(oleh Mifti Anjani dan Erwanudin)
Narasi
Desa Kenalan yang masih sangat asri dan masih terjaga alamnya. Semalam, dengan di disambut angin malam nan sepoi. Bintang kecil gemerlap menghiasi gelapnya langit malam. Rembulan sedang tidak menampakan dirinya, bersembunyi di balik awan. Setelah makan malam ku putuskan beranjak dari rumah, pergi menemui seorang sepuh desa berusia sekitar 50 an tahun yaitu Pak Kusnan dan Ibu Srinem dari Dusun Nalan II.
Malam tadi begitu sunyi, tak banyak orang-orang berkegiatan di luar rumah. Memang sering seperti ini, pada jam 20.00 desa sudah sunyi, dan akan bergeliat lagi pada dini hari. Ku mantapkan hati untuk sowan kepada beliau. Beruntung saat sampai di rumahnya beliau belum tidur, masih menimang-nimang persiapan kegiatan esok harinya.
“kulonuwun mbah, kok dereng sare niki” ucapku memasuki pelataran rumahnya
“meh golek nopo? Kok mbengi-mbengi? Tumben?” langsung disahutnya.
“ajeng ngrusuhi,hehehe”
Singkat cerita, ku sampaikan niatan ku berkunjung ke rumah beliau malam tadi. Ada beberapa orang yang turut bergabung bersamaku bercengkrama menikmati malam ditemani beberapa camilan tentunya.
Kerjernihan air
Kali wungu, yang terletak di tengah desa kenalan, merupakan salah satu sumber air bersih yang diambil manfaatnya oleh masyarakat. Airnya sangat jernih, meskipun volume airnya tidak terlalu banyak tetapi dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Saking jernihnya, air tersebut bahkan bisa sebanding dengan air mineral AQUA, tutur narasumber. Diminum langsung dari toknya (mata air) juga tidak apa-apa.
Padusan
Dua tahun lalu mata air ini menjadi sumber air bersih utama yang digunakan masyarakat desa kenalan, tiap-tiap musim kemarau datang masyarakat akan antri mengambil air untuk kebutuhan pokok di rumah. Selain itu juga ketika memasuki moment-moment tertu seperti ketika akan puasa, padusan, menjelang lebaran, dll.
“lha menawi ceritane riyen kok njuk onten sumber teng mriku pripon?” selaku diantara obrolan
“wah nek cerita lengkape kurang paham” sahut mbah sri
“sek-sek” sela suaminya
“wes tau krungu cerito ne mbiyen pas ono wali neng gon dewe?”Tanyanya selanjutnya
“seng pripon nggeh?” Tanyaku menjawab pertanyaan beliau
Pangeran Diponegoro
Jadi, dulu itu ceritanya pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro ada seorang Wali yang bertandang ke daerah Desa Kenalan. Diperkirakan wali tersebut satu masa dengan para pejuang yang saat ini dimakamkan di Bukit Gondopurowangi. Setelah selesai beliau berkunjung ke salah satu rumah warga untuk meminta air untuk minum. Dimintanya sebumbung (bumbung, tempat air yang terbuat dari bambu) untuk dia minum.
Sang pemilik rumah pun memberikan air kepada wali tersebut, tapi hanya satu gelas. Entah mengapa pemilik rumah hanya memberikan satu gelas, tidak diketahui alasanya. Bisa jadi waktu itu memang sedang tidak ada air, atau memang si pemilik rumah tidak berkenan memberikan air sebanyak yang diminta oleh sang wali.
Setelah meminum air yang diterimanya dari pemilik rumah, kemudian sang wali berkata “padahal niatku ingin meminta air sebanyak itu, untuk kemudian memberi sumber air di Desamu dengan mata air sebesar bumbung” jelas narasumber. Dan benar Desa Kenalan kemudian memiliki Sumber Mata air yang sangat bersih, namun tidak begitu besar mata airnya, tidak sebumbung seperti yang diminta sang wali”.
“wahhh berarti cerita tersebut memang sangat mashur pak lek, saya juga dulu pernah mendengar dongeng ini, tapi lupa dari simbah atau dari bapak dulu saya dengarnya”
Saat ini, mata air Wungu juga masih terasa kesakralanya.
Mitos Wuwung
Sebuah cerita, tentang WUWUNG. Ibu-ibu jaman yang melakukan wuwung tidak pernah bisa wuwung di lokasi mata air tersebut. Jika berani melangsungkan wuwung di wungu, air wungu akan berubah menjadi keruh seperti air sisa cucian beras.
Cerita lain juga mengatakan, pakaian kotor bayi juga tidak boleh dicuci di kali wungu. Sebab, akan berdampak kepada si bayi, bayi akan menjadi rewel padahal tidak panas ataupun yang lainya, tiba-tiba rewel saja. Sehingga sampai saat ini masyarakat Desa Kenalan menggunakan mata air tersebut untuk kebutuhan pokok dan yang bersifat seperti mensucikan.
“karena wungu adalah mata air pemberian dari wali, apakah ada kiat-kiat khusus dalam pelestarianya?”
Selamatan
Dulu pada masa Pak Yin (salah seorang warga masyarakat desa kenalan) memang sering dilakukan semacam Nyekar di dekat lokasi, tetapi hal tersebut malah menjadi pro kontra di kalangan masyarakat. Sebab, jika waktu nyekar tidak ada yang nyekar volume air yang keluar malah sering terganggu. Akan tetapi saat ini masih ada warga yang membuat selamatan di tiap-tiap hari tertentu, tanpa nyekar. Meskipun demikian air yang ada sampai saat ini masih tetap lestari dan dapat memenuhi kebutuhan air bersih warga desa.
Air Hangat
Ada satu keunikan lain dari mata air ini, yaitu pada saat pagi hari (waktu subuh) air yang terdapat di mata air wungu ini terasa seperti mata air hangat. Jika membasuh diri pada jam tersebut, dari badan bisa keluar uap air seperti ketika mandi air hangat. Padahal tidak ada penghangat di sekitar tempat tersebut.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Khusnan 50 tahun, sesepuh desa, dusun Nalan II desa Kenalan
- Ibu Srinem, 50 tahun, sesepuh desa, dusun Nalan II desa Kenalan