Cerita tentang Pasar Genjahan
(Narasi oleh Haidar Imama dan Habib Safrodin)
Narasi
Pasar: Kesederhanaan Budaya yang Harus Diberdayakan
Berbicara mengenai pasar tidak lepas dari saling ketergantungannya satu manusia dengan manusia lainnya, maksudnya manusia saling bertukar barang ataupun jasa demi kebutuhannya katakanlah makanan misalnya. Sebuah pasar akhirnya terbentuk untuk mewadahi kebutuhan itu. Selain sebagai wadah pertukaran, pasar seakan memiliki nyawanya tersendiri dan menjadi tempat dinamika sosioekonomi masyarakat terjadi, seperti yang terjadi di Pasar Genjahan di Desa Ngadiharjo.
Pasar Genjahan Ngadiharjo, yang menurut ceritanya di masyarakat sudah berada sejak puluhan tahun lalu. Masyarakat Ngadiharjo tidak mengetahui secara pasti kapan Pasar Genjahan mulai beroperasi. Hal tersebut karena pedagang yang saat ini berjualan hanyalah penerus lapak dari orang tua mereka. Belasan tahun silam, pasar ini berada di dua tempat yaitu Karangtengah dan Genjahan. Namun, lambat laun aktivitas jual beli mulai terpusat di Genjahan.
Aktivitas jual-beli di Pasar Genjahan berlangsung setiap hari mulai pukul lima hingga pukul 8 pagi. Barang yang dijual sangat beragam, mulai dari kebutuhan dapur, sembako, sayur-mayur, jajanan pasar, dan juga penjual unggas di hari-hari tertentu. Ciri khas yang terdapat di Pasar Genjahan yaitu sebagian besar pedagang merupakan warga lokal Ngadiharjo. Selain itu, mereka menggunakan amben yang dibuat sendiri sebagai tempat untuk menaruh dagangan.
Ciri Khas Pasar Genjahan: Amben Sebagai Tempat Menaruh Dagangan
Berbicara mengenai ciri khas Pasar Genjahan, amben merupakan salah satu barang tradisional, yang berbentuk persegi dan terbuat dari bambu utuh sebagai kakinya serta bambu yang dipipihkan sebagai alas. Barang ini biasa digunakan sebagai alas tidur, tempat duduk, maupun tempat berjualan. Masyarakat Ngadiharjo, terutama para pedagang Pasar Genjahan masih memanfaatkan amben sebagai tempat meletakkan barang dagangan mereka. Namun, amben yang dipakai untuk berjualan memiliki lubang berbentuk persegi di tengahnya untuk memudahkan pedagang ketika melayani pembeli. Para pedagang Pasar Genjahan menggunakan amben yang mereka buat sendiri. Namun, beberapa pedagang juga membeli dari seorang pengrajin di daerah Karangtengah. Barang tradisional tersebut dijual seharga Rp. 125.000.
Pedagang Adalah Jantung Pasar
Bagai jantung dan pembuluh darah yang saling berkaitan, pedagang dan pembeli adalah yang menghidupkan pasar sebagai wadah sosioekonomi tadi, budaya menawar, barter, dan mungkin penyebarluasan kabar burung tentang kejadian di desa terjadi di pasar, dimana banyak orang saling berkumpul dan berinteraksi. Itulah mengapa pedagang dapat disebut sebagai jantungnya pasar. Salah satu dari jantung-jantung itu adalah Ibu Suwarti.
Berjualan di Pasar Genjahan sejak masih gadis, Ibu Suwarti (55) merupakan seorang pedagang sayuran asal Bleder, Ngadiharjo. “Saya jualan sayur di sini sudah 30 tahunan, dari sebelum punya suami,” jelas Bu Suwarti. Beliau menjual berbagai kebutuhan dapur diantaranya, cabai, wortel, kubis, rempah-rempah, hingga garam dan bumbu masak. Berangkat pada pukul 4 pagi, Bu Suwarti membeli barang dagangannya di Pasar Borobudur. Harga sayuran yang dijual bergantung pada kondisi dan situasi di pasaran. Dagangan yang dijual tidaklah banyak, hanya cukup untuk dijual pada hari tersebut.
