(Narasi oleh: Andy Anssah dan Vinanda Febriani)

Narasi

Saat berkunjung ke Punthuk Setumbu di Desa Karangrejo, kurang lengkap rasanya apabila tidak berkunjung ke pengrajin batik satu ini. Tim temukenali potensi budaya Desa Karangrejo berkesempatan berbincang santai dengan Denny Rahayuningsih (46) perempuan pemilik Batik Setumbu. Perempuan berperawakan pendek, berambut setengah putih dan memiliki tanda lahir di pipi kanan ini mulai belajar membatik secara otodidak sejak tahun 2014, dan mulai merintis usaha batiknya pada tahun 2016 lalu.

Ibu Denny, sapaan akrabnya, bercerita kepada kami tentang alasan mengapa memilih menjadi pembatik. Beliau menganggap bahwa batik merupakan warisan leluhur yang harus dirawat dan diruwat sepanjang masa. Selain itu, Ibu Denny mengaku suka dengan kerumitan batik. “Nek sing gampang malah ra seneng, nek sing rumit malah seneng. Karena tidak semua mau, tidak semua orang bisa,” tambahnya.

Proses membatik memakan waktu yang cukup lama, bergantung metode yang dipakai. Batik cap cenderung lebih cepat karena prosesnya yang lebih mudah dibanding batik tulis. Pembuatan batik tulis sendiri biasanya memakan waktu hingga satu minggu. “Semakin bervariasi warnanya, semakin lama waktunya,” imbuh Bu Denny.

Selain motif tradisional seperti parang, kawung, dan sekar jagad, Batik Setumbu juga menciptakan motif lain yang berbeda dan menjadi ciri khas tersendiri seperti Candi Borobudur, Punthuk Setumbu, sunrise, kebun buah, dan mobil VW. “Motif punthuk setumbu kita bisa gambarkan ada sunrisenya, ada Gunung Merapi dan Merbabunya. Kita filosofinya karena kita tinggal di sini,” jelas perempuan itu.

Dalam membatik, seseorang harus telaten dan sabar. Sebab, apabila dianalogikan, membatik sendiri terkait dengan proses kehidupan. Kata mbatik dapat diuraikan menjadi kata mba yang berarti hamba, dan tik berarti titik. Sehingga, batik dapat diartikan sebagai sebuah proses penggabungan dari berbagai titik yang telah dirangkai menjadi sebuah motif yang memiliki makna tertentu. Membatik berarti rangkaian proses yang ada di dalam kehidupan manusia.

Alat yang biasanya digunakan saat membatik adalah canting, gawangan, lilin, kompor listrik/minyak, panci, kuas, dan pensil. Sedangkan jenis kainnya berupa mori, katun, santung, dan sutra. Untuk pewarnaan, bahan yang digunakan adalah water glass dan malam. Keseluruhan bahan tersebut diperoleh Bu Denny dari Yogyakarta.

“Selama ini, orang yang membeli dari berbagai kalangan mulai dari lokal hingga mancanegara seperti Australia, Malaysia, dan Meksiko. Untuk pemasarannya dilakukan secara offline dan online”, jelasnya.

Kain batik ini dibanderol dengan harga mulai dari Rp150.000,- hingga Rp1.000.000,- (tahun 2021) , bergantung motif dan tingkat kesulitannya.

Gambar

Lokasi

map

Narasumber

  • Denny Rahayuningsih, 46 tahun, pemilik, desa Karangrejo

Relasi Budaya

Sumber Lain

Dari Kanal

Ulasan...