(Narasi oleh Taufik Hidayat dan Jamil Rochmatulloh)
Narasi
Pak Yasir (50 tahun) adalah ahli waris dan pemilik tanah di area watu centeng. Menurut beliau, batu tersebut sudah ada sejak era Dinasti Syailendra yang terdiri dari 4 batu. Namun, hanya ada 3 umpak, yang satu tidak diketahui keberadaannya. Batu tersebut berbentuk lonjong dengan ketinggian 115 cm, keliling lingkaran 67 cm, dan berdiameter 40 cm. Lebar persegi lubang 15 cm dengan kedalaman 18 cm. Terdapat juga batu lainnya seperti batu berbentuk tiang dengan lebar sekitar 50-80 cm dan tinggi 125 cm.
Pak Yasir bercerita pernah ada kejadian batu centeng dipindahkan, kemudian kembali ke tempat semula. Ada juga yang pernah menggeser batu tersebut, akhirnya orang tersebut kesurupan dan sakit. Kini, menjadi kepercayaan masyarakat di Dusun Kedungringit bahwa batu tersebut sangat sakral dan angker. Batu tersebut diketahui oleh Balai Konservasi Borobudur sejak tahun 1989 dan mulai didampingi dan mendapatkan uang pemeliharaan pada tahun 2017.
Gambar
Lokasi
map
Narasumber
- Pak Yasir, 50 tahun, Pemerhati budaya, Dusun Kedungringit Desa Tegalwangi