(Narasi oleh Beni Purwandaru dan Tatak Sariawan)
Narasi
Pawon adalah tempat untuk mengolah makanan di dalam rumah. Biasanya terletak di bagian belakang rumah dan ruangannya cukup untuk beraktivitas mengolah makanan. Ciri-ciri pawon adalah terdapat luweng dan kayu sebagai sarana untuk memasak. Di rumah Ibu Asliyah (70 tahun), meski rumahnya sudah berdinding beton, namun beliau masih tetap menggunakan pawon untuk mengolah makanannya. Menurut beliau, pawon bukanlah hanya sebagai sarana memasak saja, akan tetapi juga sebagai sarana pengakrapan keluaraga, di mana ketika memasak bersama bias meningkatkan keeratan keluarga.
Peso
Di dalam pawon tentunya memiliki banyak peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan seperti peso dan telenan, irus, saringan kambil, ungkal, parutan kambil dan masih banyak lagi. Peso yang dimaksud adalah pisau yang berfungsi untuk memotong bahan-bahan makan seperti sayur mayur, buah-buahan, daging dan lain-lain. Peso ini berbahan dasar logam berbentuk pipih dan ketajamannya diasah dengan ungkal. Perawatan peso cukup mudah, ketika peso dirasa sudah tak lagi tajam maka diasah dengan cara digesekkan searah watu ungkal (batu asah) dengan cara digesekkan searah. Mengasah ini harus hati-hati karena rawan melukai tangan.
Telenan
Kemudian yang menjadi kesatuan dari peso adalah telenan atau talenan, merupakan sebuah alat yang digunakan sebagai landasan untuk mengiris. Alat ini umumnya berbentuk segi empat, namun bisa juga berbentuk lain asal cukup untuk alas mengiris bahan makanan. Telenan milik Ibu Asliyih barbahan dasar kayu. Dulu beliau membelinya di Pasar Borobudur. Tidak diperlukan cara khusus untuk merawatnya, hanya perlu dibilas setelah digunakan kemudian disimpan dalam posisi berdiri agar cepat kering.
Parutan
Parutan. Alat yang berfungsi untuk memarut ini paling sering digunakan Ibu Asliyah untuk memarut kambil (kelapa). Meski sekarang sudah banyak alat parut modern, namun beliau tetap menggunakan parut tradisional karena hasilnya lebih halus daripada menggunakan mesin. Cara perawatannya juga mudah, cukup dibilas setelah digunakan dan disimpan dalam posisi berdiri. Selain untuk memarut kambil, bisa juga untuk memarut kunyit, jahe atau ketela.
Saringan
Setelah kambil selesai diparut, jika ingin diolah menjadi santan maka dibutuhkan alat yang bernama saringan. Namun saringan ini milik Ibu Asliyah sedikit berbeda, yaitu saringan yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk setengah lingkaran, masyarakat umum menyebutnya dengan istilah saringan kambil. Saringan ini ketika tidak digunakan bisa menjadi penutup makanan ringan yang tersaji agar tidak dimakan serangga. Dulu Ibu Asliyah membelinya di Pasar Borobudur bersama dengan parutan kambil.
Panci
Ibu Asliyah juga memiliki alat lain yang digunakan saat memasak yaitu panci. Panci ini digunakan beliau untuk memasak sayur seperti sayur lodeh, sayur tewel atau nangka muda, sayur asam dan lain-lain. Panci terbuat dari logam besi yang berbentuk tabung dengan penutup di atasnya. Banyak variasi ukuran panci yang tersedia di Pasar Borobudur saat Ibu Asliyah membelinya, akan tetapi beliau memilih ukuran sedang karena dirasa cukup untuk mengolah masakan untuk satu keluarga.
Irus
Saat memasak di panci, tentu saia dibutuhkan alat untuk mengaduk dan mengambil sayurnya nanti. Di rumah Ibu Asliyah terdapat sendok sayur atau lebih dikenal dengan nama irus. Irus berbentuk seperti sendok namun berukuran lebih besar. Ada irus yang terbuat dari logam, namun irus milik Ibu Asliyah terbuat dari kayu dan batok kelapa. Irus dari kayu dan batok kelapa mempunyai kelebihan secara tampilan yang lebih menarik serta tidak panas gagangya saat sedang memasak.
Cowek & Munthu
Sepasang alat yang selalu ada di pawon adalah cowek dan munthu. Cowek adalah wadah untuk melumatkan bumbu-bumbu sebelum dimasak. Sedangkan munthu sendiri adalah alat untu melumatkannya. Dua alat ini adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Cowek biasanya terbuat dari batu atau gerabah, namun cowek milik Ibu Asliyah berbahan dari batu karena dirasa lebih awet daripada gerabah. Untuk munthu sendiri bisa terbuat dari kayu atau batu. Munthu batu sama awetnya dengan cowek batu.
Gambar
Narasumber
- Ibu Asliyah, 70 tahun, sesepuh desa, desa Candirejo