Logo pitutur bambu untuk atas - undangan

20 - 25 Desember 2022

Alat Musik Bambu di Kesenian Lengger

PELAKSANAAN

logo pitutur bambu putih outline luar hitam

Pembukaan

tanggal, Selasa 20 Desember 2022
Pukul 18.30 WIB

Tanggal :

20 - 25 Desember 2022

* Khusus pameran & ruang jagongan wedangan berlangsung hingga akhir bulan Desember 2022

Lokasi :

Sekretariat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan
Dusun Sembungan, 100 meter timur Balai Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur

Fix_Logo_PituturBambu4@3xc

Dalam setiap desis suara gesekan dedaunan
Pada rumpun bambu yang sedang bercanda bersama angin
Ternyata bambu senantiasa bertutur
Melalui lagu berisi syair tentang kehidupan
Yang dikemas dalam untaian bait puitis penuh pesan
Yang ditujukan kepada sahabatnya, manusia

Tak jemu sang bambu selalu membisikkan nasehat
Supaya manusia terus berusaha menjadikan urip iku urup
Selalu setia, bersabar dan meneguhkan hati
Dalam upaya menebar manfaat dalam setiap langkahnya
Mencerahkan, merubah kegelapan menjadi terang benderang
Tak berhenti , demi menjadikan sesuatu menjadi lebih baik
Yang diberikan kepada alam, kepada semua makhluk
Dan kepada saudara saudaranya sesama manusia

Tanpa harap mereka menuntut balas atas kebaikan
Yang telah dipersembahkan selain daripadanya
Sebagai wujud ketulusan dan ungkapan syukur
Kepada Sang Maha Pencipta , Sang Maha Welas Asih
Yang terus menerus memberikan segalanya bagi kehidupan
Walau manusia seringkali alpa dan durhaka terhadap NYA

Berbagai Kegiatan

Pitutur Bambu Borobudur

Dalam rangka menarik minat serta menguatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya ekosistem kebudayaan berbasis bambu, maka dikemaslah berbagai sub kegiatan dalam acara ini, antara lain: Pameran dekoratif ruang, instalasi seni, pameran foto, workshop, talkshow, diskusi, seni pertunjukan, performing art dan pasar budaya berbasis bambu

Tujuan Kegiatan

Fix_Logo_PituturBambu4@3xc

Dalam rangka merespon keberadaan KSPN, world heritage dan pentingnya ruang jagongan wedangan, ruang untuk diskusi tentang upaya pemajuan kebudayaan desa, maka tujuan dari kegiatan ini antara lain:

  1. Turut mengkonservasi alam melalui penanaman bambu di berbagai sudut kawasan dan memanfaatkan bambu dengan prinsip lestari
  2. Menguatkan hubungan sosial bagi para pecinta budaya desa dan para pelaku usaha berbasis bambu
  3. Menguatkan nilai budaya dan nilai kehidupan dari berbagaiproduk kreatif bambu tradisional maupun kontemporer
  4. Meningkatkan ekonomi lokal bagi masyarakat sekitar
  5. Menjadikan ekosistem budaya bambu sebagai materi pembelajaran berbasis praktek dan pendidikan kontekstual dengan metode yang rekreatif dan menyenangkan melalui pendekatan konsep pariwisata berkelanjutan

Sasaran Kegiatan

Fix_Logo_PituturBambu4@3xc
Sasaran kegiatan pitutur bambu

1. Daya Desa, Daya warga,
    Pengelola Desa Wisata, Pelaku
    UKM, dll

2. Pelajar sekolah di kabupaten
    Magelang & Mahasiswa Perguruan
    Tinggi

3. Wisatawan yang datang ke KSPN

Sekilas Khasanah &
Pemanfaatan Bambu di Borobudur

Fix_Logo_PituturBambu4@3xc
Ani-ani
Ngipuk
Pengolahan Tahu Tradisional Desa Ngargogondo
Tenggok
Kerajinan Irus
Kerajinan Amben
Sengget
Kukusan
Egrang
Cangkir Bambu
Karak
Kerajinan Jaran Kepang
Pitutur Bambu Borobudur

Jembatan sering dimaknai sebagai penghubung antara dua sisi yang berseberangan. Di sini, jembatan bambu atau sesek dalam istilah jawa dimaknai sebagai tatanan potongan bambu yang dianyam sehingga menjadi lebih kuat, bermanfaat dan memberi pitulungan serta keselamatan bagi siapapun yang melewatinya. Jembatan stupa bambu ini menjadi doa dan simbol agar kita sebagai manusia dapat selalu memberi manfaat dan menjaga hubungan baiknya kepada sesama manusia, kepada alam yang ada di sekitarnya dan kepada Tuhan yang telah memberikan kesejahteraan.

Kesejahteraan dalam konsep pituturan memayu hayuning bawana bukanlah kekayaan materi atau kesenangan duniawi semata, namun yang dimaksud adalah bahwa dengan melestarikan (memayu) keindahan atau kebaikan (hayu-ning) alam semesta (bawana) maka dapat meraih “rahayu” atau keselamatan lahir dan batin, keselamatan dunia akhirat bagi semua makhluk, termasuk bagi manusia. Dan itulah yang dipahami sebagai tujuan hidup hakiki. Maka dalam upaya meraih tujuan kehidupan yang hakiki tersebut harus dipahami pula konsep pituturan sangkan paraning dumadi, sebagai pengingat muasal kita dan ke mana kita akan berpulang. Dengan demikian kesempatan hidup di dunia haruslah selalu terisi kebaikan kepada semua makhluk. Kebaikan tersebut menjadi nilai rahasia yang nantinya menjadi bekal penyejahtera kehidupan setelah kematian. Dan caranya adalah

memayu hayuning bawana yang dimulai dari diri sendiri,
dengan senantiasa menghidupkan “nur” atau cahaya yang disematkan oleh Tuhan
ke dalam setiap hati manusia,

dengan niat berbagi sebagai landasan, secara konsisten dan terus menerus “nur” tersebut harus ditebar demi kebaikan alam semesta. Berusaha menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih baik, disertai niat tulus ikhlas hanya berharap ridho dari Sang Maha Welas Asih. Dengan demikian uripe dadi urup. Hidupnya tercerahkan dan mampu mencerahkan, serta menjadi manfaat bagi siapapun di sekitarnya. Cahaya keTuhanan tersebut yang disimbolkan melalui cahaya lampu yang paling terang di dalam instalasi seni stupa bambu ini hanya akan bercahaya dan semakin benderang ketika para pemilik hati menyadari keberadaannya. Namun sebaliknya, dia akan semakin redup, bahkan terjerembab dalam kegelapan yang gulita, ketika hatinya hanya diselimuti oleh nafsu keserakahan, kesombongan, iri dengki, kedurhakaan dan segala bentuk keangkara murkaan. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat buruk dan selalu diberikan pitulungan dan keselamatan dari Sang Maha Pemilik Cahaya.

Sejalan dengan nasihat atau pituturan di atas, terdapat tujuh buah lampu melingkar di bawah instalasi stupa bambu.Tujuh buah lampu tersebut menjadi simbol “pitu” yang dalam falsafah jawa, pitu memiliki tujuh pemaknaan yang muaranya adalah mendapatkan pitulungan dari Tuhan Yang Maha Memberi Pertolongan agar kita semua dijauhkan dari sifat angkara murka dan senantiasa dilimpahi keberkahan. Tujuh hal tersebut yakni pitutur, pituwas, pituhu, pituduh, pitungan, pituna, dan pitulungan. Pitutur artinya nasihat atau petuah bijak, pituduh artinya pencerahan, pituhu artinya ketaatan, pitungan artinya perhitungan, pituwas artinya pahala, pituna artinya kerugian, dan pitulungan artinya pertolongan.

Konsep pitu dalam falsafah jawa ini masih menjadi pedoman kehidupan masyarakat di Kawasan Borobudur sampai sekarang. Pituturan yang dimaknai dengan memberi nasehat kebaikan atau niat gawe pepadhang tersebut ditunjukkan atau diekspresikan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk sebagai upaya untuk mengingatkan kepada nasehat kematian, dan dengan maksud yang senada yaitu mengingatkan manusia agar selalu menjaga hubungan baik kepada sesama, kepada alam dan kepada Tuhannya selama diberi nafas kehidupan di dunia ini. Berbagai ekspresi pituturan tersebut secara kultural disampaikan melalui sesajian pangan spiritual, kesenian rakyat, syair dan bentuk-bentuk tradisi lainnya, yang pada akhirnya berkembang ke dalam bentuk lain yang masuk kategori kekinian atau kontemporer, namun tidak terlepas dari pemaknaan yang terkait dengan sangkan paraning dumadi.

Stupa bambu adalah gambaran keberadaan Candi Borobudur yang selama ini telah menjadi magnet bagi masyarakat dunia untuk mengunjunginya dikarenakan megahnya arsitektur bangunan dan kedalaman makna dari ajaran yang terpahat di dalam reliefnya. Keberadaan peninggalan cagar budaya tersebut memberi peluang manfaat kepada masyarakat yang ada di sekitarnya, yaitu bagi penduduk yang bertempat tinggal di 20 desa di kecamatan Borobudur untuk meningkatkan kesejahteraannya. Namun hal itu itu akan terjadi tatkala masyarakat dari 20 desa turut menopang, keberadaan Candi Borobudur dengan memajukan kebudayaan desa dan nilai-nilai kehidupan pedesaan yang dimilikinya seperti yang disimbolkan dengan 20 tiang bambu yang menyangga stupa bambu di atasnya. Agar menjadi lebih baik, semua harus disangga bebarengan, saiyeg saeka kapti, saiyeg saeka praya. Apabila kelompok-kelompok masyarakat bersatu padu dan menggerakkan dan mengemas potensi alam dan budaya yang ada di desanya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, maka tak ayal, harapan UNESCO dengan penetapan World Heritage Site of Borobudur akan terwujud, yaitu semakin kuatnya nilai-nilai pembelajaran kehidupan berbasis budaya di Kawasan Borobudur. Kawasan Borobudur akan semakin menarik. Daya tariknya akan semakin kuat, dan bisa jadi akan semakin banyak orang berkunjung untuk belajar nilai-nilai kehidupan yang berisi ajaran kebaikan, bukan hanya ke candi, namun juga ke desa-desa di sekitar Candi Borobudur.

Lorong masuk Pitutur Bambu Borobudur ini terinspirasi dari relief Jataka di candi Borobudur. Dalam relief jataka, berisi ukiran fabel (cerita dengan hewan sebagai penokohannya) yang menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama dalam wujud tokoh hewan dengan perwatakan adiluhung yang dapat dijadikan teladan bagi setiap orang. Cerita tersebut memang syarat dengan kandungan makna dan nilai-nilai moral.

Di Pitutur Bambu Borobudur, lorong Jataka ini menjadi tempat berkumpulnya para binatang Jataka. Para hewan ini seperti sedang menyambut para pengunjung yang melintasi menuju dalam dunia Pitutur Bambu Borobudur yang mengisahkan interaksi kehidupan mas-yarakat kawasan Borobudur dengan alam sekitarnya; mengakrabi mahluk lain dan ngunduh wohing pakarti dari apa yang telah ditemui yang tak luput dari itu adalah tanaman bambu.

Kelinci, ikan, puyuh, angsa, kera, rusa, gajah, kerbau, burung pelatuk, singa, naga, penyu, merpati, lembu, banteng, elang, harimau, merak, dan kuda sembrani ini memiliki kisah-kisah yang mengingatkan kita untuk senantiasa menjadi insan yang baik di dunia. Setiap kebaikan ini terwujud dalam sebuah pendar kuning lampu yang menjadi penerang jalan bagi para pengunjung, bekal pencahaya untuk menjelejahi setiap jengkal dunia Pitutur Bambu. Seakan mereka berkumpul untuk melayangkan do’a dan harapan dalam Pitutur Bambu ini untuk kita semua, agar menjadi sebuah pendar cahaya yang memancarkan kebaikan hati bagi setiap insan layaknya para hewan jataka yang bijak.

Kesenian jaran kepang atau dalam istilah lain dikenal
dengan nama jathilan dan ada pula yang menyebutnya kuda lu mping merupakan kesenian rakyat yang sangat popular di Kawasan Borobudur. Setiap kali ada pertunjukan jathilan, penontonnya bisa dipastikan selalu penuh. Selain menari atau memainkan kesenian jaran kepang, masih banyak warga yang trampil membuat jaran kepang yang disusun dari anyaman bambu.

Menurut penuturan sesepuh, kesenian rakyat ini sesungguhnya adalah media pituturan atau penyampaikan nasehat dan syiar agama yang dikemas dalam bentuk kesenian tari. Jaran sendiri bermakna ajaran, sehingga si pemain jaran kepang harus memegang erat-erat jaran-nya sebagai simbol bahwa manusia harus memegang teguh ajaran agama atau kepercayaan yang diyakininya. Namun apabila jaran-nya terlepas, maka dia akan kerasukan makhluk halus yang dengan mudah akan mengendalikan manusianya untuk melakukan hal-hal yang tidak terkontrol dan tentunya akan menimbulkan kekacauan. Itulah pesan yang tersirat dalam pituturan “jaran kepang”. Dan jaran
kepang berjumlah 7 buah yang dipasang di belakang panggung pertunjukan ini diberi nama ”jaran pitu” yang dimaknai dengan pentingnya memegang ajaran agama atau ajaran kebaikan agar senantiasa mendapatkan pitulungan dari Gusti Kang Murbeng Dumadi, sehingga selamat dunia akherat.

Dalam istilah jawa, paran merujuk pada tempat yang dituju. Namun disini, istilah paran sebagai papan paseduluran yang artinya tempat untuk membangun persaudaraan. Ketika diparani atau didatangi, si penerima siap menyambut dengan terbuka untuk saling mengenal dan membangun ikatan persaudaraan. Paran disini adalah ruang pertemuan khas yang berarti ketika sampai di tempat ini maka akan merasakan nuansa kekeluargaan.

Area paran tidak hanya menyajikan infromasi tentang aneka enis bambu, namun juga ada seni instalasi para petani yang sedang berkumpul dan menjadi ejawantah dari masyarakat Kawasan Borobudur yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani.
Kawasan Borobudur sendiri memiliki dua macam pertanian yakni pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. Pertanian lahan basah ini umumnya berada di area lembah dan berada di sekitaran area sepanjang irigasi, Kali Sileng dan Sungai Progo. Hasil dari pertanian lahan basah ini adalah padi yang sampai sekarang masih menjadi salah satu komoditas di area lahan basah di kawasan Borobudur. Di kawasan lereng Perbukitan Menoreh, perkebunan seperti teh, kopi, cengkeh, coklat, durian, ragam palawija hingga peternakan menjadi komoditas lahan kering yang ada di kawasan Borobudur. Dua produk pertanian dan peternakan seperti kopi dan susu kambing etawa akan menjadi teman sebagai suguhan ketika bercengkerama di area paran ini. Hal lain yang terdapat di area paran adalah lukisan ilustrasi yang menceritakan tentang aktifitas masyarakat kawasan Borobudur dalam menggunakan bambu dalam kehidupannya, antara lain anak-anak yang sedang memainkan alat permainan dari bambu, warga yang sedang bertani, ritus upacara wiwitan menjelang panen padi dan warga yang sedang berdagang. Dari berbagai informasi dan sajian seni inilah, diharapkan area ini mampu mendorong tema pembicaraan sebagai pembuka dalam upaya membangun pertemanan bahkan persaudaraan dalam upaya memajukan kebudayaan desa dan menyejahterakan masyarakatnya.

