Mimpi yang Membawa Rowiyanto pada Ngelmu Laku Urip

(Oleh Zurdhan Ageng Pamuji dan Khoirul Fai)

Narasi

Pak Rowiyanto (35), yang sekarang merupakan Lurah/Kepala Desa Sambeng, bercerita tentang pengalaman spiritual yang dialaminya, lebih dari 20 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1999. Saat itu sedang ngarit atau mencari rumput untuk ternaknya di alas Munggang yang ada di pegunungan Sambeng sebelah utara atau biasa disebut Gunung Lor.

Pak Rowiyanto

“Pada mimpi itu saya ditemui dengan sosok tampan dan berjubah putih. Saya disuruh berjalan ke arah barat laut untuk mengambil sebuah kitab, sinar kitab terlihat sangat terang dari alas Munggang,” kata Pak Rowiyanto.

Setelah sadar, Rowiyanto bingung  dengan mimpinya. Berhari-hari ia galau karena pesan di mimpi itu. “Saya kemudian bersilaturahmi ke rumah teman untuk bercerita tentang kegalauan ini. Cerita saya diterima dengan baik ditanggapi dengan baik,” katanya.

Pada tahun 2001 Pak Rowiyanto dengan diantarkan oleh temannya datang ke orang pintar atau kasepuhan Jawa.  Ia menceritakan mimpinya. Oleh orang pintar tadi Rowiyanto diminta untuk mandi tengah malam sebanyak 3 malam. “Saya mengiyakan, kemudian ditentukan hari untuk mandi tengah malam tersebut. Saat berpamitan, orang itu meminta saya untuk datang sendiri ke tempat orang pintar tadi di lain waktu,” ujarnya.

Pak Rowiyanto menceritakan, ritual mandi dilakukan malam Rabu Pon sampai malam Jumat Kliwon. Pada malam pertama sebelum mandi diberikan wiridan bimbingan. Dilanjutkan mandi malam Kamis dan malam Jumat dengan wirid atau mantera yang berbeda-beda.

“Setelah selesai prosesi mandi, saya diangkat murid kinasih di situ, seiring berjalannya waktu dalam menimba ilmu, saya baru menyadari bahwa mimpi yang saya alami jauh hari itu nyata. Setelah guru saya meninggal, ternyata laku hidup dibilang rumit ternyata sederhana dan jikalau dibilang sederhana ternya rumit,” papar Rowiyanto.

Menurut Rowiyanto, ilmu yang ia dapat berkaitan dengan kitab suci dan warna putih yang bersinar menandakan kesucian jiwa, juga rasa, untuk mewujudkan kamulyan atau kemuliaan dan kemanfaatan,  kasantosan atau sentosa untuk orang lain, baik hidup di dunia dan bekal akhirat.

“Wong apik sitik mesti ono eleke, wong elek sitik mesti ono becike, linambaran ati kang suci lampahan kang becik manut dawuhe bopo biyung lan guru,mulo ketemu laku,” kata Pak Rowiyanto menyebutkan pesan dari gurunya.

Ia juga menambahkan sebuah pesan, “Urip nang ndunyo kudu ngutamaake nggayuh akhirat,lan urip kudu manfangat lan manfangati karo sepodo podo, sinauo terus tekan gustine nimbali, wes cukup mangsane bali,” tutupnya.

 

Gambar

Narasumber

  • Pak Rowiyanto, 35 tahun, pelaku budaya desa Sambeng

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *