(Narasi oleh Salma Salsabila R dan M. Shodek)
Narasi
Menurut Bapak Saman di Desa Majaksingi pada sekitar tahun 1930-an terdapat salah satu keluarga yang pada zamannya disebut dengan keluarga ningrat. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga Mbah Wardoyo atau Mbah Kaji, karena menjadi satu-satunya orang di desa tersebut yang berhasil menunaikan ibadah haji. Sebagai terpandang dan kaya pada masa nya, keluarga Mbah Wardoyo memiliki tanah yang tersebar dimana-mana. Salah satunya tanah yang kini terdapat Kali Sumur.
Ngetuk
Kali Sumur ditemukan sekitar tahun 1950-an, pasca Indonesia merdeka. Sebelumnya, Kali Sumur itu tidak ada dan hanya berupa lahan kosong biasa seperti kebun. Hingga kemudian terjadi hujan beberapa hari dan pada akhirnya memunculkan kali tersebut yang sempat dikira hanya sebagai genangan. Hingga rupanya genangan justru tidak kunjung habis dan malah bertambah banyak meski sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari termasuk untuk pertanian. Kemudian genangan ini diberi nama Kali Sumur didasarkan pada bentuknya yang bulat seperti sumur dan air yang digunakan bertambah dari bawah secara terus menerus namun tak kunjung habis atau ngetuk.
Pengobatan penyakit gatal gatal
Menurut Ibu Fitri, seorang warga sekitar mengatakan bahwa Kali Sumur di masa sekarang tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari tapi juga digunakan sebagai tempat ritual. Hal tersebut diyakini, berkaitan dengan latar Mbah Wardoyo sebagai orang yang ahli dalam pengobatan tradisional. Bahkan masyarakat meyakini air dari Kali Sumur dapat menjadi obat untuk penyakit gatal-gatal. Sehingga membuat kali menjadi dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Gambar
Lokasi
Majaksingi, Magelang, Central Java, 56553, Indonesia
Narasumber
- Ibu Fitria, pemerhati budaya desa Majaksingi
- Bapak Saman, pemerhati budaya desa Majaksingi