Artboard 1@2x
Gambar Galeri Pasar Budaya - Pitutur Bambu 2022
Gambar - Padaharan- Pitutur Bambu 2022
Gambar - Latar Dolanan - Pitutur Bambu 2022
Gambar -Pawon Panguripan - Pitutur Bambu 2022
Gambar - Jajan Nyamikan - Pitutur Bambu 2022
Logo pitutur bambu untuk atas - undangan

20 sd 25 Desember 2022

#Hari - 1
Selasa Kliwon, 20 Desember 2022

(18.30 - 19.15 WIB) Atraksi teatrikal pemasangan Instalasi Stupa Candi Borobudur
(19.15 - 19.30 WIB) Sambutan:
   - Ketua Perkumpulan Eksotika Desa Lestari
  - Kepala Desa Kembanglimus
   - Camat Borobudur
  - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang
   - Perwakilan Dit PPK sekaligus pembukaan Pitutur Bambu Borobudur
(19.30 - 20.30 WIB) Tour Pameran "Pitutur Bambu Borobudur"
(20.30 - 21.00 WIB) Jagongan "Sajian Budaya Pangan Yang Menggunakan Wadah Bambu" oleh Mang Asep Salik
(21.00 WIB- selesai) Makan Malam dan ramah tamah sambil menikmati Dendang Musik Insome Creative
Lihat Hari ke-1
#Hari - 2
Rabu Legi, 21 Desember 2022

(13.30 WIB – selesai ) Workshop :
   - Workshop Wayang Clumpring
   - Workshop Wayang Siladan
(15.30 - 16.30 WIB) Jagongan "Permainan Tradisional Berbahan Bambu" oleh Mas Fuat Hasyim
(19.30 - 20.30 WIB) Jagongan "Pemanfaatan Lahan Papringan Sebagai Lokasi Pasar Budaya" oleh Mas Ojak cs
Lihat Hari ke-2
#Hari - 3
Kamis Pahing, 22 Desember 2022

(13.30 WIB- selesai) Workshop :
  - Workshop Pembuatan Pupuk Organik oleh Kang Lekan dari Desa Giritengah
(15.30 - 16.30 WIB) Jagongan "Pranata Mangsa dan Pertanian Organik" oleh Mbah Juni dan Mas Lekan dari Desa Giritengah
(19.30 - 20.30 WIB) Pertunjukan Wayang Ringkes oleh Dalang Dedi Panggung Supraba
Lihat Hari ke-3
#Hari - 4
Jumat Pon, 23 Desember 2022

(13.30 WIB – selesai)  Workshop :
  - Instalasi Bambu oleh Mas Arifin dari tim Eksotikadesa
  - Workshop Baling-Baling Bambu oleh Mas Ari dari Desa Bigaran
(16.00 WIB – selesai)  Pertunjukan spontanitas kesenian topeng ireng oleh anak-anak Dusun Sembungan
(19.30 WIB - selesai)  Jagongan "Kesenian Musik Berbahan Bambu" oleh Pak Hartono, Mas Tono dan Mas Muklis Guitar MMS
Lihat Hari ke-4
#Hari - 5
Sabtu Wage, 24 Desember 2022

(14.00 WIB - selesai) Workshop :
   - Workshop Lampion Bambu oleh Mas Arifin dari tim Eksotikadesa
   - Workshop Pembuatan layangan oleh Pak Muji dari Desa Giritengah
(16.00 WIB - selesai) Pertunjukan Jathilan bocah, dari anak-anak Dusun Bumen, Desa Kembanglimus
(19.30 WIB -selesai) Pertunjukan musik Insome Creative, dari anak-anak muda Desa Giripurno
Lihat Hari ke-5
#Hari - 6
Minggu Kliwon, 25 Desember 2022

(16.00 WIB- selesai) Workshop :
  - Workshop meronce oleh Mas Anang dari Desa Kebonsari
  - Workshop menggambar anyaman kepang oleh mas Arifin dari tim Eksotikadesai
  - Workshop Alat Musik Angklung oleh Bapak Hartono, seniman angklung dari Desa Wringinputih
(19.30 WIB – selesai) Jagongan "Pemanfaatan Bambu untuk Konstruksi Kekinian" oleh Surya Wijaya
(19.30 WIB – selesai) Panggung terbuka dengan pertunjukan senandung Angklung Desa Wringinputih
Lihat Hari ke-6

Linimasa

Share