(Narasi oleh Ahmad Saeful M dan Zulfikar Maulana M)
Narasi
“Setengah 12 kae ngalor”
“dewe?”
“dewe, sepi kae jutan”
Suyono seorang berusia 25 tahun yang baru saja menjadi ayah ini dengan suara lirih karena takut anaknya bangun, menceritakan bagaimana upaya nya mesti mondar-mandir menuju rumah sakit pada waktu dini hari saat kelahiran anak pertamanya.
Usia nya terhitung matang untuk menjadi suami tepat di tanggal 10 Desember 2020. Ia telah mengambil cuti untuk menemani istrinya selama proses melahirkan, empat hari diberikan oleh tempat ia bekerja untuk cuti, maklum Suyono masih terikat dengan pabrik sebagai pekerjaan tetap nya.
Pada tanggal 24 Agustus 2021 kemarin Suyono telah resmi menjadi ayah, putri pertamanya telah menikmati udara dunia untuk pertama kalinya. Kami datang berkunjung sehari pasca ia membawa pulang istri dan anaknya dari rumah sakit.
Kami tertarik untuk mendengarkan kisahnya saat tengah dini hari ia mesti kembali ke rumah sakit selepas memendam ari ari anaknya di rumah.
“wudhu sarungan sing ngisor go hem go jaret jut di gendong,kan ning jero kendil”
Dimasukkan kendil
Ia pulang dari rumah sakit membawa beberapa pakaian bekas melahirkan milik istrinya untuk dicuci dan juga ari ari milik anaknya yang telah dimasukkan ke dalam kendil untuk dipendam di rumah, lebih tepatnya di depan rumah nya. Proses memendam dilakukan pertama kali sebelum ia memulai mencuci pakaian milik istrinya.
Letak lampu/sentir
Terdapat perbedaan peletakan ari ari yang hendak dipendam di depan rumah, untuk jenis kelamin laki-laki dipendam di sebelah kanan ,untuk jenis kelamin perempuan terletak di sebelah kiri. Kemudian ditutup tudhung, atau ember, atau bisa juga tedo (biasa digunakan untuk belanja ibu-ibu zaman dahulu yang terbuat dari rotan/pandan yang dianyam) kemudian diberikan lampu diatasnya untuk menerangi nya, dulu menggunakan sentir.
Gambar
Relasi Budaya
Narasumber
- Suyono, 25 tahun, Pelaku Budaya, Desa Bigaran