Menilik Sejarah Desa Tegalarum Melalui Pusaka
Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
Penyatuan Dusun
Desa Tegalarum terdiri dari 4 Dusun, antara lain Dusun Prembulan, Dusun Susukan, Dusun Tegalwangi dan Dusun Kedungrengit. Dahulu keempat Dusun tersebut merupakan sebuah Desa yang dipimpin oleh masing-masing Lurah. Setelah terjadi perundingan, keempat Lurah memutuskan untuk menggabungkan keempat Desa menjadi satu dan diadakan pemilihan untuk Lurah yang memimpin. Setelah dilakukan penghitungan, terpilihlah lurah pertama yang berasal dari Desa Tegalwangi bernama Raden Nitti Rejo. Untuk membedakan nama Dusun Tegalwangi dan nama Desa setelah digabungkan, maka oleh Ki Lurah Raden Nitti Rejo memberi nama desa ini “Tegalarum”. Secara makna dan artian, wangi berarti arum, dan arum berarti wangi.
Kyai Madukoro
Pusaka yang menjadi asal usul nama Desa Tegalwangi, diceritakan seorang pejalan kaki yang asal usulnya dari Bantul bernama Kyai Mondoruko, berdasarkan silsilahnya beliau adalah abdi kinasih dari Raden Hanyokrowati. Beliau diutus untuk melakukan perjalanan ke wonosobo untuk bertemu abdinya yang menjadi Bupati disana. Dalam perjalanan pulang ke Yogyakarta beliau meninggal ketika sampai di Desa Tegal. Tidak ada satupun warga yang mengetahui, hingga selang beberapa hari, warga mencium bau yang sangat harum di sekitar Desa Tegal. Warga kebingungan dan mencari keberadaan bau harum tersebutt. Setelah pencarian oleh warga, ditemukan ada seseorang yang meninggal di tempat itu tanpa diketahui identitas dan asal usulnya. Kemudian oleh warga seseorang yang ditemukan telah meninggal, dimakamkan di Desa Tegal.
Tombak
Beberapa waktu kemudian datang beberapa rombongan keluarga, abdi kinasih dan prajurit mencari keberadaan salah satu abdi kinasih yang tak kunjung kembali ke Kraton. Oleh masyarakat setempat, diceritakan bahwasanya beberapa waktu yang lalu, mereka memakamkan seseorang yang tidak ketahui identitasnya. Orang tersebut ditemukan karena masyarakat kebingungan ketika mencium bau yang sangat wangi. Setelah ditanyakan terkait ciri-ciri orang yang meninggal tersebut, rombongan keluarga, abdi kinasih dan prajurit yakin, bahwasanya orang yang diceritakan oleh warga adalah Kyai Mondoruko, seorang abdi kinasih yang selama ini mereka cari. Keluarga, abdi kinasih dan prajurit memberikan pusaka yang berwujud tombak bergagang keris sebagai tanda terimakasih karena Kyai Mondoruko sudah dimakamkan dengan layak. Saat ini pusaka yang berwujud tombak bergagang keris tersebut masih disimpan dan dirawat dengan baik oleh ahli waris. Pusaka dengan ciri keris berbentuk tombak bergagang keris tersebut masih asli dari awal diberikan, hanya ada sedikit retakan di bagian gagang namun sudah diperbaiki, bagian ujung tombak sedikit patah karena termakan usia.
Keris Kyai Lamat
Pusaka menjadi simbol sejarah Desa Tegalarum. Dikisahkan keris dari jaman majapahit tersebut adalah pegangan dari Lurah pertama yaitu Raden Nitti Rejo. Pusaka yang berwujud keris tersebut bernama. Keris Kyai Lamat mempunyai ciri bronjol pamor banyu mili. Dikisahkan pada jaman dahulu di Desa Tegalarum banyak yang menanam tembakau. Di suatu hari disaat warga dan Lurah sedang menjemur tembakau atau dalam istilah jawa “meme mbako”. Siang itu, cuaca terlihat mendung, tampak hujan akan segera turun, lantas Ki Lurah Raden Nitti Rejo berdoa dan langsung menancapkan keris di halaman tidak jauh dari tempat “meme mbako”. Sesaat kemudian, awan yang semula mendung menyelimuti Desa Tegalarum berangsur menghilang dan cuaca kembali cerah.
Dirawat Carik
Pusaka tersebut secara turun temurun diamanahkan oleh Lurah ke Carik hingga saat ini. Pusaka milik Raden Nitti Rejo dirawat dengan baik oleh Carik Desa Tegalarum yang bernama Bapak Triyatno alias Pak Nong. Pak Triyatno merupakan generasi Carik ke 5 dari Carik pertama di Desa Tegalarum yang mana Carik pertama di Desa Tegalarum merupakan kakek buyut dari Bapak Triyatno.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Bapak Triyatno / Pak Nong, Pemerhati budaya, Carik, Desa Tegalarum