(Narasi oleh Arif Sutoyo dan Nur Kholiq)
Narasi
Pintu masuk
Dusun Wagean adalah dusun yang terletak paling barat dari Desa Ngargogondo. Dusun yang bisa dibilang pintu masuk desa ini, berbatasan langsung dengan sebuah dusun dari Desa Tuksongo bagian timur, yaitu Dusun Ganjuran II atau lebih dikenal dengan Dusun Dipan. Di Dusun Wagean inilah Kantor Balai Desa Ngargogondo berdiri dan menjadi pusat pemerintahan. Letak Dusun Wagean mudah untuk diingat, karena akan dijumpai percabangan jalan atau pertigaan untuk memasuki dusun tersebut. Arah kanan menuju Dusun Malangan, sedangkan lurus menuju arah Dusun Kujon, Parakan, Kuncen, Ngargosari, dan juga menuju Desa Candirejo.
Mbah Wage
Cikal bakal Dusun Wagean berasal dari nama leluhur/sesepuh di dusun ini yang bernama Mbah Wage. Karena peran besarnya terhadap masyarakat, namanya lalu dijadikan sebagai nama dusun yaitu Wagean. Kata Wage sendiri kebetulan juga salah satu nama hari dari hari pasaran dalam perhitungan Jawa yang terdiri dari Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi.
Mbah Samenan
Salah satu keistimewaan Dusun Wagean adalah keberadaan ahli pijat, seorang kakek berusia 76 tahun yang bernama Mbah Samenan. Walaupun bertubuh kecil dan pendek, tapi kondisinya masih terlihat bugar dan kuat (rosa). Keseharian Mbah Samenan juga masih diisi dengan mencari rumput untuk pakan hewan ternaknya yang sebanyak 6 ekor sapi atau lembu. Dengan usia yang tak lagi muda, beliau masih sanggup melakukan pekerjaan itu seorang diri.
Uyon-uyon
Beliau tinggal bersama dua orang anak perempuannya yang bernama Amini dan Malikah. Letak rumah Mbah Samenan adalah di pinggir timur dusun yang berhadapan langsung dengan hamparan luas ladang pertanian warga. Rumahnya menghadap ke timur, berwarna biru, dan berbentuk limasan dengan halaman yang cukup luas. Selain 6 ekor sapi, beliau juga memiliki beberapa ekor burung perkutut dirumahnya. Alunan musik uyon-uyon gending Jawa juga tak lepas dari kesehariannya.
Tamu asing
Sudah lebih dari 50 tahun Mbah Samenan sebagai ahli pijat, jadi sudah sangat dikenal. Tamu-tamunya yang datang berobat banyak dari luar kota, luar Pulau Jawa, bahkan pernah juga wisatawan asing asal Eropa yang juga mencoba pijatan beliau dan merasa puas. Waktu yang dibutuhkan Mbah Samenan untuk memijat pasiennya cukup variatif. Satu pasien bisa ditangani dalam waktu lima menit hingga satu jam, disesuaikan dengan kebutuhan atau keluhan yang disampaikan.
Rokok kretek
Berbagai macam keluhan telah berhasil beliau sembuhkan. Kearifan dan keunikan dari Mbah Samenan ialah Beliau tidak memasang tarif jasa. Bahkan, Mbah Samenan tidak berkenan menerima imbalan berupa uang apabila ada pasien yang datang berobat kepada beliau. Namun, sebagai tanda terima kasih, para pasien yang datang terkadang secara sukarela memberikan sesuatu berupa sembako atau rokok kretek asal Kediri berbungkus warna merah kesukaannya. Hal ini Beliau lakukan karena ketulusannya berniat untuk menolong sesama manusia dengan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, Mbah Samenan menjalankan wejangan atau pesan dari guru yang pernah mengajarkan ilmu pijat kepadanya. Gurunya yang adalah orang Jogja (Yogyakarta), digambarkan oleh Mbah Samenan sebagai orang yang punya banyak kelebihan. Kelebihannya tersebut menarik pihak Keraton Yogyakarta dan menawarinya menjadi abdi dalem atau hidup di dalam beteng. Namun, tawaran itu ditolak oleh gurunya tersebut.
Laku tirakat
Tidak mudah yang Mbah Samenan jalani waktu akan menerima pembekalan dari sang guru. Beliau harus melaksanakan laku tirakat, prihatin (merih) dengan cara puasa ngebleng selama 5 tahun. Beliau baru akan buka puasa dengan nasi sekepel (satu genggam tangan) setiap selapan ndino (35 hari). Panduan kitab primbon Jawa pun masih digunakannya.
Mbah Samenan juga pernah dibawakan rombongan tujuh orang janda oleh seseorang secara bersamaan yang disiapkan sebagai pilihan untuk dijadikan istrinya. Meskipun duda, tetapi beliau menolak tawaran untuk menikah lagi karena lebih memilih hidup biasa saja, bermasyarakat dan tinggal di kampung: hidup Di Dusun Wagean berdampingan dengan warga Desa Ngargogondo hingga saat ini.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Mbah Samenan, 76 tahun, sesepuh desa, pelaku budaya, Dusun Wagen Desa Ngargogondo