Pasar Genjahan Surganya Jajanan Pasar
Jajanan pasar atau tenongan adalah salah satu bentuk kenikmatan duniawi dari sebuah pasar. Berbagai macam jajanan pasar, mau yang asin, manis, atau gurih semuanya ada. Begitu pula dengan penampilannya yang bermacam-macam elok, cantik dan menawan. Cerita mengenai jajanan pasar tentu tidak bisa dilepaskan dari sang pembuat makanan itu sendiri, pengetahuan yang mungkin diturunkan generasi ke generasi mampu membuat setiap jajanan pasar memiliki keunikannya tersendiri. Beberapa jajanan pasar itu diantaranya adalah
Apem
Ibu Len, 36 tahun, merupakan penjual kue apem di Pasar Genjahan, Ngadiharjo. Beliau menggunakan setengah kilogram tepung terigu dan bahan campuran lain untuk menghasilkan 50 kue yang dijual setiap harinya. Kue yang identik dengan warna hijau atau merah muda ini dijual seharga lima ratus rupiah. Selain apem, terdapat pula jajanan lain seperti gorengan, gelek, dan meniran. Bangun pada pukul empat pagi, beliau membuat sendiri semua jajanan yang dijualnya. Bu Len menjadi satu-satunya pedagang apem di Pasar Genjahan, sehingga tidak butuh waktu lama untuk menjual habis kue tersebut.
Gelek
Gelek merupakan jajanan pasar yang terbuat dari tepung terigu, ragi, dan gula pasir. Jajanan ini memiliki kesamaan dengan donat, hanya saja gelek berbentuk bulatan-bulatan kecil. “Gelek ini sama seperti odading dan donat, cuma tidak pakai telur,” jelas Ibu Len, penjual gelek di Pasar Genjahan, Ngadiharjo. Keseharian Bu Len menjadi pembuat dan penjual jajanan pasar sudah beliau jalani selama bertahun-tahun. Setiap pagi beliau bangun pukul empat pagi dan mulai membuat jajanan pasar yang dijualnya. Berangkat pukul 5 menuju pasar, Bu Len sudah dapat menghabiskan dagangannya pada pukul 7 hingga 8.
Jagung Godhok
Jagung godhok atau jagung rebus menjadi salah satu jajanan pasar yang dijual di Pasar Genjahan, Ngadiharjo. Jagung godhok Pasar Genjahan dijual oleh Ibu Zaenab (61), yang bertempat tinggal di Parakan, Giripurno. Dengan membawa tenggok berisikan 20 ikat jagung godhok, beliau berjalan kaki dari rumahnya menuju pasar pada pukul lima pagi. Satu ikat jagung godhok berisi dua buah dan dijual dengan harga Rp2500. Jagung yang dijual Bu Zaenab merupakan hasil panen kebun pribadi, maka dari itu ada atau tidaknya jagung godhok tergantung pada hasil panennya.
Ketan Srundeng
Ketan srundeng merupakan makanan tradisional, terbuat dari beras ketan yang dikukus kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil dan dipadukan dengan srundeng kelapa. Ketan yang cenderung hambar ditaburi srundeng kelapa manis membuat makanan ini memiliki cita rasa yang pas. Ibu Sri (40) menjadi satu-satunya penjual ketan srundeng di Pasar Genjahan, Ngadiharjo. Beliau menggunakan setengah kilo beras ketan untuk dibuat menjadi ketan srundeng. Berangkat pada pukul setengah enam pagi, jajanan pasar Bu Sri sudah habis terjual antara pukul 7 hingga 8 pagi.
Kipo
Ibu Supriyati merupakan seorang penjual jajanan pasar di Pasar Genjahan, Ngadiharjo. Beliau menjual kipo, yaitu onde-onde ketan yang berisi enten-enten gula jawa. Kipo terbuat dari tepung beras ketan yang diuleni kemudian dibentuk menjadi bulatan kecil dan diisi oleh enten-enten gula jawa. Dalam sehari, Bu Supriyati menghabiskan setengah kilogram tepung ketan yang menghasilkan satu baki onde-onde. Dagangan yang dibawanya tidak terlalu banyak karena berdagang hanya menjadi pengisi waktu luang bagi beliau. Memulai aktivitas pada pukul 3 pagi, Bu Supriyati sudah dapat menghabiskan dagangannya sebelum pukul 7.
Klepon
Klepon, jajanan pasar yang identik dengan warna hijau berisi gula jawa cair dan dibalut dengan parutan kelapa di atasnya. Bu Sri Hidawati (40) merupakan satu-satunya penjual klepon di Pasar Genjahan, Ngadiharjo. Setiap hari beliau bangun pukul dua pagi untuk membuat semua jajanan pasar yang dijualnya. Bermodalkan setengah kilogram tepung beras dan beberapa bahan campuran lain, Bu Sri dapat menghasilkan satu baki klepon dan akan terjual habis sebelum pukul delapan pagi.
Bubur Sayur
Ibu Marisah merupakan penjual bubur sayur di Pasar Senthir, Genjahan, Ngadiharjo. Seperti namanya, bubur yang beliau jual disajikan dengan sayur tahu kuah santan pedas maupun gurih. Satu tum (bungkus) bubur dihargai Rp 2000,00 dengan satu macam pilihan sayur. Setiap harinya Ibu Marisah menghabiskan 1kg beras untuk membuat bubur, bergantung pada kondisi dan situasi.
