(Narasi oleh Elka Hanna Setia dan Fredy Trifani)
Narasi
Simbah Nursalim (80 tahun) mengatakan jika Kendhuren merupakan perjamuan makan slametan dalam rangka menyambut dan memperingati salah satu peristiwa kehidupan manusia. Pada hakikatnya semua orang mengharapkan keselamatan hidup baik dalam hubungan dengan Yang Maha Kuasa, dengan sesama manusia, maupun dengan alam. Harapan keselamatan seseorang dinyatakan melalui berbagai cara menurut adat dan kepercayaan masing-masing. Salah satu cara memohon keselamatan adalah dengan kendhuren. Kendhuren merupakan perjamuan makan yang selalu diawali dan disertai doa untuk menyambut atau mengharap keselamatan yang berhubungan dengan tahap dan peristiwa kehidupan yang dialami oleh penyelenggara. Pada dasarnya setiap acara kendhuren ditandai dengan 1) permohonan selamat, selamat atas tahap atau peristiwa kehidupan yang akan dimasuki.
Rasa syukur
Oleh karenanya setiap kali diadakan acara slametan untuk keperluan apapun selalu mengandung pernyataan tentang maksud dan tujuan mengadakan kendhuren, doa berisi puja dan puji kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan keselamatan dan kelancaran dalam menjalani kehidupan selanjutnya, syukur bersyukur atas rahmat yang diberikan sebelumnya. 2) penyambutan peristiwa kehidupan, maksudnya kendhuren selalu berkaitan dengan penyambutan tahap kehidupan individu atau kelompok, baik yang sedang dilakukan atau sudah dilakukan. Kendhuren selalu diadakan setiap ada acara, acara tersebut misalnya untuk mapati, mitoni, lahiran, supitan, memperingati orang meninggal, syukuran dan masih banyak lagi. Pelaksanaan kendhuren biasanya dipercayakan kepada sesepuh atau Kyai untuk memimpin doa.
Sego Berkat
Selain permohonan keselamatan dan menyambut peristiwa kehidupan kendhuren juga mengandung makna untuk sedekah memberikan makanan yang dapat dinikmati oleh sanak saudara dan tetangga. Jenis makanan yang disajikan dalam acara kendhuren Desa Kebonsari lebih sering menggunakan makanan bahan pokok mentah, jarang sekali yang menyediakan bingkisan atau ‘’berkat’ makanan matang. Makanan matang biasanya disediakan pada saat setelah doa bersama selesai dan dimakan bersama ditempat orang yang mengadakan acara kendhuren dengan para tamu yang hadir untuk kendhuren
Rewang Kendhuren
Mak Mah 68 tahun (salah satu warga yang sering rewang) Dusun Gunung Mijil menurut Mak Mah rewang untuk kendhuren tidak seribet seperti dulu, maksudnya kalau dulu masak-masak untuk orang kendhuren memakan waktu yang cukup lama, biasanya dari subuh sampai sore hari atau bahkan sampai malam. Karena yang dilakukan memasak untuk besekan yang berisi nasi, bakmi, lentu, tempe bacem, telur rebus dan oseng tempe, krupuk, ayam goreng dengan jumlah yang banyak. Banyaknya orang yang akan diundang untuk kendhuren tergantung dari pihak keluarga yang menggandakan akan diundang 1 RT atau 2 RT atau semua RT. Jika mengundang semua RT berarti akan memakan waktu lama karena memasak makanan yang lebih banyak. Berangkat dari rumah jam 5 pagi dhuhur pulang untuk istirahat jam 1 kembali lagi untuk melanjutkan masak-masak. Jumlah orang yang masak biasanya hanya orang yang dimintai tolong seperti saudara dekat, atau yang biasa masak untuk kendhuren semua RT memerlukan orang sekitar 10 orang. 10 orang tadi akan mendapatkan tugasnya masing-masing, ada yang masak, nyuci wadah-wadah, memasukan ke dalam besek. Setelah acara masak-masak selesai para rewang pulangnya akan dibekali makanan yang tadi sudah dimasak. Yang diceritakan diatas adalah waktu dulu, untuk sekarang tidak begitu membutuhkan waktu lama karena hanya masak untuk makan para undangan kendhuren saja. Masakan yang disajikan bebas tidak khusus, disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan yang punya hajat. Dan untuk berkatnya isinya besar seperempat kilo, gula, teh, kopi, minyak gelas, telur, atau boleh lebih dari itu. Kalau untuk standar berkat mentahan hanya itu saja. Orang yang rewang pun tidak banyak, hanya tetangga sekitar atau saudara yang perempuan. Waktu untuk rewang pagi hari jam 6 atau jam 7 berangkat dan jumlah orang tidak banyak orang 7 sudah cukup.
Gambar
Narasumber
- Mah Nursalim, 80 tahun, sesepuh desa Kebonsari
- Mak Nah, 68 tahun, sesepuh desa, pelaku budaya desa Kebonsari