(Narasi oleh Mustofa dan Zam Zamil Huda)

Narasi

Menurut Bapak Sukiran, kejawen merupakan sebuah kepercayaan asli dari Pulau Jawa. Kepercayaan ini ada semenjak dulu kala sebelum agama-agama datang ke Indonesia. Beliau sendiri menjadi penganut kejawen karena sebuah naluri dari simbah-simbahnya. Semenjak kecil beliau telah menjadi penganut kejawen sesuai dengan naluri tersebut.

Organisasi berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Organisasi yang pertama disebut dengan PRJ (Perkumpulan Rakyat Jogjakarta) yang didirikan pada tahun 1933. Kemudian pada tahun 1946 berubah menjadi PKN (Perkumpulan Kawulo Ngayogjokarto). Lantas pada tahun 1951 berubah lagi menjadi Grinda Pancasila Mawahyu Buwana. Dan pada tahun 1966 berubah menjadi GOLKAR hingga kemudian nama tersebut diambil oleh pemerintah untuk menjadi nama Partai Politik. Kemudian nama organisasi berubah kembali pada tahun 1992 dengan nama Palang Putih Nusantara dengan isi “kejawen palang urip sejati” hingga sekarang.

Pendiri organisasi tersebut awalnya bernama Gusti Bendoro Pangeran Suryodiningrat yang kemudian menjadi pemimpinya. Kemudian setelah wafat digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Mas Wisnhuwardana hingga saat ini. Pada tahun 1965, anggota penganut aliran kepercayaan tersebut merasa ketakutan saat ada gegeran atau kerusuhan gestapu. Oleh karena itu mereka meminta perindungan atau pengayoman kepada Keraton Yogyakarta. Untuk saat ini, secara keorganisasian telah terdaftar dan diakui oleh negara. Simbol dari organisasi adalah bunga teratai di tengah samudera, yang maknanya mengikuti gelombang kehidupan yang ada.

Cara penganut Kejawen Urip Sejati adalah hanya dengan bersemedi. Dalam aliran kepercayaan ini tidak ada pembabtisan atau istilah lain, yang paling pokok adalah kepercayaan dan keyakinan di hatinya. Salah satu kegiatan yang lainnya adalah kidungan, yakni sebuah aktivitas menyanyikan atau menembangkan lagu jawa atau lebih tepatnya mocopat. Tembang jawa mocopat ini memiliki pakem yang berbeda dengan tembang-tembang lainnya. Tujuan dari kidungan ini bermacam-macam, mulai dari sekedar iseng, sebagai tulak balak, sebagai sebuah permohonan, atau menjadi sebuah tantangan. Penggunaannya pun bermacam-macam, dan digunakan untuk acara-acara tertentu. Konon dulunya juga digunakan pada saat acara ngendongan atau tilik bayi.

 

Gambar

Narasumber

  • Sukiran, 66 tahun, Dusun Miriombo Wetan RT 02/RW 05, Desa Giripurno

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...