(Narasi oleh Muhammad Ja’far Qoir dan Miftakhul Fauzi)

Narasi

Dahulu salah satu hiburan bagi warga Desa Karanganyar adalah wayang, bahkan diceritakan oleh Bapak Markoni (51 tahun) seorang pegiat budaya dari Dusun Klipoh, dengan antusias beliau menceritakan bahwa dahulu di Dusun Klipoh ada wayang yang dikembangkan oleh masyarakat dan menjadi bahan hiburan masyarakat sendiri, namun karena keterbatasan kala itu, musik untuk mengiringi dalang bukan dari alat gamelan melainkan menggunakan mulut warga yang menghasilkan suara khas gamelan. Warga menyebut gelaran ini dengan sebutan wayang cangkeman, suara gamelan berasal dari cangkem  atau mulut para pengrawit bukan dari gamelan yang sebenarnya.

Bapak Markoni juga menjelaskan bahwa sebuah Pertunjukan seni Wayang membutuhkan kerja sama antar unsur-unsur yang berperan didalamnya agar prosesi pertunjukan wayang kulit ini dapat berjalan dengan lancar, kompak dan dinamis dalam setiap tahapan pertunjukannya.

Unsur-unsur pokok dalam pertunjukan wayang cangkeman ini adalah pemain (manusia). Setiap pemain dalam pertunjukan wayang memiliki peran masing-masing yang keseluruhannya membutuhkan kekompakan dan kerjasama yang dinamis agar pertunjukan wayang dapat berjalan sesuai pakem/ ketentuan.

Kebetulan juga wayang cangkeman saat ini dalangnya adalah Bapak Markoni sendiri. Bapak Koni menambahkan tugas seorang dalang adalah mengatur jalannya pertunjukan wayang secara menyeluruh. Seorang dalang selain harus mahir memainkan antara wacana juga ahli dalam gending-gending Jawa, dan sekaligus ahli tentang gamelan. Keahlian dalang dapat diperoleh melalui proses belajar namun kadangkala diperoleh melalui bakat turun temurun. Seorang anak dalang biasanya selalu mengikuti kemana pun orang tuanya mendalang.

Makna Dalang

Bapak Koni menyebutkan kalau dalang ada yang mengartikan sebagai orang yang ahli ’ngudal piwulang’. Maksudnya seorang yang bisa menjelaskan dan menguraikan bermacam-macam ilmu. Namun, ada pula yang mengatakan kata dalang berasal dari kata ’dahyang’ yang berarti seorang tabib atau juru penyembuh bagi orang yang menyandang sakit, baik sakit fisik maupun psikis. Dalang mengisyaratkan seseorang yang keterampilan dalam penciptaan dan seseorang yang bijaksana. Dalang mendapat sebutan Ki yaitu singkatan dari kiai atau yang patut dimuliakan dan dihormati. Seorang dalang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sangat besar, sehingga pantaslah kalau dalang itu sangat dihormati.

Dalang adalah pemain watak atau karakter, penata pentas, penata musik, penata gending, penyanyi, lagu atau suluk, pemimpin instrumen gamelan, sutradara, dan pemimpin sebuah grup wayang. Dalang adalah tokoh utama dalam semua bentuk teater wayang. Dia harus bisa menirukan suara semua tokoh dan mendialogkan semua ucapan tokoh.

Kisah Nyai Kalipah

Kemudian wayang cangkeman sendiri menceritakan kisah kisah dari Nyai Kalipah semasa hidupnya, Nyai Kalipah sendiri adalah cikal bakal berdirinya Dusun Klipoh sekaligus orang yang pertama kali membuat dan  mengajarkan gerabah di tanah tersebut, jadi pak dalang akan menyampaikan masa perjuangan Nyai Kalipah dan para pendeherek dengan wayang yang dibentuk menyerupai tokoh tokoh semasa nyai kalipah masih pajeng atau hidup.

Pengrawit

Selain dalang, unsur yang berkaitan dengan wayang, yaitu niyaga atau pengrawit atau penabuh gamelan. Penabuh gamelan dapat juga disebut pengrawit atau niyaga. Pada zaman dahulu niyaga biasanya dimainkan oleh laki-laki. Gamelan merupakan seperangkat alat musik Jawa antara lain kendang, gender, saron, demung, kethuk, kenong, rebab, gambang, gong, dan bonang. Diwayang cangkeman ini para pengrawit membuat suara tersebut dari mulut mereka,hinga menjadi iringan musik yang enak didengar . Peranan pengrawit dalam pertunjukan wayang adalah membantu dalang dalam mengiringi pertunjukan wayang, sehingga jalannya pertunjukan terasa lebih hidup.

Dihidupkan kembali

Disebutkan Bapak Koni bahwa wayang cangkeman ini akan mulai dihidupkan kembali oleh warga Klipoh, supaya bisa kembali menyampaikan cerita  sejarah dari Nyai Kalipah kepada orang lain termasuk nguri nguri atau melestarikan sejarah nya oleh anak cucu kelak. Latihan wayang dilakukan di teras rumah Bapak Koni, dengan ditemani cahaya remang remang bintang dan rembulan, tanpa atap bahkan lantai tanah membuat para lelakon atau yang terlibat didalamnya merasakan suasana jaman dahulu, Belum ada listrik dan nyanyian alam menjadi pengantar memulainya latihan.

Rembug demi rembug menuju cerita sesungguhnya dan menghasilkan pementasan sederhana tapi bernilai luar biasa. Keringat anak muda menghiasi lantai dari tanah menimbulkan pantulan sinar rembulan, seakan menari dari musik mulut mereka.

Pak dalang menggerakan wayang seolah sedang dalam dunia cerita, tanpa lelah dan berharap tiada akhirnya. Penontop melihat dan mendengarkan seolah diundang ke dalam alam cerita nyai kalipah pada masanya. Pelatihan diakhiri dengan harapan agar budaya wayang cangkeman dan kisah kisah nya tak tersingkirkan oleh zaman.

Regenerasi

Dalam rencana aksinya bahwa para pegiat wayang cangkeman yang mayoritas berumur 20 tahunan berkeinginan tinggi bahwa suatu saat nanti wayang cangkeman akan menjadi agenda rutin seperti Ramayana ballet prambanan dan menjadi ikon bahwa candi Borobudur punya wayang cangkeman didalamnya, dan ketika orang berkunjung ke candi Borobudur maka akan menyesal apabila tidak menonton dan menikmati wayang cangkeman.

Gelaran wayang yang hanya berkisar 30 menit akan dilaksanakan di panggung alam, berlatarkan pegunungan menoreh, berlangit bulan dan gemerlapnya bintang, dan bisa melihat langsung keindahan candi Borobudur di malam hari.

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Bapak Markoni, 51 tahun, penggiat budaya, dusun Klipoh desa Karanganyar

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...