2021, saya kembali menyusuri salah satu dusun di Desa Wanurejo yaitu Dusun Tingal Wetan. Selain terkenal dengan cerita Masjid Tiban, Dusun Tingal Wetan juga memiliki kehidupan budaya yang bergerak dalam seni tradisional tari, yaitu Kesenian Tradisional Jatilan Kuda Lumping Sekardiyu. Bertemulah hari ini saya bersama wakil ketua kesenian yaitu beliau Bapak Mundhori.  Dikesempatan ini saya bertanya dan bercerita dengan beliau mengenai sejarah terciptanya kesenian ini. Sebelum bercerita, beliau memberikan suguhan secangkir teh manis yang membuat suasana menjadi lebih rileks bagi saya.

Babad P. Diponegoro

“Kesenian ini diambil dari Babat Perang Diponegoro mas. Dulu menurut shahibul hikayah Perang Diponegoro sekitar tahun 1825-1830, prajurit-prajurit telik sandi atau mata-mata yang berasal dari sekitar Pegunungan Menoreh megadakan latihan perang dan bela diri dengan berbagai cara. Kegiatan itu dilakukan sebagai persiapan sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pangeran Diponegoro mengusir Belanda dari Tanah Jawa.”

“Maksudnya berbagai cara itu gimana nggih Pak?”

“Jadi saat latihan ini diperlukan kamufase agar tidak dicungai musuh. Dalam latihan perang saat itu tidak menunggang kuda beneran tetapi dikemas dengan kuda yang dibuat dari bambu/kepang dengan musik tradisional seadanya.”

“Jadi Pak, untuk Kesenian ini sudah ada di Dusun Tingal Wetan tahun berapa nggih?”

“Jadi gini mas, yang tadi itu merupakan cikal bakal asal mula tarian Jatilan Kuda Lumping Tingal Wetan. Kesenian ini mulai dilestarikan dan ditata rapi setelah perang Kemerdekaan Berakhir yaitu sekitar tahun 1952. Kesenian ini kemudian  diberi nama Paguyuban Kesenian Jathilan Kuda Lumping Sekardiyu.”

“Dingapunten Pak, makna dari nama Sekardiyu itu apa nggih?”

Sekar dan Diyu

“Nama Sekardiyu berasal dari kata Sekar dan Diyu. Sekar itu berarti Bunga yang memiliki makna lambang ksatria, kebaikan, dan kebenaran ditunjukan dengan warna dan motif pakaian yang gagah menunjukan seorang ksatria yang berpedoman tinggi dan teguh terhadap pemimpinnya. Diyu berarti Raksasa memiliki makna sebagai lambang kejahatan, kejelekan, dan angkara murka. Pepatah Jawa mengatakan ‘Surodiro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti’ yang artinya segala bentuk angkara murka dapat ditaklukkan atau dikalahkan oleh kebenaran. Oleh karena itu, pemberian nama sekardiyu memiliki makna bahwa seorang ksatria itu memiliki sifat kebenaran dan kebaikan dengan melawan kejahatan demi kehdupan yang aman dan tentram,” Pak Mundhori menjelaskan dengan gamblang asal muasal nama kesenian ini.

Obrolan kami semakin dalam. Saya yang semulanya tahu kesenian jathilan hanya berupa tarian dengan kuda lumping dan musik tradisional, kini menjadi lebih memahami ternyata memiliki cerita, sejarah dan makna yang dalam bagi para pelaku seni. Saya pun semakin penasaran dengan Kesenian Jathilan Kuda Sekardiyu ini. Sembari menyeruput seduhan teh manis buatan Pak Mundhori, kami pun melanjutkan obrolan.

Iringan Gamelan

“Pak untuk gamelan yang digunakan nopo mawon nggih?

“Gamelan yang digunakan untuk Jathilan ada demung, saron, bende, kendang, dan gong. Nah, latihan tari ini dilakukan setiap malam minggu dan kisaran umur penari diantara 20-30 Tahun. Untuk Jumlah pemainnya yang nari itu kurng lebih 30 Orang dan untuk pemain musik ada 8 orang mas.”

“Pak maturnuwun penjelasanipun, kulo saget sinau kathah kalian kesenian meniko.”

Setelah itu, kami melanjutkan obrolan-obrolan ringan. Kami jadi begitu akrab meski memiliki perbedaan usia yang cukup jauh. Beliau merasa senang ada anak muda yang mau tahu cerita dibalik sebuah kesenian, sebab beliau merasa bahwa nilai-nilai kehidupan dari kesenian ini harus disampaikan juga dengan cara lain seperti obrolan yang kami lakukan. Dari kesenian ini saya juga menjadi belajar bahwa ternyata sebuah kesenian tidak hanya berupa tontonan atau hiburan, melainkan memiliki cerita yang bisa mengilhami kehidupan. Saya merasa beruntung mendapatkan cerita ini.

 

 

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Bapak Mundhori, 47 tahun, pelaku budaya, wakil kelompok Seni Jathilan Sekardiyu, dusun Tingal Wetan, desa Wanurejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...