(Narasi oleh Jiyomartono dan Nurudin)
Narasi
Pada suatu sore ada perkumpulan jamaah yasinan di rumah Ibu Yatini (40 tahun) dari Dusun Srigentan memiliki 3 orang anak laki-laki. Bapak Soimun, suaminya bekerja sebagai seorang petani pisang dan tukang bangunan. Beliau juga menjadi salah satu juragan bata merah. Tiap pagi dan sore beliau memanjat pohon kelapa untuk mengambil nira. Suasana keluarga yang aktif dan senang bekerja keras ini membentuk karakter anaknya yang sudah dewasa menjadi idaman para gadis.
Bau Kembang
Kemudian pada acara yasinan tiba-tiba ada salah satu ibu jamaah yang berceloteh“kok mambu kembang yo” (kok bau bunga ya). Ibu yang lain membalas “iyo mambu kembang je” (iya bau bunga). Menanggapi hal tersebut, Ibu Yatini hanya tersenyum seraya berkata besok akan saya kasih tahu. Setelah ditelusuri ternyata satu minggu sebelumnya keluarga ini telah melakukan salah satu proses tahapan pernikahan yakni nakoke (menanyakan) ke keluarga yang akan jadi besan apakah putrinya sudah punya calon atau belum? Karena kelihatannya salah satu putra Ibu Yatini ini suka kepada putrinya bapak calon besan. Orang desa mengutus satu rombongan kecil ke rumah calon mantu untuk memastikan apakan anak perempuan tersebut sudah memiliki calon atau belum. Itulah cara yang dilakukan masyarakat setempat untuk memastikan kembali bahwa akan diadakan pernikahan di sebuah keluarga. Hal ini biasa digunakan ibu-ibu untuk mempersiapkan, menjadwalkan, dan mengatur keuangan yang akan disumbangkan ke yang punya hajat.
Bayar Tukon
Hari minggu yang cerah Bapak Soimun ngedusi (memandikan) jago, seekor ayam jantan yang gagah dan berkokok nyaring. Jago ini dipelihara sejak kecil yang merupakan peranakan dari ayam betina pada saat 2 tahun yang lalu. Pada umumnya jago akan digunakan sebagai lauk pauk waktu hajatan dan waktu hari raya, namun jago yang satu ini tidak. Ini menimbulkan rasa penasaran saya untuk bertanya “Pak Imun kok jagone dingu terus ora disembelih ?” (Pak Imun kok jagonya dipelihara terus tidak disembelih). Beliau menjawab “iki arep gawe bayar tukon mengko bengi, sekalian sampeyan saya ajak untuk ngeterke guwak jago” (ini akan dibuat membayar tukon nanti malam, sekalian kamu saya ajak untuk mengantarkan memberikan jago). Saya dengan senang hati mengiyakan ajakan itu.
Seserahan
Lalu sorenya setelah mandi, saya memakai baju batik dan wewangian kemudian ke rumah Bapak Soimun yang ternyata disana sudah ditunggu oleh 4 orang. Setelah membaca doa kami berangkat dengan membawa bungkusan berupa seperangkat alat salat, tempat cincin, amplop, dan gawan (oleh-oleh) berupa wajik, jadah, jenang, rempeyek beras, kambil (kelapa) dan ayam jago. Sesampainya di rumah calon mantu kami disambut oleh keluarga calon besan sembari mengobrol dan menanyakan kabar tidak lupa juga untuk minum dan menikmati suguhan makanan yang telah dihidangkan. Pimpinan utusan mengungkapkan maksud dan tujuannya, lalu lanjut ke proses seserahan dengan menyerahkan semua barang-barang yang dibawa. Diakhir kata mengutarakan bahwa akad nikah akan dibicarakan antar keluarga dengan memperhatikan hari nas keluarga masing-masing.
Rewang
Satu bulan sebelum hari pernikahan, Bapak Soimun sudah sibuk sowan (berkunjung) ke saudara yang lebih tua untuk meminta doa restu sekalian mengundang ke acara pernikahan. Tidak ketinggalan Ibu Yatini juga mendatangi tetangga sekitar untuk membantu rewang di hajatannya. Juga turut mengundang tokoh masyarakat, sesepuh, tokoh pemuda yang akan berperan penting seperti nemoni tamu, nyepuhi dan juga tidak lupa mereka minta iguh pertikelnya.
Pembagian tugas
Satu minggu sebelum acara, semua pemuda berkumpul di rumah Bapak Soimun untuk musyawarah pembagian tugas dan merencanakan sambatan lalu mendirikan tratag (tenda). Mendirikan tratag ini sangat penting walaupun bisa sewa jasa tenda tetapi ada beberapa perlengkapan yang tidak bisa disewa dan harus disiapkan seperti pembuatan luweng, tempat patehan, belum lagi mereka mempersiapkan tempat kesenian pemuda yang akan ditampilkan.
Tahlil, Kondangan
Para ibu tetangga berbondong-bondong ikut membantu memasak untuk persiapan acara. Tak lupa mereka juga membawa tenggok yang berisi bahan makanan seperti beras, telur, minyak, gula, teh dan sayuran. Suara hiruk pikuk saat mereka memasak sangat terdengar jelas. Sementara para pemuda dan bapak bapak mendirikan tratag. Sekitar jam 10 lewat, sedikit demi sedikit hasil masakan para ibu – ibu mulai dihidangkan. Berupa, bubur abang putih, jadah, wajik,, tahu susur, teh serta piring untuk menyajikan makanan nya. Tuan rumah meminta untuk istirahat dan menikmati hidangan yang telah disajikan. Tidak lupa Mbak Kyai memimpin doa sebelum makan agar lancar, dan selamat. Pada pukul 7 malam, saat kursi telah tersusun rapi, para bapak-bapak hadir untuk mengirimkan donga tahlil ke orang tua dan sesepuh nya Bapak Soimun sebagai wujud berbakti kepada orang tua. Saat pagi hari tiba hingga malam datang, saudara jauh, kerabat dan kenalan datang untuk menghadiri acara yang dikenal dengan kondangan. Diiringi dengan alunan musik Jawa, disambut oleh sesepuh dan saudara yang lebih tua secara gito-gito (sigap).
Prosesi Akad nikah
Tibalah saatnya acara yang sangat dinanti, yaitu Ijab Kabul dan Resepsi. Perwakilan pemuda menemani calon pengantin laki-laki untuk mengantar ke tempat proses akad nikah. Sayangnya hari itu adalah hari minggu jadi kantor urusan agama tutup, maka akad nikah dilakukan di rumah calon pengantin perempuan. Pemuda yang lain beserta sebagian orang tua dipimpin duto caroko (pembawa acara) akan menyusul sekitar jam 10. Terjadi keributan kecil sebelum berangkat, dikarenakan jalan menuju ke tempat pengantin perempuan lumayan jauh dan menurut sesepuh ada arah nogo dino yang harus dihindari tidak boleh lewat selatan jadi disuruh memutar lewat jalur lain yang lebih jauh dan harus melewati beberapa jembatan. Ada sesepuh yang sibuk menangkap beberapa kuthuk dan dimasukkan di keranjang bambu beliau berpesan nanti tolong di culke (dilepaskan) di jembatan. Para pemuda yang sudah berdandan dan beberapa anak gadis yang sudah berdandan cantik mulai masuk ke mobil dan ada banyak sepeda motor yang sudah dikasih tanda janur kuning di tangkai spion motor siap untuk berboncengan menuju ke tempat resepsi pengantin.
