(Narasi oleh Arif Sutoyo dan Nur Kholiq)
Narasi
Keberadaan luweng di Desa Ngargogondo masih cukup banyak ditemukan, seperti luweng kepunyaan Mbah Sis (80 tahun) di Dusun Parakan. Luweng adalah tungku tradisional yang memiliki dua hingga tiga lubang perapian dan memanjang ke belakang. Jadi, dalam satu waktu bisa dipakai untuk dua atau tiga masakan sekaligus.
Ada dua macam luweng yang digunakan masyarakat, yaitu luweng permanen dan luweng sementara atau tidak permanen. Biasanya, luweng permanen dibuat dari batu bata yang dilumuri dengan adonan tanah liat atau semen sehingga lebih kuat. Ada juga luweng yang bersifat sementara, seringkali dijumpai saat acara hajatan warga. Luweng sementara ini bentuknya sederhana, hanya terbuat dari bata merah yang disusun berbentuk U memanjang ke belakang. Apabila hajatan sudah usai, biasanya luweng sementara segera dibongkar.
Biasanya, ketinggian luweng pada lubang kesatu, kedua, dan ketiga agak berbeda. Semakin ke belakang semakin tinggi, fungsinya agar semakin ke belakang, api semakin naik. Namun, ada juga tinggi lubang per luweng dibuat sama. Bolongan (lubang) luweng, yang jumlahnya 2 atau 3, terletak di bagian atas. Fungsinya untuk menaruh alat memasak seperti wajan, kwali, dandang, kenceng, dan sebagainya. Bolongan paling depan biasanya digunakan untuk menanak nasi atau sayur atau masakan yang diusahakan segera matang. Bolongan kedua, karena api yang mengarah ke belakang kurang besar, sering dipakai untuk memasak air atau masakan yang tidak segera dipakai, begitu pula dengan bolongan ketiga.
Bahan bakar yang digunakan pada luweng adalah kayu, bambu, sepet (serabut kelapa) dan yang lainnya. Bahan bakar ini biasa dimasukkan melalui cangkem (mulut) luweng yang terletak di bagian depan. Untuk menyulut api biasanya warga menggunakan blarak (daun kelapa) kering. Selain itu, keberadaan luweng atau tungku tradisional dalam pawon juga sangat berfungsi sebagai sarana menghangatkan badan di pagi hari ketika musim penghujan tiba.
Gambar
Narasumber
- Mbah Siswiyati, 80 tahun, sesepuh desa, pelaku budaya, Dusun Parakan Desa Ngargogondo.