“Ya satu hari biasanya habis sekilo beras, kadang nambah setengah kilo tergantung kondisinya,” jelas Ibu Marisah.
Beliau mulai memasak pada pukul setengah dua pagi, karena tidak hanya bubur, Ibu Marisah juga menjual sayur, gorengan, dan jenang. Ibu Marisah biasanya berangkat menuju Pasar Senthir pukul 5 pagi.
Cenil
Ibu Wasingah berasal dari Dusun Bleder merupakan penjual cenil di Pasar Senthir, Genjahan, Ngadiharjo. Setiap harinya, beliau menghabiskan tiga kilogram tepung kanji untuk memproduksi makanan tradisional tersebut. Proses pembuatan jajanan pasar yang identik dengan warna merah muda dan hijau tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama dan berulang-ulang. Mulai dari menumbuk tepung, merebus, membuat bulatan-bulatan kecil, kemudian merebus lagi. Setelah jadi, biasanya langsung dicampur dengan parutan kelapa dan gula pasir, tetapi Ibu Wasingah melakukannya di pasar sesuai permintaan pembeli.
Ibu Wasingah biasa berangkat menuju pasar pukul lima pagi setelah proses pembuatan cenil selesai. Jajanan pasar ini memiliki rasa yang cenderung hambar, oleh karenanya parutan kelapa kukus dan gula pasir yang menambah cita rasa dari cenil tersebut. Ibu Wasingah merupakan satu-satunya penjual Cenil di Pasar Senthir, itu sebabnya Cenil Bu Wasingah selalu ramai pembeli.
Gethuk
Dibuat dari ketela pohon, gethuk menjadi salah satu jajanan pasar yang banyak diminati. Ibu Binah merupakan penjual gethuk di Pasar Senthir, Genjahan, Ngadiharjo. Gethuk yang dijualnya berwarna cokelat akibat campuran dari gula jawa dan diberi kelapa urap yang dikukus. Dalam sehari Ibu Binah menghabiskan 15 kilogram ketela pohon untuk diolah menjadi 3 tampah gethuk. Beliau memulai aktivitas pada pukul 3 pagi, mulai dari daden geni, mengukus ketela, kemudian dideplok hingga menjadi bulatan gethuk yang siap dijual. Satu plastik gethuk dijual seharga Rp 2500,00 atau sesuai permintaan pembeli. Berangkat menuju pasar pada pukul 5 pagi, gethuk Bu Binah sudah habis pada pukul 6 pagi
Jenang Baning
Jenang baning merupakan makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras beserta santan dan disiram dengan kuah gula jawa. Ibu Marisah menjadi salah satu penjual jenang baning di Pasar Senthir, Genjahan, Ngadiharjo. Satu bungkus jenang dijual seharga Rp 2000,00 yang dilengkapi dengan kuah gula jawa. Beliau menghabiskan setengah kilogram tepung beras dalam sehari untuk diolah menjadi jenang. Apabila pasar sedang ramai, biasanya beliau menambah setengah kilogram tepung untuk dimasak dan dijual kembali.
Selain jenang baning, Ibu Marisah juga menjual bubur sayur, gorengan, sayur matang, dan nasi rames. Maka dari itu, beliau bangun pukul setengah dua pagi untuk mulai meracik masakannya dan berangkat menuju Pasar Senthir pada pukul lima pagi. Cukup banyak yang menyukai jenang baning Bu Marisah ini, dalam kurun kurang dari satu jam sudah ludes dibeli para pembeli.
Lapis
Lapis merupakan salah satu jajanan pasar dengan cita rasa manis legit. Sesuai dengan namanya, jajanan ini terdiri dari lapisan-lapisan kenyal yang berwarna-warni. Pasar Senthir, Genjahan, Ngadiharjo menjadi salah satu tempat yang menjual lapis. Ibu Wasingah merupakan penjual lapis di Pasar Senthir yang bertempat tinggal di Dusun Bleder, Desa Ngadiharjo. Selain lapis, beliau juga menjual berbagai macam jajanan lain seperti bolu kukus, arem-arem, meniran, serta jenang yang dibuatnya sendiri. Ibu Wasingah mulai membuat jajanan yang dijualnya pada pukul 2 pagi. Setiap harinya, beliau menghabiskan setengah kilo tepung beras untuk dijadikan lapis sebanyak satu nampan. Lapis yang sudah jadi kemudian dipotong kotak-kotak kecil dan dijual seharga Rp 500,00.
Gambar
Lokasi
map