Petilasan Pangeran Diponegoro dan Cerita yang Mengikutinya
(Narasi oleh Salma Salsabila R. dan M. Shodek)
Narasi
Dusun Pule
Di Desa Majaksingi teradapat sebuah peninggalan sejarah yang dianggap sakral. Peninggalan tersebut yaitu Petilasan Pangeran Diponegoro. Tempat tersebut digunakan sebagai tempat persembunyian sementara oleh Pangeran Diponegoro dan prajuritnya dari kejaran musuh pada saat perang dengan Pasukan Belanda. Menurut cerita yang disampaikan oleh bapak Toyib, pada saat itu, pasukan Pangeran Diponegoro melarikan diri dari kejaran musuh melewati Pegunungan Menoreh. Sesampainya di Dusun Pete, terdapat sebuah gundukan tanah yang kemudian digunakan oleh Pangeran Diponegoro sebagai tempat untuk mengawasi pergerakan musuh menggunakan alat semacam teropong. Dengan demikian, Pangeran Diponegoro dan prajuritnya bisa menyusun strategi selanjutnya untuk meninggalkan musuh dan mencari tempa singgah yang lebih aman.
Gundukan
Hal-hal aneh mulai dirasakan warga setelah Pangeran Diponegoro beserta prajuritnya meninggalkan tempat tersebut peperangan di Indonesia sudah berakhir. Warga setempat yang biasanya tidak merasakan apapun saat melewati gundukan tersebut, tiba-tiba sering mendengar suara-suara yang tidak biasa, seperti gemuruh yang sangat keras, suara tembakan, atau teriakan-teriakan dalam bahasa asing. Setelah ditelusuri, warga setempat baru menyadari bahwa suara-suara tersebut berasal dari gundukan itu.
Wayang Kresno
Gundukan Petilasan Pangeran Diponegoro ini sudah lama dikenal memiliki nilai kesakralan tertentu yang menarik minat banyak orang. Berdasarakan cerita yang dituturkan pak Toyib, pernah ada orang yang bertapa selama tiga hari dua malam di petilasan ini. Setelah berhasil melewati gangguan saat bertapa, orang tersebut mendapat penglihatan berupa sebuah wayang berukuran kecil, sekitar 5 x 2 cm, yang disebut dengan Wayang Kresno. Wayang tersebut kemudian diberikan kepada pak Wargio, warga pendatang yang memperkenalkan Petilasan Pangeran Diponegoro kepada orang tersebut. Sebelum meninggal dunia, gambar wayang tersebut diberikan kepada salah satu warga yang ada di Dusun Pete, sehingga besar kemungkinan gambar wayang tersebut masih ada dan disimpan oleh salah satu warga Dusun Pete.
Menjaga petilasan
Setelah dibuktikannya bahwa gundukan tersebut bukan merupakan gundukan biasa, warga sekitar situs sepakat untuk menjaga gundukan tersebut dengan cara memagarinya dengan bebatuan dan pepohonan agar gundukan tersebut bisa terlindungi. Di samping itu, ada harapan agar petilasan tersebut tidak mengganggu warga sekitar. Kejadian-kejadian aneh mulai dirasakan lagi setelah berpuluh tahun tidak terjadi apa-apa berkaitan dengan petilasan tersebut, ketika sebuah villa didirikan di lokasi Petilasan Paneran Diponegoro ini. Menurut cerita pak Toyib, banyak dari karyawan maupun pekerja yang terlibat dalam pembangunan villa tersebut mendapat “gangguan” dari penunggu situs. Para pekerja tersebut tidak lagi mendapat gangguan setelah dilakukan ritual “meminta izin” kepada penunggu situs. Oleh karena itu, setiap tamu yang datang mengunjungi villa tersebut pasti diberitahu untuk tidak bermain-main, membuat masalah, mengotori tempat tersebut.
Selain cerita di atas, masih banyak lagi cerita tentang pengalaman spiritual yang terjadi di Petilasan Pangeran Diponegoro ini. Pengalaman tersebut tidak hanya dialami oleh warga sekitar tetapi juga pengunjung villa, maupun orang-orang yang dengan sengaja datang untuk mengunjungi Petilasan Pangeran Diponegoro.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Bapak Toyib, Desa Majaksingi