(Narasi oleh: Andy Anssah dan Vinanda Febriani)

Narasi

Kali Seleri, begitu masyarakat menyebutnya. Sebuah sungai kecil di tepi Selatan dusun Kurahan Desa Karangrejo, yang airnya tidak pernah jernih. kali ini didirikan oleh warga Dusun sejak 1 Juni 1984. Ada beberapa versi penuturan tentang awal mula nama Seleri ini digunakan. Menurut Pak Romdhani (59) warga desa, Seleri diambil dari kata se dan leri, seperti leri. Leri bisa diartikan sebagai air bekas cuci beras. Warna airnya tidak jernih, melainkan agak bercampur dengan warna putih, orang jawa menyebutnya buthek. Ada juga yang memberi istilah Seleri diambil dari sebuah nama tumbuhan yang hidup di sekitar kali, yang saat ini pohon tersebut telah punah.

Kali ini diapit oleh lahan persawahan yang membentang luas, sejuk, dan hijau. Bangunannya terdiri dari dua petak, satu petak untuk pemandian perempuan, satu lainnya untuk laki-laki.

Tempatnya yang berada di bawah pohon beringin tua dan dikelilingi persawahan, memberi kesan kesejukan tersendiri. Meskipun jika larut malam, kali ini memunculkan kesan angker karena persis berada di bawah pohon beringin. Dahulu kala, warga dusun percaya bahwa kali ini bernilai sakral. Mereka meletakkan sesajen, baik berupa menyan ataupun kembang setaman di bawah pohon beringin. Namun, seiring berjalannya waktu, ritual tersebut telah banyak ditinggalkan karena berbagai alasan mendasar.

Hanya berjarak sekian langkah dari kali, terdapat sebuah tuk atau sumber mata air yang konon tak pernah kering. Airnya sangat jernih dan sering digunakan masyarakat untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Mereka mengambil air di tuk ini, mereka sebut dengan istilah ngangsu yang berarti mengambil air langsung dari sumbernya kemudian ditampung menggunakan sebuah wadah sederhana, lalu dibawa pulang. Dahulu kala warga ngangsu menggunakan satu atau lebih klenthing yang terbuat dari tanah liat, atau menggunakan bumbung yang terbuat dari bambu. Namun, seiring perkembangan zaman, kini warga mengambil air menggunakan ember atau gembes karena dirasa lebih ringan dan mampu menampung lebih banyak air. Hingga saat ini, Tuk Seleri menjadi andalan masyarakat Dusun Kurahan di saat musim kemarau tiba.

Mbah Munjariyah (80) mengatakan, masyarakat paling sering beraktivitas ke Kali pada musim kemarau, karena sumur di rumah warga debit airnya berkurang. Terkadang, warga sampai harus mengantri ngangsu maupun mandi di kali tersebut. Mbah Munjariah sendiri sudah beraktifitas di Kali Seleri sejak masih kecil. Dahulu, beliau sering ke Kali bersama dengan teman-temannya menghabiskan sore hari sambil bermain-main di sekitar Kali sebelum mandi. Meskipun sekarang sebagian masyarakat sudah menggunakan PAM, namun Kali Seleri tetap tak pernah sepi.

Kali ini menjadi sebuah penghidupan nyata yang ada di tengah masyarakat. Tidak ada yang memungkiri kenyataan tersebut. Selain untuk pemandian, air di Kali Seleri juga sering digunakan warga untuk irigasi sawah di sekitarnya. Sayangnya, saat tim penulis berkunjung, sawah di sekitar Kali sudah kering dan padi sudah dipanen karena telah memasuki musim kemarau.

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Mbah Munjariyah, 80 tahun, sesepuh desa Karangrejo
  • Pak Romdhani, 59 tahun, sesepuh desa Karangrejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...