(Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
Mengirim Doa
Bapak Achmad Supandi yang lahir di Magelang, 17 Agustus 1974 (47 th) yang sekarang beralamat di Dusun Susukan, RT 02/RW 02, Desa Tegalarum menjelaskan bahwa Nyadran dilaksanakan pada hari Ahad/Minggu di Minggu pertama bulan ruwah. 2 hari sebelum acara, masyarakat melakukan kerja bakti bersih-bersih makam serta jalan menuju makam. Setelahnya, masing-masing saling membacakan tahlil untuk keluarga yang telah meninggal. Sadranan yaitu mengirim doa kepada orang yang telah mendahului kita, terutama nenek moyang di Desa Tegalarum. Nyadran diikuti oleh masyarakat setempat dan para pendatang baik dari Jakarta, Semarang, Yogyakarta dsb, yang mempunyai leluhur di masing-masing dusun.
Sedekah
Nyadran diperingati sebagai momen untuk bersedekah antar sesama dengan memberikan berkatan berupa aneka macam makanan dan minuman untuk tamu serta masyarakat yang datang ke Mushola atau Masjid untuk kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing. Dahulu nyadran diperingati dengan sederhana yaitu tumpengan dan berkatan yang dibungkus dengan daun kelapa. Seiring perkembangan zaman, di 10 tahun terakhir masyarakat menggunakan keranjang buah yang dilapisi kertas koran sebagai pembungkusnya. Keranjang berisi antara lain nasi, sayur matang, lauk pauk, buah buahan, gula, teh, bahkan ada juga yang menambahkan rokok, susu kaleng, kopi sachet dan minuman bersoda.
Sego Berkat
Masyarakat mempunyai pandangan berbeda-beda terkait sedekah di sadranan, ada yang ingin sederhana saja, ada juga yang berpikiran karena sedekah saat nyadran ini dilakukan hanya sekali dalam satu tahun, sehingga ingin memberikan lebih terhadap sedekah yang diberikan, hal ini dilakukan sebagai penyemangat diri sendiri. “Masyarakat Dusun Susukan, Desa tegalarum kurang lebih terdiri dari 200 KK, sudah disepakati bersama, setiap KK menyediakan 5 berkat untuk diberikan kepada tamu dan masyarakat yang hadir pada acara sadranan” jelas Bapak Pandi selaku Ketua RT 02 / RW 02 Dusun Susukan, Desa Tegalarum.
Prosesi sadranan seperti yang diceritakan diatas terakhir dilaksanakan pada tahun 2018. Di era pandemi covid-19 prosesi nyadran dilakukan dengan sederhana yaitu tahlil dan doa bersama bertempat di makam setiap Dusun di Desa Tegalarum. Semenjak pandemi, nyadran hanya diikuti oleh internal masyarakat di masing-masing Dusun.
Gambar
Narasumber
- Bapak Achmad Supandi, 47 tahun, Pemerhati budaya, Dusun Susukan Desa Tegalarum