Mecah endok
Sesampainya disana, semua tamu disambut dengan meriah tetapi tempat pelaminan masih kosong. Lima menit kemudian terdengar alunan musik gending kebo giro yang menandakan pengantin akan segera hadir diikuti oleh pengaring-aring atau tukang kipas, kedua orang tua dari masing masing pengantin, pengiring pemuda-pemudi dengan pakaian Jawa. Para tamu undangan merasa terkagum melihat pengantin sebagai raja dan ratu sehari yang berbusana komplit seperti raja Jawa menggunakan selop mewah yang dipakai, sarung jarit dengan motif yang mrebawani, baju raja komplit dengan kerisnya, kalung bunga melati yang harum semerbak, mahkota di kepala yang gemerlap begitu juga pengantin perempuan seperti ratu. Dilanjutkan dengan acara sungkeman yang berarti bersujud dan berjanji akan berbakti pada orang tua. Lalu lanjut dengan mecah endok menggunakan kaki pengantin laki-laki dan kemudian pengantin perempuan membersihkannya. Setelah mereka berdiri berhadapan pengantin laki laki mengambil kantong dan pengantin perempuan memegang wadah. Kemudian kantong itu dituangkan ke wadah ternyata isinya beras yang keluar, ini pertanda atau simbol pria harus bekerja keras untuk sang istri dan sang istri hendaknya pandai-pandai menggunakan dan menyimpannya
Ular ular
Disamping kanan dan kiri kursi pengantin, sedang berdiri dua anak perempuan berbusana Jawa berumur sekitar 6 tahun dengan sigapnya mengipasi sang pengantin yang sedang menjadi raja dan ratu sehari. Pembawa acara segera mengumumkan detail acaranya mulai dari sambutan tuan rumah, sambutan pak lurah, wakil keluarga pengantin perempuan untuk menyerahkan ke keluarga laki – laki, wakil keluarga laki – laki menerima dan meminta izin memboyong atau membawa pengantin putri ke rumah pengantin laki laki disertai dengan ular ular (ceramah) dan doa.
Pakaian kesatrian
Sebelum acara ular-ular acara dihentikan sebentar agar pengantin yang diibaratkan sebagai raja berganti pakaian kesatriaan. Saya pikir kenapa repot banget harus ganti pakaian dulu, ternyata setelah dicermati bahwa raja adalah raja, maknanya adalah seorang raja tidak bisa kontak langsung dengan sembarang orang dan seorang raja harus memiliki wibawa, segala ucapan adalah titah yang harus dilaksanakan. Inilah alasan mengapa saat kedua pengantin datang, mereka tidak berkata sepatah katapun dan tidak ada orang yang ingin berjabat tangan dengan keduanya. Nanti setelah ganti pakaian kesatriaan dan acara usai semua orang bisa memberi ucapan doa restu dan berjabat tangan.
Lemper
Sementara pengantin mengganti pakaian, para tamu undangan dipersilahkan minum dan menikmati makanan ringan yang klasik yakni lemper. Makanan hidangan nasi yang telah disiapkan dan diantar berupa nasi rames berisi nasi, lauk, sayur dan kerupuk.
Nyinom, jagong nganten
Setelah acara selesai para ibu-ibu dan para gadis, pemuda yang bertugas nyinom, lalu pulang untuk macak (berdandan) karena nanti akan ikut ngeterke nganten. Begitu juga ibu-ibu dan bapak-bapak pengantin laki laki akan jagong menerima nganten, para pemuda dan pemudi yang tadi ikut ngantenan ditempat pengantin perempuan berganti peran untuk nyinom. Selagi menunggu pengantin datang, para tamu dihibur oleh kesenian musik religi. Saat rombongan pengantin datang disambut dengan alunan lagu sholawat. Rentetan acara nompo nganten dilaksanakan dengan lancar sekali dan diiringi grup musik New Mustika dengan para penyanyi gadis dari desa setempat. Setelah acara usai para pemuda bubrah bubrah tratag dan dihidangkan sego kluban dan bubur jenang bening agar semua orang setelah lelah bekerja tetap semangat dan tidak merasa letih.
Sepasaran
Tiap malam pengantin perempuan bersedih dan menangis ingin minta pulang karena tidak kuat, sakit hatinya, dan tidak rela meninggalkan keluarga terutama kedua orang tuanya. Maka dihari yang kelima keluarga perempuan merelakan anak perempuannya untuk tinggal di tempat keluarga laki-laki dengan cara mereka mengantarkan anak perempuannya bersama keluarga dengan membawa bekal berupa bahan makanan. Inilah yang disebut sepasaran.
Gambar
Narasumber
- Ibu Yatini, 40 tahun, Pelaku budaya, Dusun Srigentan Desa Wringinputih
- Bapak Soimun, Desa Wringinputih