(Narasi oleh Elka Hanna Setia dan Fredy Trifani)
Narasi
Kali kidul bertempat di Dusun Gunung Mijil, yang dirawat hingga saat ini oleh Bapak Rowadi seorang petani, karena masyarakat lain tidak ada yang berani merawat sekitar kali tersebut. Menurut narasumber Bapak Rowadi kali kidul ditempati oleh Simbah Onggodongso (lelembut) peninggalan dari Simbah Panggung, buyut dari Bapak Rowadi, beliau sudah keturunan yang ke-7. kali kidulan memiliki 3 mata air pertama untuk mandi, nyuci, tengah sumur pendek diambil untuk minum, ketiga sebelah kiri yang ada pohon beringin. Pohon beringin ditanam oleh Bapak Samsudi, Bapak Rowadi yang mencari bibitnya yang bertujuan agar sumber airnya semakin banyak dan awet. Kabar yang beredar di masyarakat bahwa kali kidulan ini terkenal angkernya, masyarakat yang akan mandi di kali kidulan pasti sangat hati-hati. Pada zaman dulu ada sebuah cerita bahwa siapa yang diikuti makhluk halus dari kali kidul untuk menghilangkan makhluk halus tersebut atau menyembuhkan harus menyediakan jantung kerbau jantan yang dibentuk seperti kerbau dicoret dengan warna putih, hitam, kembang, dan juga kreweng. Semenjak diberi syarat seperti yang sudah disebutkan hingga saat ini tidak ada lagi gangguan, tidak ada yang mengganggu atau diganggu. Kali kidulan terkenal angker oleh lingkungan masyarakat sekitar menurut Bapak Rowadi tidak akan angker apabila tidak “disalahi” seperti apabila masyarakat yang mandi di kali kidulan pulangnya membawa gayung entah berbentuk batok, siwur dari ember dibawa pulang, atau pinjam lupa mengembalikan pasti akan “diimpeni” diminta untuk mengembalikannya, karena sing mbaurekso yang ada di kali kidulan tidak mengijinkan apabila batok kelapa dibawa pulang, “teko do dienggo ora usah digowo bali”.
Zaman dulu ada pula cerita bahwa apabila ada orang yang sakit menggunakan air kali tersebut akan sembuh makanya sebelum kali kidulan dibangun seperti sekarang Almarhum simbah Sumini selaku simbah dari Bapak Rowadi pernah mengatakan “kui kali kui ojo dienggo sak wiyah-wiyah ojo diganggu gawe opo-opo teko do dibangun do dienggoni do gawe adus gawe nyuci, ben anak putune do waras slamet”
Gentong peninggalan
Bapak Rowadi memiliki peninggalan dari simbah buyut Mbah Darni sebuah gentong yang dapat menyembuhkan orang sakit (masuk angin) lama tidak sembuh-sembuh dipercaya dengan minum air gentong Bapak Rowadi akan sembuh, dan banyak yang membuktikannya. Syaratnya orang yang akan berobat mengambil air dari gentong tidak usah bilang atau minta izin “teko njikuk” sebab sebelum orang yang berobat mengambil air Bapak Rowadi sudah memintakan izin kepada yang “ada” di gentong itu. Orang yang berobat mengambil air digunakan untuk mandi atau untuk minum terserah kemauan dari orang yang berobat. Dan mengambil air tidak boleh bilang pulang pun tidak boleh bilang karena sing mbaurekso yang ada di gentong sudah mengetahui bahwa orang tadi menggunakan air untuk berobat. Sebelum menggunakan air gentong lebih bagus lagi dengan diawali bismillah, sholawat, istighfar atau subhanallah. Gentong Bapak Rowadi dapat mengobati orang sakit karena awal mula gentong itu adalah dulunya milik simbah dari Bapak Rowadi mengalami masalah, menikah pisah menikah pisah dengan sampai ketujuh kali langgeng, dan dipercaya bahwa air gentong tersebut adalah pitulungan atau menolong. Benda yang sudah berusia ratusan tahun dan turun temurun biasanya ada penunggunya untuk menjaga agar awet, dan Bapak Rowadi memiliki hal tersebut. Cara bapak rowadi merawat gentong dengan cara berbicara secara batin kepada yang tidak terlihat di gentong. Khusus air yang ada di Gentong diisi dengan air dari sumur yang ada di sekitar sendang tidak hanya untuk mengobati orang sakit tetapi juga untuk minum keseharian keluarga bapak Rowadi.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Bapak Rowadi, Pemerhati budaya, dusun Gunung Mijil desa Kebonsari