(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)
Narasi
Parut adalah alat tradisional yang dirancang khusus untuk menghaluskan atau memperkecil partikel suatu benda yang dikategorikan benda lunak (amoh) tapi tidak lembek. Di Dusun Ringinputih ada seorang pengrajin parut tradisional bernama Ibu Asnamia (40 tahun). Beliau membuat parut tradisional yang dibuat menggunakan kayu melinjo. Kayu melinjo tersebut diambil dari Pegunungan Sodong. Beliau hanya menggunakan kayu melinjo dikarenakan kayu melinjo tersebut bertekstur keras sehingga tidak mudah rusak. Untuk pembuatan parut tradisional tersebut dibuat sendiri oleh Ibu Asnamia. Sedangkan untuk pemotongan kayunya dilakukan oleh anaknya sendiri.
Melestarikan budaya
Untuk pembuatan parut tradisional ini sudah dilakukan oleh ibu Asnamia sejak 25 tahun yang lalu. Alasannya yaitu untuk melestarikan produk budaya lokal nenek moyang yang sudah hampir punah dikarenakan saat ini sudah banyak orang yang menggunakan alat modern berupa penggilingan. Produk ini hanya dipasarkan dirumah dan daerah sekitarnya ataupun di pasar yang ada di Desa Wringinputih.
Kayu Melinjo
Alat yang digunakan untuk membuat parut tradisional yaitu gergaji, parang, palu, tang, tali dan kayu penyangga. Langkah-langkah dalam membuatnya yaitu dengan cara menebang kayu melinjo, lalu saat tiba di rumah kayu tersebut dipasah lalu dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang berbentuk persegi panjang. Untuk kawatnya sendiri dibakar, lalu dipotong kecil-kecil. Kemudian kayu yang sudah berbentuk persegi panjang diikat diatas kayu penyangga. Setelah itu kawat yang sudah dipotong kecil-kecil dipegang menggunakan tang dan dipukul satu-persatu sejajar diatas kayu tersebut sehingga berbentuk seperti parut. Untuk pembuatan parut tradisional ini dibuat dalam waktu kurang lebih 30 menit. Dalam sehari Ibu Asnamia bisa membuat rata-rata 12-15 buah parut tradisional.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Ibu Asnamia, 40 tahun, Dusun Ringinputih Desa Wringinputih